"Lo yakin bisa sendiri?" tanya Aruni memastikan sebelum dirinya naik ke atas motor Hilmi.
Raul mengangguk.
"Percaya sama Raul, Run," ujar Hilmi dari atas motornya. "Kalo dia bilang bisa, berarti bisa."
Aruni menghela napasnya. "Gue pulang dulu, ya, Ul?"
"Iya," Raul mengusap pelan puncak kepala Aruni kemudian menoleh ke Hilmi. "Ati-ati lo di jalan," lanjutnya mewanti-wanti.
"Santai. Tuan Putri lo bakal sampe rumah dengan selamat sama gue." Hilmi mengerlingkan matanya genit. Raul berdecih, tetapi kemudian mengangguk dengan senyum tipis.
Hilmi dan Aruni melambaikan tangan mereka untuk terakhir kalinya. Si Manis Matcha, motor Astrea modif milik Hilmi pun melaju meninggalkan pekarangan rumah Raul. Selepas keberadaan mereka tak sanggup lagi ditangkap oleh penglihatan Raul, cowok itu pun balik kanan menghadap bangunan rumahnya.
Raul menarik napas dalam-dalam. Sudah saatnya Raul menyelesaikan semua ini.
Raul menemukan Wenda di ruang tengah sedang menonton televisi. Tangannya bergerak mengganti chanel dengan remote, berusaha mencari siaran yang sekiranya bisa ia jadikan hiburan untuk sesaat. Raul sekali lagi menarik napas dalam. Cowok itu pun melangkah mendekati Wenda setelah mengepalkan tangannya untuk memantapkan hati.
"Tante."
"Astaghfirullah!" Wenda berjengit kaget. "Aduh, Raul! Tante kirain apaan tadi tiba-tiba muncul!" ujarnya sambil menertawai dirinya sendiri.
Raul duduk di samping Wenda. "Maaf."
"Nggak pa-pa," Wenda nyengir. "Tante aja yang emang kagetan orangnya."
Raul menggeleng. "Raul minta maaf, tapi bukan buat ini."
"Maksudnya?"
Raul mengeluarkan surat wasit Melina dari dalam saku celananya. Dan seperti yang Raul duga, kedua bola mata Wenda kini melotot, kentara sekali ia tidak menyangka surat itu kini ada di tangan Raul.
"Raul nggak sengaja nemu ini di meja rias Tante tadi malem," Raul lebih dulu menjelaskan. "Awalnya Raul cuma mau minjem pulpen Ayah buat nugas karena stok pulpen Raul sama Navya habis. Dan, yeah ... Raul nemu ini. Maaf, Tante, karena udah lancang ngambil surat ini tanpa bilang dulu."
Wenda sebenarnya masih terkejut. Kedua matanya masih membola. Namun, demi melihat sorot bersalah di mata Raul, wanita itu buru-buru menggeleng.
"Emang seharusnya kamu tahu soal surat itu, Raul," Wenda diam sejenak. "Nggak ada alasan buat kamu minta maaf ke Tante. Kamu berhak tahu karena itu adalah peninggalan dari bunda kamu. Maaf, ya, Raul? Tante nggak bermaksud nyembunyiin dari kamu."
Lengang sejenak di antara mereka.
"Raul nggak benci sama Tante Wenda," ujar Raul pelan. "Tante Wenda baik, tapi Raul masih butuh waktu buat nerima semuanya, dan maaf karena hal itu juga selama ini sikap Raul kurang sopan sama Tante. Padahal Tante Wenda udah ngerawat Ayah sama Raul dengan baik selama ini. Tante menghargai Ayah sebagai suami sekaligus pasangan Bunda semasa hidupnya."
Raul susah payah menelan salivanya. "Tante ... mau maafin Raul?"
Ada sekitar sepuluh detik ruang tengah itu diisi dengan keheningan. Wenda menatap Raul dengan sorot tak terbaca. Matanya diselimuti lapisan bening yang siap luruh kapan pun ke pipinya. Sejurus kemudian, Wenda menuntun Raul agar masuk ke dalam dekapannya. Tangis wanita itu pecah di sana. Raul membalas pelukan Wenda dengan erat.
"Iya, Raul. Tante mau maafin Raul," Wenda terisak. "Tante juga minta maaf. Maafin Tante, ya, Raul?"
Raul mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABBLS | #2 BUKTI COWOK DINGIN PUNYA HATI ✔
أدب الهواة⚠ SERIOUS WARNING : KEPADA PARA PLAGIATHOR, PENGANUT BIM, ORANG KUKER YANG BISANYA NGEJULID DOANG, DAN OKNUM 'BOCIL' YANG NGGAK BISA BEDAIN MANA FIKSI MANA REALITA, DILARANG KERAS UNTUK MENDEKAT! • Raul Purpale Prasetya tidak pernah suka dengan car...