» 6 • Hello, Mr. Cat

184 28 11
                                    

"Juna!"

Raul memanggil Juna sebelum cowok itu naik ke atas motornya untuk pulang. Sedangkan Hilmi dan Javier sudah ada di atas motor mereka. Ayu membonceng Hilmi karena rumah keduanya berdekatan.

"Kenapa, Ul?" tanya Juna sambil mengaitkan kaitan helm fullface-nya.

"Gue nanti boleh minta selebaran terbaru dari ABB?"

Juna mengerjapkan matanya selama beberapa detik, memastikan telinganya tidak salah dengar, tapi sepertinya memang tidak.

"Lo mau nyoba ABB?" tanya Juna dengan berbisik supaya yang lain tidak dapat mendengar.

Raul hanya tersenyum tipis, sangat tipis, tapi Juna masih dapat melihatnya.

Juna tertawa pelan. "Oke. Nanti gue mintain ke orang marketing. Mau bentuk fisik apa gue kirim dalam bentuk digital file?"

"Digital file aja."

"Oke."

"HEH! Lo berdua apaan dah pake bisik-bisik? Kata Nenek gue kalo bisik-bisik orang yang ketiganya itu setan!" seloroh Hilmi.

"Ya berarti kita setannya dodol!" sahut Ayu.

"Oh, iya juga, ya?"

Javier mengerang rendah. Mimpi apa ia semalam hingga ditakdirkan memiliki teman sejenis Hilmi ini. Apakah ia pernah berbuat kesalahan fatal di kehidupan sebelumnya? Javier jadi bertanya-tanya sendiri.

"Thanks, Jun," ucap Raul.

"Yoi, Bro. Kayak sama siap aja lo!" Juna terkekeh pelan dari balik helmnya.

Setelah itu Juna, Hilmi, Ayu, dan Javier pun pamit. Sekarang pukul empat sore. Tadi mereka tidak sengaja tertidur di ruang tengah rumah Raul karena kelelahan setelah bermain seharian. Mereka baru bangun pukul tiga sore, itu pun karena dibangunkan oleh Ayu yang tidak sengaja terbangun.

Satu persatu motor mereka melewati gerbang besar rumah Raul. Ayu yang dibonceng Hilmi menyempatkan diri untuk menoleh ke belakang. Gadis itu melambaikan tangannya. Raul membalasnya, meskipun gerakan lambaian tangannya terkesan kaku.

Dan rumahnya kembali menjadi sepi.

🐱🐱🐱

Sebenarnya Raul tidak terlalu yakin. Melanjutkan pendidikan di ABB? Itu sama sekali tak pernah ada dalam daftar panjang keinginannya. Raul juga tidak tahu banyak tentang kampus itu, selain fakta bahwa ABB adalah milik keluarga sahabatnya, Juna.

Raul tengah membaca selebaran yang Juna kirimkan dalam bentuk file PDF lewat laptopnya. Lumayan. Itu adalah kesan pertama Raul ketika membacanya. Orang-orang yang bekerja di bagian marketing menciptakan selebaran ini dengan sangat bagus. Isinya berbobot, tidak bertele-tele, dan dilengkapi dengan gambar-gambar menarik.

Ponselnya tiba-tiba berdering. Raul melirik. Ada nama Juna tertera di layarnya sebagai Si Penelpon. Raul pun mengangkat panggilannya.

"Hm?"

"Gue mau ngasih saran."

"Apa?"

"Lo kalo emang serius mau ke ABB, daftar lewat jalur prestasi aja."

"Oke. Gue daftar pake piagam olimpiade gue."

Terdengar tawa Juna di seberang sana. "Ya nggak gitu juga maksude gue."

"Terus?"

ABBLS | #2 BUKTI COWOK DINGIN PUNYA HATI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang