Chapter - 17

214 22 2
                                    

"Mas, weekend ini ada acara nggak?" tanya gia.

"Nggak tau, kayaknya enggak," jawab william.

"Mmm, ada temanku yang menikah weekend ini, bisakah mas menemaiku?" ucap gia yang tampak ragu.

"Siapa temanmu?"

"Renno," jawab gia lirih, namun masih bisa terdengar oleh william.

"Mantan kamu itu," ucap william spontan. Gia langsung heran menatap william. Bagaimana william bisa tau sedangkan dia belum pernah menceritakannya.

"Mas tau?"

"Hmm, lebih tepatnya mantan terindah kan? Kamu nggak mau cerita sesuatu?" tanya william memicing pada gia.

"Apa yang mau mas tau?" ucap gia. Dia sudah berkomitmen akan menceritakan apapun pada william. Meskipun selama ini dia terlalu sulit untuk menceritakan kisah asmaranya, namun dia akan berusaha untuk william. Gia mau pernikahannya berhasil.

"Masih cinta sama dia?"

"Enggak," ucap gia menggeleng. "Semenjak menikah sama mas, nggak pernah sedikitpun aku mikirin dia. Rasanya seluruh perhatianku habis buat mas," lanjut gia yang terdengar seperti menggombal, padahal itu lah kenyataannya. William dengan segala kelakuannya sudah cukup membuat gia sakit kepala setiap harinya.

"Renno itu pacar pertamaku. Hampir dua tahun kita pacaran. Sebenarnya dari awal kita pacaran, aku tau dia masih mencintai mantannya yang model itu, tapi aku mengabaikannya. Karna aku tau orangtuanya tidak setuju dia dekat dengan model itu. Tapi di suatu ketika, dia selingkuh. Dia sering berbohong, dan aku tau selingkuhannya itu adalah mantannya. Ternyata selama hampir dua tahun menjalin hubungan denganku itu dia juga berhubungan dengan mantannya. Mas tau lah susahnya melupakan mantan pertama, apalagi ini kedua keluarga sudah saling mengenal. Keluarganya pun sudah datang ke keluargaku untuk memintaku. Aku dekat dengan keluarganya begitu pula dia dengan keluargaku. Bahkan tetanggaku pun tau dia."

"Jadi setelah itu, kamu tidak menjalin dengan orang lain lagi?"

Gia mengangguk, "aku malu mas, dia yang selama ini aku bawa kemana-mana, dengan lantangnya aku bilang kalau dia calon suamiku, kita akan menikah tahun ini, tapi ternyata dia menghianatiku." Gia menatap william sendu.

"Itu yang bikin kamu menerima lamaran kakek?"

"Iya, aku udah nggak mikir lagi lah gimana perasaanku, yang penting aku menikah."

"Nekat kamu," komentar william.

"Enggak lah, nekat itu kalau aku menikahnya dengan suami orang atau lelaki yang nggak jelas asal usulnya. Nah kenyataannya kan aku menikah sama orang ganteng ini, bisalah untuk memperbaiki keturunan," kerling gia pada william.

William pun menyunggingkan senyumnya mendengar penuturan gia.

"Sekarang gantian mas dong, daritadi aku terus," protes gia.

"Gantian apa?"

"Ya cerita, kenapa mas nggak nikah nikah sampe kakek yang cariin mas istri?"

"Males, buat apa nikah?" tanya william yang terdengar seperti pernyataan. "Mommy dan Daddy menikah, mereka saling mencintai tapi akhirnya mereka saling menyakiti, Kakek dan Nenek yang katanya saling mencintai tapi akhirnya mereka juga bercerai. Jadi buat apa menikah?"

Pandangan gia meredup. Dia merasa hanya dia yang berusaha mempertahankan pernikahan ini. Nyatanya william masih sulit menerima sebuah pernikahan.

"Aku nggak mau pisah sama mas," tutur gia lantang.

"Satu tahun gi, siap nggak siap kita___"

"Nggak mau, bagaimanapun caranya pernikahan kita harus berhasil. Tidak pernahkah mas mikirin aku? Kenapa mas egois sekali. Bahkan kita belum punya anak, tapi mas sudah mikirin caranya kita berpisah." Gia tidak peduli lagi ucapannya yang tidak sopan pada sang suami. Dia sakit hati mendengar penuturan william.

"Memangnya kamu mau punya anak? Yakin nggak bakalan repot? Paling juga ntar kalau punya anak, kamu tinggal sama babysitter," ucap William sarkas.

"Kamu mau aku resign dari kerjaanku?" tanya gia serius pada william.

"Aku nggak bilang gitu, terserah kamu mau kerja atau tidak, itukan hidup kamu, kamu yang menjalani."

"Aku ada rencana pensiun dini sih, makanya aku kumpulin uangku selama ini, aku beliin saham dan beberapa usaha," tukas gia menerawang.

"Kamu punya usaha?"

Gia mengangguk mantap.

"Buat jaga jaga saja kalau misalnya suatu saat suamiku mengungkit aku yang bisanya cuma habisin uang."

William menatap heran. Nyatanya sebegitu tertatanya kehidupan gia, dia bahkan mempersiapkan semua yang belum terjadi kedepannya. Apakah selama ini dia salah menilai gia?

"Sampe segitunya kamu siapkan semua itu?"

"Iyalah, aku nggak mau anakku nanti kekurangan kasih sayang ibunya, dan aku juga nggak mau suamiku merendahkanku karna aku nggak bisa cari uang," jawab gia mantap.

"Eh tunggu____," ucap gia menggantung. Dia menatap lekat manik biru milik william. "Apakah mas mulai tertarik denganku? Mas nggak salah menikahi aku, aku memang semengagumkan itu," lanjut gia dengan begitu percaya dirinya.

"Jangan sok tau." William mulai jengah menghadapi tingkah absurd gia.

"Jadi kapan kita program baby? Ahh, aku udah pengen ngerasain hamil."

"Nanti kalau suami kamu udah bukan aku lagi," teriak william pada gia sambil berlalu pergi. Dia merasa obrolannya sudah mulai berat. Dia saja masih susah mendefinisikan rasa untuk gia, kok mau progran bayi?

Namun, seperginya william, gia justru tertawa puas melihat respon william.

Sampe akhirnya tawanya terhenti karna sebuah pesan.

From: 081999******
Jangan lupakan misimu, bertindaklah dengan cepat!

Unexpected WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang