Ketika malam semakin pekat, ketika suhu udara semakin dingin, ketika waktu menunjukkan pukul 21.00. Saatnya mencari jejak. Sebuah kegiatan memacu adrenalin yang sanggup membuat bulu kuduk siapa pun meremang sejak pertama kali mendengarnya.
Para peserta dikumpulkan untuk diberi arahan sejenak. Masing-masing dari mereka kemudian diberikan secarik gulungan kertas. Isinya berupa nomor. Nantinya mereka akan dihimpun menjadi satu kelompok berdasarkan nomor yang didapat. Misalkan nomor satu. Siapa pun yang kertasnya bertuliskan nomor satu, maka mereka akan menjadi tim dan bekerja sama selama sesi mencari jejak. Dalam satu kelompok juga akan didampingi oleh satu anggota dari OMIA.
Dias dengan membawa toa menyebut satu persatu nomor. Siapa pun yang memiliki nomor yang disebut diharap segera maju ke depan dan berkumpul dengan kelompoknya. Perlahan, lautan manusia itu membentuk lingkaran-lingkaran kecil berdasarkan kelompoknya masing-mading.
Dari tempatnya berdiri, Raul memasukkan kedua tangannya ke dalam saku coat dan menatap lurus ke depan. Aruni persis berada di hadapannya. Mereka hanya terhalang oleh api unggun.
Raul menatap Aruni lekat-lekat. Gadis itu sejak tadi berusaha menghindari kontak mata dengannya. Cahaya keemasan dari api unggun memantul di wajahnya, memperjelas adanya selaput bening yang menghiasi matanya dan bekas air mata di pipinya. Raul benci mengakuinya, tapi ialah yang sudah membuat gadis itu menangis.
Asta? Cowok itu sebenarnya sudah punya tebakan bahwa semua yang terjadi pada adiknya pasti ada hubungannya dengan Raul. Karena Raul-lah yang terakhir kali terlihat bersama dengan Aruni sebelum gadis itu berlari dalam keadaan menangis ke tendanya. Asta ingin sekali menghajar Raul detik itu juga, namun ketika melihat Raul kembali dengan tampang kusut, ia mengurungkan niatnya. Amarahnya karena melihat Aruni menangis perlahan padam dam digantikan dengan sebuah rasa penasaran. Apa yang sebenarnya terjadi di antara Raul dan Aruni?
Hilmi yang berdiri di samping Raul menyikut cowok itu. "Lo sama Aruni lagi berantem?"
Rupanya Hilmi memperhatikan sejak awal. Bagaimana saat Aruni berlari dalam keadaan menangis, bagaimana saat Raul kembali dengan tampang kusut, serta bagaimana saat sekarang seorang Aruni yang biasanya menempel pada Raul 24/7 sedang berusaha keras mencoba menghindari kontak mata dengan cowok itu.
"Ceritanya panjang," kata Raul pelan, nyaris terdengar seperti gumaman.
Hilmi menghela napasnya. "Gue boleh ngasih saran?"
Raul mengangkat salah satu alisnya, seolah mempersilakan Hilmi untuk melakukan apa yang ia inginkan.
"Gue nggak tau apa masalah lo sama Aruni. Tapi gimana pun itu, siapa pun yang salah, lo mending minta maaf duluan. Dalam keadaan abis nangis sampe matanya bengkak kayak gitu, Aruni nggak bakal mungkin nemuin lo selama beberapa hari ke depan."
Netra milik Raul dan Aruni tak sengaja bertemu. Gadis itu tersentak kecil dan segera membuang muka. Sementara Raul masih setia menatap gadis itu dalam diam.
Raul menoleh ke Hilmi. "Gue yang minta maaf duluan?"
"Hm, lo yang minta maaf duluan."
"Kenapa gue?"
"PAMAKSUD?! Ya karena lo cowok lah, Prasetya!"
Raul kembali menoleh ke Aruni. Rupanya gadis itu tengah mencuri pandang ke arahnya. Tatapan mereka kembali bertemu. Sekali lagi, sama seperti sebelumnya, Aruni duluan lah yang membuang mukanya untuk memutuskan kontak mata.
Raul menghela napas panjang. Seumur hidupnya, Raul tidak pernah tahu kalau berurusan dengan perempuan akan serumit ini.
🐱🐱🐱
KAMU SEDANG MEMBACA
ABBLS | #2 BUKTI COWOK DINGIN PUNYA HATI ✔
Fanfiction⚠ SERIOUS WARNING : KEPADA PARA PLAGIATHOR, PENGANUT BIM, ORANG KUKER YANG BISANYA NGEJULID DOANG, DAN OKNUM 'BOCIL' YANG NGGAK BISA BEDAIN MANA FIKSI MANA REALITA, DILARANG KERAS UNTUK MENDEKAT! • Raul Purpale Prasetya tidak pernah suka dengan car...