Chapter - 18

591 35 11
                                    

Hari yang ditunggu gia telah tiba. Di hari minggu ini dia akan mendatangi undangan resepsi pernikahan renno dengan ditemani oleh william. Yup, pada akhirnya william setuju untuk menemani gia setelah perdebatan yang cukup alot.

"Udah siap belum?" tanya gia pada william.

"Nggak salah? Harusnya aku tanya begitu, dari tadi aku nungguin di sini," jawab william jengkel.

"Hehe, maaf, aku nggak pintar berdandan makanya lama," respon gia dengan cengirannya.

"Mau ketemu mantan terindah sih makanya dandannya lama," kata william sarkas.

"Kamu cemburu?" tanya gia menebak.

"Enggak. Coba kalo cuma jalan biasa, lima menit maksimal udah selesai dandannya."

"Ih kalo cemburu bilang aja pak bos," jawab gia memburu. Dia kali ini yakin kalau william sedang cemburu.

"Udah dibilang enggak ya enggak."

"Yaudah, yuk berangkat udah lumayan siang ini, nggak lucu juga kalau telat." Gia menggandeng lengan william keluar rumah. Dia tidak ingin sedang berdebat dengan william hari ini.

Taukah william, bahwa gia lama dikamar itu bukan karna dia memoles mukanya dengan makeup tapi karna dia memutar otak cerdiknya agar misinya hari ini berjalan lancar.

***

Suara lagu berjudul soulmate yabg dibawakan oleh musisi kahitna itu memenuhi ruangan. Para tamu undangan berdansa mengikuti irama musik tersebut. Gia dan william yang baru saja datang tidak lantas ikut berdansa, mereka langsung antri untuk dapat berjabat tangan dengan pengantin.

Sebelum sampai ke kursi sepasang pengantin, terlebih dulu gia menjabat tangan orangtua pengantin. Sepasang orangtua paruh baya itu tersenyum hangat melihat gia. Ya, mereka adalah orangtua Renno. Jangan lupakan bahwa gia adalah calon mantu idaman mereka dulu, jadi tidak heran dengan keakraban mereka.

"Gia gimana kabarmu sayang?" tanya Sitti, ibu Renno.

"Baik ibu, alhamdulillah. Ibu dan bapak sehat?" tanya Gia ulang.

"Tidak sebaik saat ada kamu," jawab ibu yang mendapat senggolan dari bapak, tanda sebuah teguran.

Gia hanya tersenyum. "Ibu, saya dan mas Renno tidak berjodoh, mas Renno sekarang menikah dengan mbak cici, begitu pun dengan saya. Ibu dan bapak mohon doanya agar kami diberikan kebahagiaan ya," kata gia sedikit memberikan pengertian pada ibu Renno. Masih sangat terlihat bahwa Ibu Renno tidak menyukai pilihan Renno.

"Amiin nak gia, semoga kamu dan suami diberikan keberkahan juga rezeki yang berlimpak," jawab bapak. Beliau sudah tampak menerima keadaan bahwa gia dan renno tidak berjodoh.

William yang mengekor di belakang gia pun turut bersalaman dengan kedua orang tua Renno. Dia menyunggingkan senyum ramahnya untuk kedua pasangan paruh baya itu.

"Selamat ya mas, semoga sakinnah, mawaddah, warrahmah," ucap gia memberi ucapan selamat pada Renno. Dia menjabat tangan Renno sebagai tanda hormat.

"Amiin, terimakasih Gia," jawab Renno dengan senyum sumringah yang tidak lepas dari wajahnya. "Ini suami kamu ya?" tanya Renno melihat lelaki dibelakang Gia.

"Iya, kenalkan ini William suamiku," ucap gia memperkenalkan william pada Renno. Mereka pun saling menjabat tangan.

"Wah suaminya ganteng ya mbak gia, pintar sekali cari lelaki," ucap cici, istri Renno menyahut.

"Alhamdulillah," jawab Gia.

"Mas namanya siapa? Bukan orang sini ya?" tanya cici yang tertarik pada paras william. Dia mengulurkan tangannya pada william.

"William, saya asli Amerika," jawab william berusaha ramah sambil membalas jabat tangan cici.

"Saya cici, beruntung sekali mbak gia ya, bisa dapat bule seperti mas william ini," lanjut cici lagi. Dia masih menjabat tangan william.

Gia yang melihat Cici yang merasa tertarik dengan suaminya langsung menarik tangan william, "Iya dong, alhamdulillah tuhan mempertemukan aku dengan jodoh sebaik mas william," ucap gia sarkas pada cici. Dia tidak suka tatapan cici pada sang suami.

"Permisi ya, kita lanjut, kasihan masih banyak tamu yang antri," pamit gia pada Renno dan cici. Pikirannya menerawang disaat dulu cici merebut Renno darinya, dari hatinya dia takut bila itu terjadi pada william.

"Kamu kenapa sih?" tanya William, dia kesal karna tangannya ditarik tarik gia sampai menjauhi kerumunan.

"Kenapa lama-lama jabat tangan sama dia? Suka sama dia? dia istri orang, ingat!" cerocos Gia.

"Tidak sopan kalau langsung ku tarik tanganku,"

"Kenapa juga itu matanya lirik lirik dia?"

"Astaga, kalau tau kamu akan marah-marah begini mendingan nggak usah datang aja tadi, tidur dirumah lebih enak."

Gia menarik nafasnya frustasi. Harus dia akui bahwa dia cemburu buta pada william. Tidak seharusnya dia marah, dia tahu betul bahwa cici memang wanita genit.

"Sekarang maumu gimana? kita pulang saja ayo!" ajak william.

"Tidak tidak, ada sesuatu yang harus aku bereskan. Ikut aku," titah gia pada william. Dia harus secepatnya menyelidiki hotel ini.

***

"1 kamar single room mbak," ucap gia pada resepsionist hotel.

"Ngapain kita check in?" tanya william.

"Program bayi lah," jawab gia asal.

"Jangan gila kamu," kata William terkejut dengan gia.

"Atas nama siapa ibu?" tanya resepsionis.

"Gianny Nareshwari dan William Delwyn, ini ktp kita," jawab gia langsung memberikan identitas diri sebelum diminta.

"Baik ibu, kamar nomor 405 ya," kata Resepsionis sambil memberikan kartu akses kamar hotel.

"Gia, apa apaan kamu?" bentak william.

"Sudahlah menurut saja," jawab Gia. Dia terus saja berjalan cepat menuju kamar 405 tanpa menghiraukan ucapan william.

Beberapa saat kemudian mereka sampai di kamar 405.

"Mas tunggu dulu disini. Aku masih ada misi di hotel ini," tukas gia yang masih tidak dipahami william.

"Apa maksud kamu? Kenapa kita tidak pulang saja."

"Tadi katanya mau tidur. Aku masih ada kerjaan disini, sebentar saja, nanti kalau sudah selesai, baru kita pulang."

***

Gia berlalu meninggalkan kamar 405. Secepatnya dia harus menyelesaikan misi ini. Mencari tahu motif dari pengirim pesan yang beberapa hari ini didapatinya.

Pencarian gia dimulai dari peta yurisdiksi gedung. Mencari tahu seberapa luas hotel ini, berapa lantai dibangun, dimana saja batas batas tepi bangunan, dan banyak hal lain yang berkaitan dengan geografis gedung.

Setelah memahami geografis gedung, dia pergi ke ruang cctv. Penjagaan yang ketat membuat gia harus membutar otak agar bisa mengakses ruangan itu.

Tampaknya gia salah, ruangan itu ternyata tidak dijaga. Dia langsung masuk saja ke ruang itu. Dia meneliti titik titik dimana saja terdapat cctv. Satu persatu layar monitor perhatikan.

Disetiap gedung di hotel ini ada cctv. Oh tidak, ada satu lantai yang tidak terjangkau cctv. Itu adalah Lantai 9. Gia sudah menelitinya berulang, benar lantai 9 tidak terjangkau cctv.

Fokus utamanya kali ini pada lantai 9. Kenapa dilantai itu tidak ada cctv, sedangkan ada banyak cctv di seluruh lantai?

Unexpected WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang