Semenjak Caca dan Adit pacaran, aku jadi lebih sering sendirian. Walaupun saat istirahat aku bisa barengan dengan Renata dan Ocha, tapi rasanya tidak enak mengganggu mereka berdua terus. Yeah, aku tahu mereka berdua sama-sama memiliki rasa namun demi nama persahabatan, mereka memendamnya. Bagaimana aku bisa tahu? Gaydar aku cukup baik. Sama seperti aku yang memendam rasa untuk sahabatku sendiri, aku jatuh cinta sejak pertama kali mengenalnya dan aku senang bisa dekat dengannya meski sebatas sahabat. Saat ini dia sedang dalam fase berbunga-bunga dalam menjalani hubungannya. Wajar, aku bisa mengerti itu. Terkadang Caca masih menemaniku latihan namun sudah tidak sesering dulu.
"Ta, kamu latihannya masih lama?" tanya Caca saat aku sedang istirahat di pinggir lapangan. Aku memandangnya heran, tumben dia bertanya seperti itu. Kan dia tidak 1-2 kali menemaniku latihan.
"Yah seperti biasa saja sih, Ca. Kenapa?"
"Oh, mmhhh, Ta, kalau aku balik duluan sama Adit, tidak apa-apa? Adit minta ditemani pergi, mmhh itu katanya ada yang dicari, untuk tugas sekolahnya."
"Oh, ya sudah, hati-hati. Kapan dijemputnya?"
"Mmhh Aditnya sudah menunggu di parkiran depan. Aku balik duluan, ya. Bye, Tara."
Aku menatap Caca yang berjalan cepat menjauh dariku, rambutnya yang diikat ekor kuda bergoyang seiring langkah kakinya. Apa dia memang sudah janjian dengan Adit sebelumnya dan sengaja menunda hanya untuk menemaniku latihan walau sesaat? Hah seharusnya aku sudah curiga saat dia berdandan tidak seperti biasanya. Aku jadi tidak semangat latihan lagi. Aku melempar sekuat tenaga handukku ke bangku.
"Caca ke mana, Ta?" tanya Resti menghampiriku sembari menatap ke arah Caca pergi tadi.
"Jalan dengan pacarnya," sahutku singkat.
"Oh. Ya sudah, latihan lagi, yuk. Waktu kita tinggal sedikit lagi untuk persiapan turnamen," ajaknya seraya melangkah kembali menuju lapangan.
"Oke, sebentar lagi aku menyusul," sahutku seraya mengambil ponsel dari dalam tas dan kembali mendapati chat dari Cindy.
Cindy Priscilla : Tara, semangat ya latihannya.
Aku kembali mengabaikan Cindy untuk yang kesekian kalinya. Aku memasukkan kembali ponsel ke dalam tasku. Meletakkan tasku di tempat yang mudah terlihat, aku khawatir ada apa-apa karena sekarang sudah tidak ada yang menjagakan barang-barang milikku selama aku latihan.
"Semangat, Ta!" seru Ocha sembari menepuk kencang sambil meremas bokongku dan tertawa bersama teman-teman yang lain. Kurang ajar! Aku tertawa dengan kelakuan mereka yang seringkali tidak jelas. Namun mereka adalah orang-orang terkompak dan tersolid yang pernah aku kenal. Di dalam ataupun di luar lapangan, mereka sudah seperti keluarga.
Keluarga sesat.
~
"Kamu kenapa, Ta? Kok akhir-akhir ini seperti tidak ada semangat hidup?" tanya Kak Amel, saudaraku yang paling tua. Aku yang baru pulang latihan basket langsung menghempaskan tubuhku di sofa kemudian menengok ke sekeliling, memastikan tidak ada orang lain. "Ya sudah, ke kamar saja yuk ceritanya," ucapnya seraya menepuk pelan lenganku. Aku segera berdiri dan berjalan ke arah kamarku.
"Aku mandi dulu deh. Nanti aku ke kamarmu setelah makan malam," ucapku seraya menaiki tangga, kamar kami ada di lantai atas.
"Oke," ucapnya seraya meninggalkanku sendirian di depan pintu kamarku. Kak Amel sudah masuk ke kamarnya, tak lama dia keluar lagi dari kamarnya.
"Kenapa, Kak?" tanyaku heran.
"Nanti bawakan minuman dan cemilan, ya."
"Iyaaa," sahutku seraya masuk ke kamarku. Aku melempar tasku sembarangan di lantai kemudian menyalakan lampu kamarku. Aku duduk di tepi tempat tidurku, tanpa sadar aku menarik nafas dalam dan menghembuskannya seolah banyak beban pikiran yang dapat aku buang bersamaan karbon dioksida hasil proses respirasi eksternalku barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Denial (GXG)
RomanceBagaimana rasanya menyukai sahabatmu sendiri? Update-nya terserah saya. Bagi pembaca Back To You, di sini ada Rain dan Ocha.