29

5.5K 670 21
                                    

Terhitung tepat lima menit dari Meiza berdiam diri disini. Tepatnya taman belakang sekolah yang sepi.

Manik onyxnya menatap datar pemuda didepannya. Bisa Meiza lihat tatapan pemuda didepannya ini sungguh membuatnya tak nyaman. Bukan apa, tapi tatapannya seperti menelanjangi Meiza.

Sewaktu Meiza pergi ke toilet, seseorang menariknya menuju taman belakang sekolah. Orang itu tidak lain adalah Arun, Kakaknya Lovia.

"Ikut gue sekarang!"

Belum sempat dia protes, Arun menghilang meninggalkannya sendiri di taman membuat Meiza semakin bingung. Kenapa dia dibawa kesini?

Baru juga berpikir untuk pergi, suara langkah kaki terdengar dan didapatinya Zean tengah tersenyum aneh ke arahnya. Itu membuat Meiza waspada seketika.

"Lo ada perlu sama gue?"

Meiza mencoba setenang mungkin bicara dengan Zean yang jaraknya hanya satu langkah didepannya.

Raut wajah Zean berubah sedih, bibir bawahnya dia gigit dan pandangannya menunduk membiarkan surainya jatuh membuat Meiza kesusahan melihat ekspresi wajahnya.

"Za, sebelumnya gue mau ngucapin makasih sama lo karena udah ngerawat gue saat sakit, gue gak tau keadaan gue kek gimana kalo gak ada lo. Selama ini gue selalu sendirian, jadi gue seneng banget ada lo saat gue sakit.." Nada ucapannya terdengar menyedihkan membuat siapapun yang mendengarnya pasti merasa prihatin. Tapi tidak dengan Meiza, gadis itu semakin was-was. Entah hal apa tapi instingnya menyuruhnya untuk segera pergi dari sana.

Menelan ludah susah payah, Meiza menatap sekelilingnya dengan ekor matanya. "Gak masalah, gue cuma sekedar nolong atas kemanusiaan gak lebih."

Zean tertawa kecil mendengar jawaban Meiza, "lo emang baik banget ya, Za." Ujar Zean lirih.

"Udah itu doang kan?! Kalo gitu gue pergi." Sebelum melangkah, pergelangan tangannya dicekal Zean membuat Meiza menatap bingung ke arahnya.

"Ap-

"Gue mau ngomong sesuatu sama lo,, dengerin gue, please~" Melihat tatapan memohon Zean membuat Meiza sedikit kasihan tapi disisi lain dia masih merasa tak nyaman.

"Gue- gue cinta sama lo Za! dari pertama gue ketemu lo.. Bolehkan gue miliki lo.."

Meiza terdiam mencerna perkataan Zean yang terdengar aneh ditelinganya. Tapi Meiza segera tersadar dan mendongak menatap lurus mata Zean dengan tatapannya yang tegas.

"Gue gak cinta sama lo, yan. Sorry, gue gak bisa bales lo."

Tanpa sedikitpun rasa iba, Meiza berbalik ingin segera pergi. Tapi langkahnya terhalang karena tiba-tiba Arun berdiri tepat dibelakangnya.

Kedua tangannya dicekal Arun membuat pergerakannya terbatas. Meiza berdecak kesal, ia tau ini akan terjadi cepat atau lambat, dia pasti terlibat dengan masalah.

"Lepas! Apa-apaan sih lo!" Sentaknya menatap tajam Arun. Arun hanya mengendikkan bahu acuh.

"Lebih baik lo diem, Meiza. Jangan terlalu liar~" Bisik Arun dengan bibirnya yang menempel di cuping telinga Meiza membuat sang empu menggeram marah.

Dibaliknya tubuh Meiza menghadap Zean yang sekarang tengah memasang wajah angkuh. Sebelah tangannya menyugar helaian surai coklatnya ke belakang.

"Gue tahu lo bakal bilang kek gitu Za. tapi perlu lo tau, gue gak butuh jawaban lo tapi yang gue butuhin lo jadi milik gue. Milik Zeandra Ankitson." Tatapannya menjadi dingin dan mengintimidasi.

Seolah tak terpengaruh dengan tatapan Zean, Meiza dengan gesit segera menendang Arun kebelakang dengan kakinya yang terbebas dan akhirnya cekalannya terlepas.

Trapped by The Psycho ProtagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang