"Asta, anterin gue, dong!"
"Ke mana?"
"Main ke rumah Raul."
Detik itu juga Asta yang tengah memakan snack sambil menonton serial kartun di TV langsung tersedak dibuatnya. Cowok itu mendongak untuk menatap jam dinding. Ini bahkan belum genap pukul tujuh pagi.
"Eh, Run, lo itu masih tahap pemulihan pascaoperasi. Nurut dikit kenapa, sih? Gue sama Papa cuma minta lo istirahat aja di rumah. Terserah dah mau ngapain yang penting di rumah aja!" ujar Asta yang secara tidak langsung mengatakan bahwa ia melarang Aruni untuk bepergian.
Mendengar hal itu Aruni jadi cemberut. "Tapi gue pengen ketemu Raul!"
"Besok, kan, bisa di kampus. Lagian ini hari Minggu. Weekend gini Raul juga pasti maunya istirahat."
"TAPI KALO DI KAMPUS RAUL SELALU NGILANGGGG!" seru Aruni dengan nada merengek.
"ARGHHHH!" Asta berseru frustrasi. "Sekarang gue tanya, deh, ya. Lo kalo udah ke rumah Raul, di sana mau ngapain emang, hm?"
"Ngapelin dia."
Asta melotot. "HEH! Sembarangan mulut lo!"
"Ya, kan, gue benerrrr!"
"Lo cewek sableng! Harusnya lo yang diapelin, bukan lo yang ngapelin! Lagian siapa lo mau ngapelin dia, hah?!"
Aruni hendak membalas lagi ketika baru menyadari kalimat Asta barusan sukses membuatnya terkena skakmat.
"Ini ada apa, sih, anak Papa pagi-pagi udah ribut?"
Suara berat itu menginterupsi dari kamar utama yang berada tidak jauh dari letak ruang keluarga.
"Itu, Pa, Aruni ngeyel mau main! Udah dibilangin suruh istirahat aja di rumah. Dasar bandel!" Asta mengadu pada papanya. Cowok itu tidak peduli dengan tatapan Aruni yang menghunusnya dalam diam. Biarlah jika kembarannya itu mengecapnya sebagai tukang ngadu. Asta seperti ini karena ia peduli dengan kesehatan Aruni.
Melihat Si Kembar yang tampaknya tengah melangsungkan perang dunia, Rudi hanya bisa terkekeh geli. Kedua anaknya ini sudah jadi mahasiswa, tapi kelakuannya masih saja seperti anak kecil. Rudi pun merangkul Asta dan Aruni kemudian mendudukkan mereka bersebelahan di atas sofa ruang keluarga. Rudi sempat melihat Si Kembar saling melemparkan tatapan sinis sebelum akhirnya dirinya duduk di hadapan mereka.
"Sekarang Papa tanya dulu sama Aruni," Rudi menatap anak gadisnya. "Memang kamu ada rencana main ke mana? Ini hari Minggu, lho. Orang-orang pengen cepet ketemu hari Minggu biar bisa istirahat. Ini kamu malah ketemu hari Minggu dipake buat keluar."
"NAH! Ini, nih, Pa! Aruni emang aneh! Orang di luar sana pengen cepet-cepet Minggu biar bisa istirahat. Ini anak hari Minggu malah dipake buat keluyuran!" sahut Asta.
Dasar tukang kompor, batin Aruni mencibir.
"Ih, Pa, tapi yang ini beda tau!" Aruni sempat melayangkan tatapan nyalangnya pada Asta seolah ingin membunuhnya hidup-hidup. "Aruni, tuh, mau ketemu sama Raul, Pa!"
"Raul siapa?" tanya Rudi tidak mengerti.
"Calon mantu Papa."
Uhuk Uhuk Uhuk
Kali ini bukan hanya Asta yang terkejut, melainkan juga dengan papa mereka, Rudi. Pria paruh baya itu tersedak salivanya sendiri setelah mendengar jawaban Aruni kemudian terbatuk-batuk. Sedangkan Asta mendengkus kasar.
"Liat, kan, Pa? Anak Papa yang satu ini kalo disuruh halu emang juaranya!" kata Asta sarkas karena tidak tahu lagi harus bersikap bagaimana untuk menghadapi Aruni.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABBLS | #2 BUKTI COWOK DINGIN PUNYA HATI ✔
Fanfiction⚠ SERIOUS WARNING : KEPADA PARA PLAGIATHOR, PENGANUT BIM, ORANG KUKER YANG BISANYA NGEJULID DOANG, DAN OKNUM 'BOCIL' YANG NGGAK BISA BEDAIN MANA FIKSI MANA REALITA, DILARANG KERAS UNTUK MENDEKAT! • Raul Purpale Prasetya tidak pernah suka dengan car...