Chapter 35

1.9K 204 14
                                    

Aku sudah menyelesaikan pekerjaanku beberapa menit sebelum jam kerja berakhir namun aku belum merapikan mejaku biar tidak terkesan kalau aku sudah bersiap pulang sebelum jam kerja berakhir. Seraya memainkan pulpen di tangan, aku mengamati jam yang tertera di sudut layar komputerku. Kenapa rasanya aku jadi tidak sabaran untuk segera pulang kerja dan jalan dengan Tara?

"Gelisah sekali, Ca. Sudah tidak sabar mau pulang?" tegur Adnan, rekan kerja yang kubikelnya bersebelahan denganku.

"Iya, ada janji dengan teman sekolah dulu. Sudah lama tidak ketemu sejak lulus," sahutku.

"Bukannya kamu dulu di Jakarta?"

"Iya. Dia selama ini tinggal di Jogja dan kebetulan sekarang lagi ada di Bandung."

"Bisa kebetulan gitu, ya. Laki-laki?"

"Bukan, perempuan kok," sahutku seraya merapikan mejaku.

"Cuma berdua?" tanyanya lagi. Bawel banget sih.

"Bertiga dengan Tara."

"Tara staf finance?"

"Iya. Memangnya ada Tara yang lain, ya?" tanyaku heran dan sedikit kesal. Kenapa jadi diinterogasi sama dia sih?

"Heran saja kok kamu bisa temenan dengan anak lantai atas. Kamu harus hati-hati dengan Nuga," ucapnya sedikit berbisik dengan wajah serius.

"Memangnya Nuga kenapa?"

"Dia itu playboy, mantannya di mana-mana. Mungkin saja dia nanti mendekati kamu."

Aku menatapnya bingung. Loh bukannya Nuga dan Tara pacaran? Apa mereka merahasiakan hubungan di kantor? Mereka memang tidak kelihatan terlalu dekat sih untuk ukuran pasangan tapi terlihat kalau mereka saling peduli.

"Oh ya? Kamu kok tahu?" tanyaku penasaran.

"Sudah bukan rahasia umum sih, tapi kamu belum tahu karena baru di sini," jawabnya seraya memalingkan tubuhnya menghadap ke arahku sepenuhnya, "tidak sepertiku yang setia," imbuhnya seraya tersenyum.

"Maksudnya Nuga tukang selingkuh?" tanyaku sembari mematikan komputer dan memastikan tidak ada yang tertinggal.

"Yah mungkin, buktinya dia selalu gampang dapat pacar baru setelah putus. Mungkin saja kan dia sudah punya cadangan sebelum putus atau diputusin karena ketahuan punya pacar lain. Pokoknya kamu harus hati-hati dengan Nuga," sahutnya menduga-duga dan memberiku peringatan.

"Kamu masih dendam rupanya sama Nuga sampai menyebar gosip tentang dia," ucap seseorang yang membuat kami berdua tersentak kaget. Adnan langsung memucat mendapati Tara yang berdiri bersedekap menatap tajam di belakangnya. "Kamu tidak tahu apapun tentang Nuga jadi jangan bicara macam-macam tentangnya," tukas Tara penuh peringatan pada Adnan yang langsung terdiam.

Tara menatapku yang terdiam tidak tahu harus apa di situasi yang terasa canggung barusan. "Kamu sudah siap, Ca?" tanyanya yang aku jawab dengan anggukan. Aku lekas berdiri dan menyusul Tara yang berjalan terlebih dulu.

"Ta, aku tidak bermaksud untuk membicarakan Nuga. Aku..."

"I know," tukasnya memotong ucapanku dan tersenyum padaku, "dia nampaknya masih tidak bisa menerima kalau orang yang pernah dia taksir dulu menolaknya karena naksir Nuga," imbuhnya seraya absen pulang di mesin fingerprint. Aku mengikutinya sebelum berjalan bersama meninggalkan lobby kantor menuju mobilnya.

"Pantas saja dia terlihat tidak suka dengan Nuga. Kamu sendiri tidak terganggu dengan gosip-gosip itu?" tanyaku pelan.

Tara menoleh ke arahku sejenak dan tersenyum tanpa menatap ke arahku. Dia membukakan pintu mobil untukku. Aku merasa sedikit malu dan tersanjung dengan gestur darinya. Aku menggumamkan terima kasih. "Tentang itu, ada yang ingin aku katakan padamu," ucapnya sebelum menutup pintu. Aku mengernyit bingung namun tentu saja dia tidak melihatnya. Aku memerhatikan dan menunggunya masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi pengemudi.

Denial (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang