Chapter - 4

230 25 2
                                        

Gia menyerah, dia harus pulang, meskipun ada beberapa pekerjaan yang belum dia selesaikan hari ini. Waktu bekerja sudah selesai dari sejam yang lalu, tapi dia masih saja terus melanjutkan pekerjaan. Kalau saja tidak ada janji bertemu dengan kakek tua bernama george yang dia temui beberapa saat lalu, mungkin saja gia masih akan terus melanjutkan pekerjaannya.

"Huft, lanjut besok aja ya, aku harus ketemu seseorang," katanya bermonolog pada dirinya sendiri.

Scooter matic andalannya segera ia nyalakan dan melajulah membelah jalanan bali. Jalan memang macet, tapi tidak berlaku bagi gia, motornya dengan gesit meliuk memilih jalanan yang bebas hambatan.

Mandi pakai sabun wangi. dress dengan lengan warna maroon menjadi pilihannya. Semprot minyak wangi, ambil brush kasih bedak tabur lalu sapukan di wajah, poles lipstik dikit, jadi deh.

Tidak perlu make up banyak banyak, semakin natural maka akan semakin bagus. Gia tidak ingin lelaki yang akan ditemuinya akan menilainya dari parasnya saja. Bukanya kecantikan sesungguhnya seseorang itu ada di hati? Kata siapa__ gia sok tau! Tapi kata pujangga sih demikian.

Gia berangkat menggunakan taksi online. Kenapa tidak naik scooter matic kebanggaan? Karena gia takut kedinginan. Dia tidak pernah keluar malam menggunakan dress. Angin laut di bali kencang sekali jikalau malam hari dan gia adalah salah seorang yang tidak tahan dingin.

Alasan lainnya adalah, supaya dandanannya tidak berantakan, yaa meskipun dia cuma dandan alakadarnya. Tapi kan angin punya potensi besar untuk mengacaukan penampilan.

***

"Ada yang bisa saya bantu nona?" dengan sopan seorang pelayan menanyakan kepada pelanggannya.

"Meja atas nama george"

"Baiklah, mari ikut saya." Gia mengekor pelayan tersebut.
_______

"Dimana wanita itu, kenapa lama sekali, jam tujuh lewat ini."

"Sabar william, dia pasti datang, mungkin saja jalanan sedang ramai."

"Aku nggak boleh telat, tapibkenapa dia telat?" ucapan sebal william sangat ketara.

"Permisi, selamat malam." Seorang wanita menghampiri william dan george. Dengan otomatis mengakhiri perdebatan mereka.

"Gia, silahan duduk." George berdiri dan mempersilahkan duduk di sebelahnya dan disebelah william.

"Terimakasih kakek, maafkan saya terlambat."

"Ohh tidak, kami juga baru datang, gia mau pesen apa?"

"Disamakan saja dengan pesanan kakek."

"Gia perkenalkan ini cucu kakek william, william ini gia, wanita yang akan menjadi calon istrimu." Gia dan william berpandangan, keduanya saling melepas senyum dari bibir.

"Gia ini adalah jaksa william, dia wanita mandiri pilihan kakek. Dia baik hati, kakek harap gia mampu mengubahmu, menjagamu, dan mengurusmu. Maklum gia, selama ini william hanya sama kakek, tidak ada wanita diantara kami, jadi maafkanlah kalau kita ini kurang bisa memperlakukan wanita seperti kamu dengan baik," ucap kakek antusias, bibirnya seakan tidak bisa berhenti. Senyum juga tidak pernah lepas ditampakkannya.

"Saya pikir saya tidak sebaik itu, kakek saja yang suka melebihkan___" Gia mencondongkan wajahnya ke arah kakek, mengangkat tangannya, dan berbisik pelan, namun masih bisa didengar kakek dan william, "Asal kakek tau, ini adalah jamuan teristimewa yang pernah saya dapatkan," lanjut gia.

Suasana dipenuhi tawa gia dan kakek, lantas bagaimana ekspresi william? Dia menyunggingkan senyumnya, oh tunggu itu bukan senyum tulus, itu lebih kepada senyum palsu atau bisa juga senyum seringai, nampak seperti seseorang yang terjebak dalam situasi membosankan. Dia tidak nyaman dengan keberadaan gia di sana. 

Unexpected WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang