"Sialan!" Hilmi mengumpat di tengah perjalanan. Senter yang dibawanya tiba-tiba padam. Raul menoleh ke arahnya.
"Kenapa?" tanya Raul.
"Senternya mati, Ul!"
Raul berdecak. "Iya gue tau senternya mati, tapi kenapa?"
"Gue lupa nge-charge semalem."
Raul menghela napasnya. "Pake senter yang gue kasih tadi."
Hilmi baru ingat tadi Raul memberinya senter. Cowok itu nyengir lantas meraba-raba saku jaket dan celananya. Mulanya senyumnya melebar, namun perlahan senyum itu memudar. Hilmi tidak menemukan apa pun baik di saku jaket atau celananya.
Hilmi mendongak dengan wajah panik. "Senter lo ilang, Ul!"
"Kok, bisa?"
"Ya mana gue tau! Gue udah masukin tadi ke saku!"
"Lo yakin senternya udah masuk ke saku? Nggak jatuh?"
Pergerakan Hilmi dalam meraba-raba jaketnya terhenti. "Gue nggak tau kalo itu."
Raul mendesah berat. Sudah gelap, senter Hilmi kehabisan dayanya, dan kini cowok itu menghilangkan satu-satunya harapan yang mereka miliki. Mau tidak mau mereka harus melanjutkan perjalanan tanpa penerangan sedikit pun.
"Raul ... "
Raul menunduk. Cowok itu yakin sekali telinganya tidak mempunyai masalah pendengaran. Aruni baru saja meracau dan menyebut namanya. Entah gadis itu melakukannya dalam keadaan sadar atau tidak, tetapi hal tersebut sanggup membuat sebuah senyum terbit di wajah Raul. Itu berarti Aruni masih berada di sana.
"Run?" Raul mencoba menggoyangkan tubuh Aruni. Siapa tahu gadis itu terbangun dan sadar. Dalam keadaan gelap Raul tidak bisa melihat wajah Aruni dengan jelas. Gadis itu kembali diam.
"Kenapa, Ul?" tanya Hilmi.
"Aruni barusan nyebut nama gue."
"Serius?"
"Hm, tapi gue nggak tau dia ngelakuin itu dalam keadaan sadar atau nggak," Raul sekali lagi menghela napasnya. "Lo jangan jauh-jauh dari gue. Kalo lo ilang nggak bakal ada yang nyariin."
Hilmi tertawa seketika. "Iye dah, he'em, gue iyain aja dulu. Kalo gue yang ilang nggak bakal dicariin, tapi kalo Aruni yang ilang langsung gas, ya, Ul?"
Raul berdecak sinis. "Sinting lo!"
"Dih, ngatain gue sinting lagi!" Hilmi kembali tertawa. "Kalo sampe lo beneran naksir sama Aruni, Ul, gue bakal jadi orang pertama yang ngetawain lo paling keras!"
🐱🐱🐱
Kembalinya Raul dan Hilmi dengan membawa Aruni dalam keadaan tak sadarkan diri sukses membuat area perkemahan kembali heboh. Ayu, Prima, dan Lia menghampiri keduanya dan langsung menyerang mereka dengan berbagai pertanyaan. Namun, anggota OMIA lebih dulu meminta Raul untuk segera membawa Aruni ke tenda medis. Ayu, Prima, dan Lia pun mau tak mau mengalah dan menekan segala rasa penasaran mereka karena kondisi Aruni saat ini adalah prioritas.
Raul masuk ke tenda medis dan menidurkan Aruni di atas tandu yang tergeletak di tanah. Tim medis ABB yang sejak awal ikut kegiatan untuk berjaga-jaga apabila kondisi seperti ini terjadi pun langsung mengambil tindakan. Raul dan Hilmi diminta untuk menunggu di luar.
Namun, sebelum Raul benar-benar keluar, cowok itu tak sengaja mengkap adanya hal ganjil pada leher Aruni. Sebuah benjolan timbul pada permukaan kulit di bawah telinganya. Raul baru menyadarinya karena selama ini Aruni selalu menutupi lehernya dengan syal atau pakaian turtleneck. Raul pernah melihat benjolan serupa dari sebuah buku tentang kesehatan yang pernah ia baca. Dan setelah sekali lagi melihat letak benjolannya, Raul terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABBLS | #2 BUKTI COWOK DINGIN PUNYA HATI ✔
Fanfiction⚠ SERIOUS WARNING : KEPADA PARA PLAGIATHOR, PENGANUT BIM, ORANG KUKER YANG BISANYA NGEJULID DOANG, DAN OKNUM 'BOCIL' YANG NGGAK BISA BEDAIN MANA FIKSI MANA REALITA, DILARANG KERAS UNTUK MENDEKAT! • Raul Purpale Prasetya tidak pernah suka dengan car...