Chapter 3

5.4K 437 11
                                        

"Caca, kamu sudah makan belum?" tanya Tara lewat sambungan telepon. Aku baru saja selesai mandi saat Tara menelponku.

"Belum, aku baru selesai mandi. Kenapa?" sahutku seraya mengeringkan rambutku dengan handuk. Mama dan Papa sedang menjenguk Kakek dan Nenek di Bandung, aku tidak bisa ikut karena sedang banyak tugas sekolah.

"Ada makanan tidak di rumah? Kamu masak apa?"

"Hmm tidak ada, aku kehabisan stok makanan. Palingan beli saja kalau aku tidak malas."

"Kamu mau makan apa? Nasgor suka?"

"Iya, rencananya sih mau beli nasgor yang di depan komplek itu."

"Jangan kemana-mana. Diam saja di rumah," ucapnya mengakhiri telepon. Aku menatap bingung ke arah ponselku dan memutuskan untuk menelponnya kembali tapi dia tidak mengangkatnya.

Tara : Tunggu saja di rumah.

Aku akhirnya menurut saja. Aku segera berpakaian dan memakai hoodie-ku, ralat hoodie Tara yang dia menolak untuk dikembalikan, katanya aku boleh pakai sesukaku. Aku menunggu Tara sambil menyiram tanaman milik Mama. Tidak lama berselang, Tara muncul di depan rumahku, dia naik sepeda milik adiknya. Aku bergegas keluar pagar dan mendapati dia yang sedang duduk di sadel sepeda seraya mengulurkan salah satu bungkusan hitam yang tergantung di setang sepedanya padaku.

"Apa ini?" tanyaku bingung.

"Makan malammu," jawabnya tanpa turun dari sepedanya, "buruan ambil," imbuhnya seraya menggoyangkan bungkusan hitamnya.

Aku segera mengambil dan mengintip isinya, seketika bau nasi goreng tercium olehku. Tara membelikan aku nasi goreng? Aku menatapnya heran dan mendapati dia yang masih diam saja. "Terima kasih, Tara, sudah repot-repot membelikan. Kamu kerja sampingan di sana? Jadi jasa antar?" ucapku, tentu saja cuma bercanda.

"Kebetulan saja," sahutnya santai.

Aku merogoh sakuku dan mengambil uang untuk mengganti harga nasi gorengnya.

"Tidak usah!" sergahnya saat aku mengangsurkan uangku padanya, "aku yang traktir, kamu langsung makan saja," imbuhnya.

"Terima kasih sekali lagi. Kamu sudah makan?"

"Hmm belum, ini aku juga beli kok."

"Mau makan bareng sama aku?"

"Aku langsung pulang saja. Aku beli untuk adikku juga, nanti dia kelaparan kalau menungguku terlalu lama."

"Oh ya sudah, gih pulang, kasihan adikmu menunggu."

"Aku diusir nih?" tanyanya.

"Aku tidak mengusir, tadi katanya adikmu menunggu di rumah."

"Oke, aku pulang dulu, ya. Selamat makan. Sampai ketemu besok di tempat yang sama," imbuhnya pamit seraya mengayuh pedal sepedanya dan melambaikan tangannya.

"Hati-hati," ucapku seraya melambaikan tangan.

Aku segera masuk ke rumahku dan menuju dapur, bersiap untuk makan. Saat mengeluarkan bungkusan nasi goreng, aku menemukan sebuah sticky note di dasar plastik. Aku tidak melihatnya saat mengintip tadi. Aku mengambil dan membuka lipatannya. Ada sebuah tulisan tangan dengan spidol warna hitam.

 Ada sebuah tulisan tangan dengan spidol warna hitam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Denial (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang