Chapter 29

2.7K 272 20
                                    

Aku lulus SNMPTN dan itu artinya aku akan kuliah di Surabaya. Aku akan berangkat ke Surabaya seminggu lagi dan nanti kakak aku yang akan membantu mengurus semuanya di sana. Katanya biar aku cepat belajar dan tidak mengandalkan orang tua jadi harus kakak aku yang membantu. Kalau sama Mama, pasti semuanya akan diurus oleh beliau sementara aku hanya bengong tidak mengerti apa-apa. Beberapa barang aku sudah dikirim terlebih dahulu ke Surabaya sementara untuk keperluan lainnya, aku dan kakak yang akan mencari sendiri.
Aku tidak tahu Tara akan kuliah di mana, dia tidak memberitahuku. Aku malu untuk bertanya dengannya ataupun dengan teman-teman yang lain. Dia dulu pernah bilang ingin kuliah di Bandung atau Surabaya sepertiku. Tapi dengan situasi kami saat ini, mungkin dia akan kuliah di Bandung.

Aku sedang memilah pakaian yang akan aku bawa nanti saat bel rumahku berbunyi. Aku menuju jendela kamarku dan mengintip ke arah depan untuk melihat siapa yang ada di depan rumahku. Aku melihat ada seseorang yang kembali membunyikan bel rumahku.
Aku bergegas berlari menuruni anak tangga dan menuju pintu depan. Aku segera membuka pagar dan mendapati Kak Amel, kakaknya Tara, berdiri di depan rumahku.

"Kak Amel mencari Caca? Ada apa? Tumben. Masuk, Kak. Apa ada sesuatu terjadi dengan Tara?" tanyaku mulai panik. Aku menatap Kak Amel dengan rasa panik namun dia hanya menatapku sambil tersenyum seraya menyerahkan sebuah amplop putih padaku.

"Tara baik-baik saja, kok. Cuma mau kasih ini buat kamu, titipan Tara. Oh iya, kabar kamu gimana?"

"Baik, Kakak sehat?"

"Sehat kok alhamdulillah. Kakak cuma mau kasih itu saja kok. Dah ya, aku pulang dulu," pamitnya seraya melambaikan tangan dan masuk ke mobilnya. Aku mengucapkan terima kasih dan mebalas lambaian tangannya saat dia pergi meninggalkanku.

Aku diam menatap amplop putih bertulisan namaku yang katanya dari Tara. Surat? Sepertinya ada sesuatu juga di dalamnya karena terasa sedikit berat. Aku bergegas masuk ke dalam rumah dan menuju kamarku. Aku duduk di atas tempat tidur dan membuka amplop yang tertutup rapat dengan hati. Aku mengeluarkan beberapa lembar kertas yang terlipat rapi dan sebuah kalung.

Aku membuka lembaran kertas yang terlipat dan mendapati tulisan tangan Tara yang khas. Surat yang cukup panjang dan ada beberapa coretan yang malas dia hapus dengan tipe-ex, tipikal Tara. Sebelum membaca suratnya aku mengambil kalung tadi dan mengamatinya. Aku mengenalinya, ini kalung yang biasa Tara pakai. Dia membelinya saat dulu jalan pertama kali berdua denganku dan sejak itu tidak pernah sekalipun dia melepaskannya kecuali saat pertandingan basket.

Aku kembali mengambil surat yang ditulis tangan oleh Tara.

__________________________________________________________

Dear Caca,

Hai, Ca. Sebelumnya aku minta maaf karena tidak menemuimu langsung untuk menyampaikan hal ini, tapi aku tahu kamu pun pasti akan menghindariku.

Ca,
kamu tidak memberiku kesempatan untuk bicara sejak kamu menyatakan perasaan padaku. Kamu selalu menghindariku. Aku tidak tahu apa alasannya, kamu malah main kuis tebak-tebakkan. Padahal kamu tahu kalau aku paling tidak suka tebak-tebakkan. Tapi, aku hanya bisa menebak-nebak kenapa kamu menghindariku dan aku takut salah menebak alasan dibalik sikapmu itu.

Ca,
mungkin sudah terlambat untuk aku mengatakan ini, tapi lebih baik aku katakan sekarang daripada aku pendam sendiri.
Aku suka sama kamu sejak pertama kali aku melihatmu di lapangan sekolah di hari pertama. Aku masih ingat dengan jelas apa yang aku lihat hari itu seolah baru terjadi kemarin. Kamu tidak tahu betapa senangnya aku saat kita ditempatkan dalam satu kelompok MOS dan akhirnya sekelas. Saat aku meminta jadi teman sebangkumu rasanya aku hampir kabur karena gugup dan malu, untungnya saat itu kamu tidak keberatan untuk duduk sebangku denganku.

Denial (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang