» 34 • Monstera dari Timur

86 18 3
                                    

Bagi ABB48, hari-hari pelaksanaan UAS menjadi pengalaman pertama mereka di dunia perkuliahan. Se-hectic apa pun itu, antusiasme mereka tidak bisa dihilangkan. Siang dan malam mereka lalui dengan melahap habis seluruh catatan. Perpustakaan Sentral bahkan mengalami lonjakan pengunjung selama seminggu terakhir.

"Tokoh zaman Barok siapa, Ul?" tanya Hilmi tanpa mengalihkan pandangannya dari buku catatan. Cowok itu tengah asyik mencorat-coret di sana.

"Bach," jawab Raul. "Kalo di kelas yang sering disinggung dia sama Antonius Vivaldi, tapi mending lo cari tau yang lainnya juga buat jaga-jaga."

"Bach?" Dahi Hilmi berkerut dalam. "Bukannya dia tokoh Klasik? Barengan sama Mozart sama Beethoven, kan?"

"Beda orang, Hil."

"Boong?"

"Iya, mereka beda orang, Hil," kata Lia berusaha mencegah perdebatan di antara dua sahabat itu. "Yang bareng Mozart sama Beethoven lengkapnya Carl Philipp Emanuel Bach. Kalo yang Barok, dia Johan Sebastian Bach."

Hilmi ber-oh ria. Cowok itu lantas kembali asyik dengan buku catatannya.

Raul, Hilmi, dan Lia selalu bertiga selama pelaksanaan UAS berlangsung. Mereka membentuk kelompok belajar dan akan belajar bersama setiap sore di Perpustakaan Sentral. Untouchable trio, demikian anak-anak Departemen Musik Angkatan 48 menjuluki mereka. Tentu saja hal ini dikarenakan ketiganya menduduki peringkat tiga teratas pada jalur prestasi ketika pendaftaran dulu. Semua orang di ABB juga tahu betapa bergengsinya jalur masuk yang satu itu. Dan tentunya, trio ini berhasil membuktikan bahwa mereka memang pantas mendapatkan posisi tersebut.

Kita mulai dari Raul. Jika itu menyangkut masalah otak, Raul tidak perlu dipertanyakan lagi. Segudang prestasinya di bidang akademik semasa sekolah lebih dari cukup untuk membuktikan. Penyesuaian dirinya selama awal-awal kuliah juga berlangsung baik, mengingat berkuliah di ABB bukanlah keinginan awal cowok itu.

Kedua, ada Hilmi. Cowok itu sudah menunjukkan minat yang besar terhadap dunia musik sejak kecil. Ditambah lagi ia tumbuh dengan latar belakang keluarga penggiat seni. Emaknya berkarier di dunia tarik suara semasa muda, sedangkan babehnya merupakan budayawan Betawi. Hilmi juga sudah sering membantu kedua kakaknya yang sama-sama berkuliah di ABB untuk memproduksi sebuah lagu sebagai bahan praktik mereka ketika masih SMA. Jadi, meskipun semasa sekolahnya ia dikenal cukup bandel dan sering bolak-balik ruang BK karena ada saja atribut yang tidak ia kenakan, pengalaman membuatnya lebih dari pantas untuk diberi kesempatan berkuliah di salah satu kampus kesenian terbaik di Indonesia.

Terakhir, ada Lia. Gadis itu tak berbeda jauh dengan Hilmi. Tumbuh dengan minat besar terhadap musik telah mengantarnya untuk berkuliah di ABB. Lia sudah sering menyabet medali dari berbagai kompetisi tarik suara yang pernah diikutinya. Salah satu di antaranya merupakan kompetisi tingkat internasional dan Lia mendapatkan perak dari sana.

🐱🐱🐱

Hari terakhir UAS. Area parkir ABB.

"Lo jadi mau jenguk Aruni, Ul?" tanya Hilmi sambil mengenakan helmnya.

"Iya," Raul mengenakan helmnya juga. "Lo mau ikut?"

"Titip salam aja, deh. Udah kemarin juga bareng anak Degaf," Hilmi nyengir. "Gue mau nemenin Ayu pergi abis ini."

"Ke?"

"Biasalah. Mau hunting make up sama merch K-Pop. Si encete-encete kesayangannya, tuh, cewek baru come back katanya."

Detik itu juga, Raul tersenyum meremehkan. "Mental lo kece juga bisa kuat kejebak friendzone bertaun-taun."

"Apaan, sih?" Hilmi melotot garang. "Gue gampar beneran lo kalo ngomong aneh-aneh lagi!"

ABBLS | #2 BUKTI COWOK DINGIN PUNYA HATI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang