First of all aku mau ngasih apresiasi setinggi²nya buat diri aku karena bisa bertahan sampai detik ini.
Selama ±3 bulan terakhir, dari September sampe November kemarin, ada banyakkkk bgt hal besar yg terjadi di hidupnya aku. Bisa dibilang, ini jadi titik balik terbesarku setelah masa pandemi Covid-19. Perasaan bahagia aku dapetin di awalan, dan waktu itu aku ngerasa jadi anak paling bahagia di dunia ini. Tapi layaknya 'hitam' sama 'putih' yang jalannya selalu beriringan, perasaan sedih dan kecewa itu akhirnya nyusul nggak lama kemudian.
Aku down, of course, tapi aku berusaha ngalihin rasa sakit itu dengan menyibukkan diri lewat banyak kegiatan. Awalnya taktik ini bekerja sih, tapi dasar nasib, tubuhku gk bisa diboongin lagi setelah itu. Kesehatanku ngedrop sengedrop-ngedropnya. Dan, yeah ... Desember pun aku lewatin dengan full bed rest di rumah :)
And know I'm comeback. Aku bakal berusaha nyelesein apa yang udah aku mulai. Tapi sebelum itu, aku butuh waktu buat ngembaliin gairah fangirlingku biar feel semua cerita ABBLS The Series gk ilang. Pelan² gapapa yaa?
Terima kasih banyak untuk semua dukungan kalian dan maaf yang sebesar-besarnya buat ±3 bulan terakhir yang berlalu tanpa update sama sekali 🙏💚
HAPPY READING!
•Jam practice yang menjadi kelas terakhir di semua departemen yang ada di ABB akhirnya selesai. Raul turun dari panggung paduan suara dan segera meraih botol minumnya. Diteguknya air dalam botol tersebut hingga tandas. Dua jam terakhir dirinya dan anak I-M1 yang lain berlatih choir tanpa henti. Rasanya pita suaranya seperti mau putus.
"Lo ke mana abis ini, Ul?" tanya Hilmi yang baru saja menelan beberapa teguk air mineral.
"Perpustakaan Sentral," jawab Raul seadanya.
Dahi Hilmi berkerut. "Tumben? Biasanya juga langsung balik rumah."
"Kalo udah tau ngapain nanya?"
Hilmi nyengir. "Gue basa-basi elah, Ul. Serius amat idup lo."
"Basa-basi lo itu udah basi."
"Widihhhh takut banget sama Raul," ujar Hilmi meledek dengan intonasi yang dibuat-buat seolah dirinya ketakutan.
Raul mendengkus. Cowok itu tak mempedulikan Hilmi lagi. Ia mengemasi barangnya, memastikan tidak ada yang ketinggalan, bersiap meluncur ke gedung Balai Besar Akademi Budaya Baru.
"Lo ke parkiran, kan, Ul?" tanya Hilmi memastikan setelah mengemasi barang-barangnya.
"Perpustakaan Sentral."
"Lah lo bilang tadi langsung balik?"
"Perpus dulu, baru balik."
"Ngapain?"
"Nyari buku tips and trick musnahin manusia minus akhlak kayak lo."
Tawa Hilmi pecah seketika. "Ah, elah gue serius, nih!"
"Balik sana! Gue ada urusan."
Setelah itu Raul balik kanan dan meninggalkan Hilmi yang terus memanggilnya dari belakang.
Raul menyusuri lorong panjang Departemen Musik. Cowok itu mengenakan coat abu-abunya seraya melangkah. Ia tidak peduli dengan keramaian di sekitarnya. Hingga tiba-tiba ponselnya yang ada di saku celana bergetar singkat. Ada satu pesan masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABBLS | #2 BUKTI COWOK DINGIN PUNYA HATI ✔
Fanfiction⚠ SERIOUS WARNING : KEPADA PARA PLAGIATHOR, PENGANUT BIM, ORANG KUKER YANG BISANYA NGEJULID DOANG, DAN OKNUM 'BOCIL' YANG NGGAK BISA BEDAIN MANA FIKSI MANA REALITA, DILARANG KERAS UNTUK MENDEKAT! • Raul Purpale Prasetya tidak pernah suka dengan car...