Sekolahku mengadakan study tour ke Jogja dengan menggunakan bus selama empat hari tiga malam, tentu saja aku dan tiga orang temanku ini ikut. Kapan lagi bisa jalan-jalan bersama dengan teman-teman sampai sejauh itu? Aku sudah menyiapkan berbagai keperluanku selama perjalanan nanti, bawa cemilan, minuman, obat-obatan untuk berjaga-jaga, pakaian pastinya, dan uang jajan. Aku menyiapkan tas yang berisi pakaian untuk diletakkan di bagasi nanti dan tas yang memuat keperluan selama di perjalanan. Aku berangkat ke sekolah diantar Papa yang sekalian ingin bertemu dengan guru-guru yang bertanggungjawab dengan kegiatan kali ini. Papa ingin memastikan semua sudah sesuai prosedur katanya.
Aku mengenakan oversized T-shirt yang aku padankan dengan celana pendek, harusnya selutut sih tapi kok jadi terlihat pendek saat aku pakai?! Aku memutuskan untuk memakai high top sneakers dan memasukkan sandalku ke dalam tas. Tidak lupa salah satu koleksi snapback punya Andra yang aku pinjam dengan sedikit rayuan berujung paksaan. Aku membawa jaketku di tangan, mungkin nanti akan dipakai kalau AC di bus terlalu dingin. Apa lagi ya? Aku mengamati sekeliling kamarku, mencoba mengingat apa lagi yang harus aku bawa. Tas pakaianku sudah ada di mobil sejak tadi shubuh. Oke, sepertinya sudah semuanya.
Aku meminta kepada guru untuk menempatkan aku bersama dengan tiga temanku, bahkan saat di penginapan nanti kami harus selalu bersama. Alasanku biar bisa menikmati kalau bersama dengan orang-orang yang tepat. Aku duduk dengan Cindy, dan tentu saja aku kebagian yang di sisi lorong karena akan memudahkan kakiku untuk berselonjor. Sungguh terkadang tidak nyaman punya badan tinggi. Rain dan Ocha duduk di row yang sama dengan kami. Sengaja memilih duduk dalam satu row supaya memudahkan saat ngobrol dan berbagi makanan.
Kami berangkat pagi hari melalui jalur selatan Bandung, dengan rute Bandung-Sumedang-Nagreg-Tasikmalaya-Gombong-Purworejo-Jogja. Sepanjang perjalanan awal semua masih bersemangat, bercanda, ngobrol, aku bahkan sempat duduk di belakang untuk bermain gitar dan bernyanyi bersama yang lainnya, sementara Andi membawa topinya sembari berjalan di lorong berlagak seperti pengamen yang meminta uang dari setiap penumpang. Ada yang memberikan permen dan cokelat, tentu saja tidak menerima uang.
Kami singgah di Tasikmalaya untuk makan siang. Setelah makan siang suasana bus sudah tidak terlalu berisik lagi, sepertinya hampir semua memutuskan untuk istirahat karena perjalanan masih jauh. Aku pun memutuskan untuk tidur sambil mendengarkan musik. Cindy tidur dengan bersandar padaku. Semua kembali semangat saat sudah tiba di Jogja di sore hari. Kami makan malam kemudian check in di hotel sekalian istirahat.
Hari kedua di Jogja. Aku bangun lebih pagi dari ketiga makhluk yang masih tidur ini, kepagian malah. Aku segera mandi agar tidak berebut nantinya dengan mereka. Aku mengambil ponselku yang aku charged semalaman. Aku menimbang-nimbang antara ingin membangunkan Caca atau tidak, kebetulan kamarnya ada di samping kamarku. Semenjak kejadian saat pensi kemarin, aku tidak pernah lagi bicara dengannya, bahkan kami sama-sama saling menghindar dan berpura-pura tidak melihat setiap berpapasan. Tadi malam untuk pertama kalinya kami kembali saling bertatapan saat hendak masuk ke kamar masing-masing.
Saat terdengar adzan shubuh, aku segera mengambil wudhu dan shalat. Rain bangun saat aku sedang shalat, dia duduk diam di atas tempat tidurnya menunggu aku selesai shalat karena dia tidak bisa lewat.
"Pagi, Rain," sapaku seraya merapikan mukenaku.
"Pagi, Ta," sapanya seraya beranjak menuju kamar mandi, "aku sekalian mandi, tolong bangunkan mereka berdua, terutama Ocha. Dia cukup sulit dibangunkan," imbuhnya sambil menyampirkan handuk di bahunya.
Aku membangunkan Cindy terlebih dahulu yang langsung beranjak ke wastafel untuk mencuci muka dan sikat gigi. Benar kata Rain, sungguh sulit membangunkan Ocha yang tidurnya cukup nyenyak ini. Efek kecapekan semakin membuat tidurnya nyaman sepertinya. "Cha bangun! Ocha! Bangun! Kalau tidak bangun sekarang, kamu ditinggal nih. Sudah jam 8 pagi, busnya mau berangkat," ucapku namun hanya dijawabnya dengan igauan. Aku akhirnya menyerah setelah mencoba selama lima menit, bukannya bangun, dia malah semakin menarik selimutnya. Aku menyerah, biar pawangnya sajalah yang membangunkan. Cindy tertawa pelan melihatnya sembari merapikan tempat tidur kami.

KAMU SEDANG MEMBACA
Denial (GXG)
RomansBagaimana rasanya menyukai sahabatmu sendiri? Update-nya terserah saya. Bagi pembaca Back To You, di sini ada Rain dan Ocha.