Chapter - 14

202 24 3
                                    

"Mas."

"Hmm."

"Aku boleh tau tentang seorang wanita bernama laura?" ucapku perlahan.

"Dari mana kamu tau nama itu?"

"Aku menemukan foto di kamar kamu, ada tulisannya laura."

"Dia mamaku," ucapnya cuek.

"Lalu?"

"Dia udah nggak ada."

"Maksudnya?" ucapku memicingkan mata.

"Dia meninggal."

Aku mendengar suaranya bergetar.

"Mas, kamu boleh cerita sama aku." Aku membawa tangan kananku ke punggungnya. Kuusap perlahan untuk menenangkannya.

Dia menatapku tajam.

"Cari topik lain."

"Kenapa?" mata teduhku menatapnya meminta alasan.

"Bukan urusanmu," jawabnya singkat.

"Dia ibu mertuaku, aku ingin tau."

"Buat apa? dia juga sudah nggak ada."

"Mas___" Aku ragu mengatakannya. Ku ambil nafas panjang dan melepasnya, mencari kekuatan.

"Sesungguhnya___ kemarin aku menemukan sebuah makam bertulis laura carlton," ucapku hati hati.

"Dimana?" diluar dugaanku, kupikir dia akan marah dengan ucapanku, tapi jawabannya___ datar, tidak ada emosi.

"Kamu sebenarnya tau kan gi?" manik coklat itu menatapku, "hanya saja kamu pura pura bodoh."

Apa yang ku tangkap, dia menyeringai denganku.

"Apakah aku tidak berhak tau?"

Dia tidak menjawab.

"Aku juga ingin tau, istri macam apa aku, yang tidak tau mertuanya sendiri," ucapku seolah menertawakan mirisnya hidupku, mertua saja aku tidak tau, bodoh bukan.

"Kenapa kamu nggak tanya sama kakek? sebelum kamu menyetujui pernikahan ini, harusnya kamu memastikan asal usulku. Bukankah begitu urutannya?"

"Bodoh," ucapku samar.

"Apa?"

"Bodoh, aku bodoh bukan?" jawabku tajam, biarlah aku berdosa berbicara sarkas dengan suamiku. "Beliau bilang, cucunya ini akan menceritakan kehidupannya kepadaku saat setelah menikah nanti. Beliau bilang, cucunya ini adalah orang yang berhati lembut, jadi aku tidak akan menyesal bila mempercayakan hidupku padanya___ Dan, dengan bodohnya aku mempercayai ucapan itu," lanjutku.

"Atau___." Dia menjeda kalimatnya, membuatku penasaran

"Atau?" ucapku.

"Atau harta?"

"Maksudnya?"

"Kamu tau aku kaya dan melupakan fakta semua kehidupanku."

"Hahahh, kalau begitu percayalah apa yang ingin kamu percayai." Aku berdiri dari dudukku. Nampaknya percuma berbicara dengan william saat ini. Aku terlalu emosi untuk bisa berfikir jenih. "Aku bisa mencari uang sendiri. Setidaknya itu cukup untuk memenuhi kehidupanku," lanjutku.

Aku memutar tubuhku, pandanganku menajam menuju arah mobilku terparkir. Aku lelah berkali kali dituduh hanya memanfaatkan hartanya.

"Dia salah satu korban bom bali, aku tau kamu pasti udah tau ceritanya kan?" ucapnya.

Langkahku terhenti. Dia tidak berbicara keras, namun aku bisa sangat jelas mendengarnya.

"Kamu ingin tau itu?"

Unexpected WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang