"Lo nggak perlu ngerasa takut. I'm here, right beside you."
Tolong jangan tanyakan bagaimana reaksi Aruni selanjutnya. Detik itu juga senyum sumringah terbit di wajah Aruni. Gadis itu menunduk lantas tertawa kecil, seolah sedang menertawai kebodohannya. Tangannya bergerak untuk menyampirkan anak rambutnya ke belakang telinga. Pipinya terasa panas dan perutnya seperti ditekan ke dalam. Ada gejolak menggelikan yang ia rasakan di sana. Aruni salah tingkah.
Raul mengulum bibirnya guna menahan sebuah senyum agar tidak terbit. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal, meringis kecil, merasa malu dengan apa yang baru saja ia katakan. Lebih tepatnya, Raul tidak tahu apa yang tengah terjadi padanya.
"Raul ... "
"Hm?"
"Makasih banyak."
"Ck, makasih mulu lo!"
Awalnya semua baik-baik saja. Aruni masih mempertahankan senyumnya untuk Raul. Hingga tiba-tiba, penglihatannya mengabur, tenaganya seperti terkuras habis seketika. Aruni tumbang. Kepala gadis itu nyaris menghantam meja kecil yang ada di samping tandunya andai saja Raul tidak sigap menahan tubuhnya.
"Run? Aruni?" Raul bertanya panik sambil menepuk-nepuk pipi Aruni.
Saat itu juga Raul baru menyadari kalau wajah Aruni sudah seputih kertas. Ada benda cair yang membasahi tangan Raul. Merah dan berbau seperti besi. Raul terbelalak melihat tangannya yang dilumuri darah. Raul menunduk. Cowok itu kelewat terkejut saat melihat baju Aruni telah sempurna memerah terutama di bagian perutnya.
"Lo gila, hah?! Kenapa lo nggak bilang kalo punya luka?!" Raul berseru pada Aruni yang kini memejamkan matanya. Gadis itu telah kehilangan banyak darah. Kesadarannya sudah habis dan Aruni sangat membutuhkan pertolongan sekarang.
Raul berseru keras, berharap ada seseorang di luar yang mendengarnya dan datang membantu. Tak lama kemudian tim medis pun datang. Raul segera menyampaikan apa yang terjadi dan meminta mereka untuk segera melakukan tindakan pada Aruni.
"Anak ini mengalami pendarahan hebat. Ada luka tusuk di perutnya," ujar salah satu anggota medis.
Ayu, Prima, dan Lia datang. Dengan panik ketiganya bertanya pada Raul apa yang sebenarnya terjadi. Raul pun menjelaskannya dengan cepat.
"LUKA TUSUK?!" Ayu berseru heboh.
"Yu, lo hebohnya nantian aja! Sekarang lo bertiga tau nggak di mana Asta?" kata Raul.
"Asta lagi sama anak Degaf yang lainnya di luar," jawab Lia mewakili.
"Lia, gue boleh minta tolong? Tolong panggilan Asta ke sini sekarang!" pinta Raul. Lia pun mengangguk menyanggupi.
"Gue bakal ke tenda OMIA buat minta tambahan perban," ujar Prima sebelum akhirnya hilang di balik tirai tenda.
Raul benar-benar panik sekarang. Tadi Aruni masih tertawa bersamanya, masih tersenyum untuknya. Lantas tiba-tiba semuanya berubah dalam hitungan detik tepat setelah Aruni kehilangan kesadaran. Dada Raul bergemuruh. Keringat dingin tanpa sadar membanjiri tubuhnya. Ini sudah lebih dari lima jam sejak Raul menemukan Aruni. Tim medis memutuskan untuk membawa Aruni ke rumah sakit terdekat. Luka tusuk Aruni harus segera mendapat penanganan atau kemungkinan terburuk akan terjadi jika dibiarkan terlalu lama.
Prima kembali ke tenda bersamaan dengan kedatangan Asta dan anak-anak Degaf lainnya. Prima menyerahkan perban yang ia bawa pada tim medis. Sementara Asta, seperti yang dapat kalian tebak, cowok itu panik bukan main melihat saudara kembarnya tak sadarkan diri dengan luka tusuk di bagian perut yang terus mengeluarkan darah.
Tandu Aruni diangkat untuk dibawa keluar. Hal tersebut bertepatan dengan kedatangan anak-anak OMIA. Mereka tidak sempat bertanya karena tim medis memprioritaskan Aruni. Mobil ambulans telah menunggu di luar area hutan.
Raul dan Asta membantu tim medis menggotong tandu Aruni. Sementara anak Degaf lainnya bersama anak-anak OMIA membentuk deretan panjang dengan saling bergandengan di sisi kanan dan kiri tandu, membentuk sebuah benteng, menahan para mahasiswa yang penasaran dengan apa yang terjadi. Sedangkan Ayu, Prima, dan Lia memimpin di depan dan berseru-seru agar rombongan mereka diberi jalan.
Aruni akhirnya masuk ke dalam ambulans. Asta ikutserta bersama Hilmi, Ayu, dan Prima. Sisanya tetap stay di lokasi. Area perkemahan dilanda hening selama satu menit untuk melepas kepergian ambulans dari kawasan hutan pinus.
Raul menarik napas dalam-dalam.
Ya Tuhan, semoga gadis itu baik-baik saja.
🐱🐱🐱
Event #AkuCintaBumiku dibubarkan secara dramatis. Kejadian beruntun mulai dari kelompok Aruni yang dijebak, hilangnya Aruni dan Maudy semalam, dan Aruni yang harus dilarikan ke rumah sakit akibat luka tusuk telah memukul banyak peserta. Baik dari pihak OMIA maupun para maba telah sepakat untuk membubarkan kegiatan sebelum kejadian yang tak inginkan kembali terjadi dan memakan korban yang lebih banyak nantinya.
Anak-anak Degaf akan pulang secara terpisah dari rombongan. Mereka akan pergi ke rumah sakit tempat Aruni dilarikan. Bermodalkan sewa mobil dadakan di objek wisata terdekat, mereka segera meluncur. Atmosfer tegang, cemas, khawatir, dan berbagai macam jenis perasaan gundah gulana lainnya menyelimuti mobil yang membawa mereka. Tak ada satu pun yang berani membuka suara hingga tiba di rumah sakit.
Muda-mudi itu berlarian di lorong rumah sakit. Raul yang memimpin di depan. Dalam kondisi masih membawa ransel dan segala perbekalan kemah, sudah tak terhitung berapa kali mereka menabrak orang-orang di sepanjang lorong. Mereka bahkan sempat kena tegur oleh salah satu perawat.
Mereka akhirnya menemui Asta, Hilmi, Ayu, dan Prima. Mereka berempat berjalan mondar-mandir di depan sebuah ruangan. Raul mendongak untuk membaca tulisan yang terdapat di atas pintu ruangan yang tertutup. Ruang operasi.
"Aruni dioperasi?"
Raul bisa mendengar bisik-bisik Lia pada Prima.
Prima mengangguk dan balas berbisik, "Aruni kehilangan dua setengah liter darah. Nyaris tiga liter malah."
"Kalian udah tau Aruni ketusuk apa?"
"Kemungkinan besarnya ketusuk ranting pohon yang tajem. Dokter nemuin serpihan ranting di dalem lukanya Aruni soalnya."
Raul seketika lemas mendengarnya. Aruni menahan rasa sakitnya selama berjam-jam? Itu gila. Membayangkan ada serpihan ranting di suatu luka saja sudah membuatnya meringis. Dan Aruni masih bisa tertawa bersamanya tadi di saat tubuhnya sendiri tengah terluka.
Raul melangkah maju perlahan. Cowok itu berdiri tepat di sebelah Asta. Keduanya menatap ke dalam ruangan melalui kaca film yang memberikan efek kabur pada pintu kaca ruang operasi. Meskipun kabur, bayangan orang-orang yang tengah bekerja menyelamatkan Aruni di dalamnya masih dapat ditangkap oleh penglihatan.
Raul susah payah menelan salivanya.
Lo harusnya sembuh dulu, Run, sebelum bilang makasih ke gue.
BUKTI COWOK DINGIN PUNYA HATI
Makasih banyak ya udah luangin waktunya buat mampir. Apapun yang kalian tinggalkan di sini, itu semua berarti banget buat aku :D Kecuali kalo yang kalian tinggalkan itu mengandung konotasi buruk.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
ABBLS | #2 BUKTI COWOK DINGIN PUNYA HATI ✔
Fanfiction⚠ SERIOUS WARNING : KEPADA PARA PLAGIATHOR, PENGANUT BIM, ORANG KUKER YANG BISANYA NGEJULID DOANG, DAN OKNUM 'BOCIL' YANG NGGAK BISA BEDAIN MANA FIKSI MANA REALITA, DILARANG KERAS UNTUK MENDEKAT! • Raul Purpale Prasetya tidak pernah suka dengan car...