Gia bergegas mencari lift menuju lantai 9. Dia memutar mencari tombol angka 9, namun nihil. Seorang roomservice yang melihat Gia kebingungan pun menghampiri gia.
"Mohon maaf ibu, ada yang bisa kami bantu?" tanya roomservice itu dengan ramah.
"Kenapa tombol ini tidak ada angka 9?" tanya gia yang tampak berpikir.
"Lantai 9 dikhususkan untuk pemilik hotel ibu."
"Oh baiklah kalau begitu." Gia pun memencet tombol dimana sang suami berada. Tanpa diduga gia, roomservice itu pun mengikut gia menaiki lift.
"Ibu Gia betul?" tanya roomservice itu melihat pada gia.
Gia yang terkaget karna mendengar namanya disebut pun menoleh.
"Bagaimana anda tahu nama saya?"
"Lantai 9 hanya bisa diakses lewat lift khusus di underground. Ibu tidak bisa masuk kesana, karna ada proteksinya yang begitu kuat. Ini untuk ibu, semoga membantu." Roomservice itu memberikan sebuah amplop coklat pada Gia.
Lift pun terbuka, dan roomservice itu menghilang.
***
Dengan pikiran yang masih dipenuhi banyak tanda tanya, gia mengetuk pintu kamar hotel tempat suaminya berada.
"Kemana aja sih?" sambut william.
"Baru ditinggal sebentar aja udah rindu," goda gia. Nampaknya menggoda william adalah hobi barunya. "Sudah siap belum?" lanjut gia.
"Apa lagi?" tanya william jengkel.
"Aku sih udah siap ya," jawab gia mengerlingkan matanya.
William maju menghampiri gia. Dia mendorong gia mepet pada tembok. Tangan kanannya bersandar pada tembok, sedang jempol tangan kirinya mengusap bibir gia. Matanya tajam menatap gia.
"Beneran udah siap?" tanyanya berbisik tepat di telinga gia.
Hal itu cukup membuat gia merinding. Bulu bulu telinganya seketika berdiri. Kali ini dia yang takut pada william.
"Ka kamu kenapa sih?" tanya gia gagap.
"Katanya mau buat baby?" jawab william.
"Ya....ya....ya kan...."
"Kan apa? ayo kita mulai buat telinganya dulu," ucap williah lirih.
"Aah william," tukas gia berusaha menjauhkan tubuh william.
"Jangan mendesah dong sayang."
"William kamu kenapa sih?" tanya gia geram. Dia masih berusaha mendorong tubuh william.
Seketika william tertawa. Dia merasa lucu melihat ekspresi gia yang ketakutan.
"Hihh, nggak lucu tau," ucap gia.
"Katanya mau buat baby, tapi nyatanya kamu takut," lanjut william masih belum bisa menahan tawanya.
"Bukan begitu, aku belum siap aja." Gia berusaha menyangkal pernyataan william.
"Makanya jangan sok sok an bilang mau buat baby, gitu aja kamu takut," tegas william pada gia. Tujuannya memang membuat gia takut dan tidak terus menerus membicarakan anak.
Mata william menangkap amplop coklat yang dibawa gia.
"Apa itu?" tanya william.
"Ada deh," ucap gia. Dia membuka isi amplop itu tepat di depan william.
Amplop itu berisi sebuah chip selembar kertas berisi kode kode tertentu. Gia mengeluarkan kertas itu dan membacanya. Nihil. Dia tidak mampu untuk menerjemahkan maksud di dalam surat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected Wedding
RomansaSeorang wanita yang terpaksa menjalani ikatan pernikahan dengan lelaki yang tidak pernah ia cintai. Bukan karena perjodohan, bukan pula karena kecelakaan, tapi karena desakan dari orang tua uang menginginkannya untuk menikah. Trauma masa lalu menyeb...