35(fix)

297 70 7
                                    

"Kamu tau gak, manusia itu emang selucu itu. Mereka selalu berpikir kalau mereka adalah karakter utamanya tanpa tau bahwa mereka juga bisa jadi hanya NPC lewat saja." - YouL   

 Happy Reading

.
.
.

"Maaf Evan.."

Meiza menggenggam tangan Evan cukup erat seolah gadis itu tengah menguatkan tekadnya akan sesuatu. Mata onyx yang beberapa hari ini terlihat kosong terdapat kilau samar yang sempat Evan tangkap. Hal itu cukup membuat pemuda itu senang, setidaknya sekarang gadis itu mau bicara dengannya.

"Maaf Evan, sepertinya aku merepotkanmu selama ini.." Bibirnya bergetar dan sedikit ragu akan sesuatu namun Meiza sudah cukup lama berdiam diri dan berpikir hingga akhirnya gadis itu memutuskan.

Tak ada waktu untuknya terpuruk akan kejadian sebelumnya, yang harus ia pikirkan sekarang adalah masa kini. Meiza kemudian menatap dalam Evan, protagonis dalam novel yang beberapa bulan ini ia masuki. 

"Apa yang sedang kamu pikirkan Meiza?" Merasakan ketidaknyaman Evan memilih bertanya. Wajah pemuda itu terlihat serius menatap tunangannya.

Menarik nafas perlahan Meiza kemudian membuka mulutnya berbicara, "Evan, tak peduli berapa kali aku memikirkannya, aku bukanlah pilihan yang baik untukmu.." Meiza berbicara perlahan pada Evan sambil mengelus tangan pemuda itu lembut. Menata kembali pikirannya, Meiza kembali berucap. "Akan lebih baik jika kita-"

"Cukup."

Ucapan Meiza terpotong oleh Evan yang tengah memasang wajah dingin, manik darah itu menatap tepat pada kedua onyx yang fokus padanya. Belum sempat Meiza kembali melanjutkan ucapannya, suara dingin itu menyapa pendengarannya.

"Aku tidak butuh kata selanjutnya sayang, kamu mengerti apa yang aku maksud kan? Jangan membuatku marah lebih dari ini atau kamu bersiap menerima konsekuensinya." Tangan Evan yang bebas meraih sebagian wajah Meiza dan sedikit menekannya memberinya peringatan.

Meiza menelan ludahnya susah payah saat mendengar ucapan Evan, Jujur saja ini adalah pertama kalinya pemuda itu marah padanya dan itu cukup membuatnya takut. Mungkin itu juga karena alasan kemarahannya yang membuat Meiza merasa bersalah. Memilih menyerah dengan apa yang ia ucapkan, gadis itu memberi kode kalau dia menyerah dan berhenti memancing amarah Evan.

Melihat tunangannya yang patuh, senyuman tipis muncul di bibir Evan dan segera pemuda itu meraih gadis itu ke dalam pelukannya sambil mengelus kepalanya juga. Mereka berdua jatuh di atas ranjang dengan Evan di atas yang memeluk Meiza di bawah. Merasakan beban tubuh Evan di atas tubuhnya membuat Meiza ingin mengajukan protes.

"Evan tolong bangun dari atasku-" Ucapannya sontak terhenti saat merasakan ada yang aneh dengan keadaannya saat ini.

Dan benar saja, Evan sedang main-main di antara ceruk lehernya, Meiza bisa merasakan jilatan dan kecupan basah di sekitar leher dan bahunya. Protagonis satu ini benar-benar membuatnya kesal.

"Evan!"

"Aku hanya ingin menghapus jejak bajingan brengsek itu darimu sayang~ Aku pastikan jejak itu menghilang sepenuhnya darimu. Jadi kamu tidak perlu khawatir.." Ucapan manis namun tersirat akan amarah itu membuat Meiza memilih diam membiarkan pemuda itu melakukan apa yang diinginkannya. Bahkan sekarang bibir gadis itu pun ikut jadi sasaran.

Setelah cukup lama keduanya akhirnya berbaring saling berpelukan. Meiza akhirnya cukup merasa lega, ada rasa nyaman saat Evan memeluknya dan pikirannya kembali jernih. Memikirkan beberapa hal yang terjadi padanya dalam beberapa bulan ini, Meiza kemudian dengan iseng bertanya.

"Evan, kenapa kamu menyukaiku?" 

Pertanyaan ini adalah sesuatu yang muncul dipikiran Meiza saat Evan menyatakan perasaannya. Pertanyaan kenapa dia, apa yang istimewa darinya hingga pemuda itu menyukainya? Dia hanyalah figuran biasa dengan nasib tragis sedangkan Evan adalah protagonis. Kedudukan mereka sangatlah jauh hingga membuat Meiza mempertanyakan pendengarannya. Kadang kala ia merasa takut jika berada dekat dengan protagonis, karena ia merasa terancam dengan sekitarnya. Namun diam bukanlah pilihan, Kintan memilih hidup sesuai keinginannya sejak ia merasuki tubuh Meizara Tifanny.

Namun disinilah dia, merasa ragu untuk maju dan meraih Evan karena dirinya akhirnya mengakui, kalau hatinya telah terikat pada pemuda itu. Itulah kenapa ia takut tersakiti kembali dan pada akhirnya ditinggalkan lagi.

Sentuhan dipipinya membuat Meiza tersadar dari pikirannya. 

"Karena itu kamu.."

"Itu jawaban yang cukup aneh, kupikir kita baru mengenal beberapa bulan dan kita sendiri jarang bicara tentang diri kita masing-masing."

"Kata siapa hanya beberapa bulan? Itu lama sekali hingga rasanya hampir saja aku menyerah." Kedua mata merah itu dipenuhi misteri yang membuat Meiza penasaran.

"Apa mak-" "Aku tidak akan bilang."

"..."

Tau bahwa dia tak akan mendapatkan jawaban dari Evan, Meiza lebih memilih untuk bertanya hal lain.

"Evan, apa yang terjadi pada 'mereka' yang menyekapku?" Pandangan Meiza beralih pada langit-langit kamar karena ia tak ingin memperlihatkan tatapannya gemetarnya pada Evan.

"Kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal itu sayang, aku akan pastikan mereka membayarnya dengan baik. Bahkan mungkin kematian akan menjadi seratus lebih baik daripada hal yang akan dialami mereka." Suaranya terdengar tajam dan menusuk seolah tengah berada dikutub.

Meiza tahu semua yang diucapkan Evan pasti terjadi, namun tetap saja dia masih penasaran karena terakhir yang ia dengar Zean masih belum tertangkap. Pemuda itu seperti menghilang tanpa jejak.

"Apakah kamu sudah menangkapnya?"

"Sayangnya bajingan itu menghilang, tak ada yang tau kemana hilangnya namun jejaknya tak dapat ditemukan. Aku yakin ada seseorang yang membantunya."

Sebenarnya itu juga yang menjadi asumsi Meiza, entah siapa namun yang jelas ada seseorang dengan otoritas tinggi setidaknya menyamai Evan yang membantu Zean. Sepertinya ia harus memasang umpan agar orang itu keluar sendiri dari persembunyiannya.

"Hei Evan, semisal aku meminta Opa dan Oma untuk membatalkan pertunangan, apa yang akan kamu lakukan?"

Jika ada satu kata yang menggambarkan Meiza, itu adalah Batu. Padahal baru saja tadi ia memancing amarah Evan, sekarang ia menanyakan pertanyaan sensitif itu lagi.

"Eza, bukankah kamu yang paling tau apa yang akan aku lakukan jika kamu sampai melakukan hal itu~" Suara Evan terdengar sangat manis namun tidak dengan tatapannya yang menyorot Meiza dengan intens dan dingin. "Bahkan jika kamu bersembunyi di lubang neraka sekalipun aku akan menyeretmu pergi dari sana dan tetap bersamaku."

"Kata-katamu terdengar kejam dan menakutkan Evan."

Evan tau ia terdengar sangat egois tak membiarkan gadis itu pergi darinya, namun dia sangat mencintainya hingga rasanya menggila. Meiza mungkin belum tau kegilaan Evan padanya karena memang pemuda itu selalu menahannya. Namun ia tak tau kapan hal itu meledak.

 Lagipula cukup sekali ia kehilangan gadis itu, ia tak akan kehilangannya lagi dikehidupan kali ini.

"Itulah kenapa aku akan menghancurkan siapapun yang mencoba memisahkan kita tak terkecuali orang-orang yang brengsek yang menyakitimu."




.

.

.

Tbc

Ummm... nyambung gak sih?

agak kurang percaya diri buat publishnya-_-

wes emboh kono

Bye next chapter..

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 9 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Trapped by The Psycho ProtagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang