DUA PULUH SATU

132 23 4
                                    

Untuk berjaga-jaga, aku menyimpan spray cabai yang ku racik semalaman. Takut Jake macam-macam seperti waktu itu. Paling tidak, kalau aku tidak bisa bela diri, aku punya alat jaga-jaga untuk melindungi diri.

Sunghoon bilang, pagi ini dia tidak bisa menjemputku karena ban motornya bocor di jalan.

Akhirnya aku punya waktu sendiri tanpa mendengar suara sunghoon meskipun hanya pagi ini saja.

Lantas, usai berpamitan aku segera pergi ke depan menunggu tukang angkot. Menurutku, lebih baik naik angkot daripada ojol karena perbedaan biayanya cukup jauh. Kan lumayan, sisa uangnya bisa di tabung.

Beberapa menit aku menunggu, namun angkot tak kunjung datang. Untung, masih pagi, jadi aku tidak akan kesiangan saat sampai sekolah.

”Jean?” aku reflek menoleh ke samping saat melihat sosok Vernon ada di hadapanku.

"Vernon? Kok lo lewat sini?”

”Iya nih, kebetulan baru pindah beberapa hari yang lalu.”

Lah? Jadi Vernon pindah ke perumahan yang sama?

”Bareng sama gue aja, daripada naik angkot. Desek-desekan, kan sayang udah wangi jadi bau apek.” aku diam sejenak untuk menimang jawaban.

Gimana ya? Ikut tidak ya? Tapi nebeng dengan Vernon justru menghemat biaya sekali. Aku tidak perlu repot mengeluarkan uang. Kan lumayan, uangnya bisa buat beli jajanan anak panti.

”Ngerepotin gak?”

”Enggak lah, kayak sama siapa aja.”

”Oke.”

Aku lantas memakai helm pemberian Vernon dan segera naik ke jok belakang.

”Duduk miring gapapa kan?”

”Mau sambil split juga gapapa banget kalo bisa mah,” kelakar Vernon yang membuatku tertawa kecil.

Usai aku menumpangi motornya, kami segera berangkat.

Selama perjalanan, kami lebih banyak diam. Wajar sih, mungkin masih pagi, mood nya belum terkumpul.

Sementara aku lebih pilih memperhatikan jalanan sekitar, udara pagi itu memang sejuk dan segar sekali. Beda kalau sudah siang. Panasnya bukan main, mana polusi nya sudah dimana-mana. Membuat seluruh tubuh menjadi tidak karuan.

Saking asik memperhatikan jalanan, aku sampai tak sadar kalau arah Vernon tidak menuju sekolah.

Kemana ini?

”Ver, kok gang sekolah nya kelewat?” tanyaku dan Vernon dan bergeming, pria itu fokus menyetir.

”Ver? Kok diem, kita mau kemana deh? Ini bukan jalan ke sekolahan loh,” kataku yang tampak khawatir. Kemana ini? Sebenarnya kemana Vernon ingin membawaku? Kenapa-kenapa tiba-tiba auranya jadi kayak master limbat? Diam mulu.

”Ver, mau kemana sih? Jawab dong. Lo jangan bikin gue parno,” ucapku kembali dan kali ini dia malah mempercepat laju motornya sehingga aku reflek meremas pinggangnya.

”Woi Vernon! Lo gila ya?! Mau bunuh anak orang? Sebenernya mau kemana kita? Lo jangan macem-macem ya. Gue bisa lompat dari motor lo,” kecamku yang mengumpulkan keberanian untuk melompat dari motornya meski sedikit ngeri. Biarlah luka sedikit, asal aku bisa menyelamatkan diri.

”VERNON! TURUNIN GUE GAK, ASU!” Aku lantas menjambak rambutnya gemas, membuat pria itu tampak oleh dan meringis kesakitan.

”Sakit bego! Singkirkan tangan lo!” Vernon berusaha menyeimbangkan stir motor, dan satunya lagi berusaha untuk menyingkirkan tanganku dari rambutnya.

Tapi, aku tidak akan diam saja. Aku akan terus memberontak sampai dia berhenti. Kalau tidak berhasil juga, satu-satunya cara adalah melompat.

”Sialan Lo Vernon! Kekeh gak mau nurunin gue?! Gue bakal loncat!” dan detik selanjutnya aku langsung melompat dari motor hingga jatuh terguling-guling.

Untuk saat ini aku tidak mempedulikan luka gores akibat benturan aspal atau rasa ngilu saat tubuhnya terbanting ke aspal. Yang terpenting adalah, bagaimana caranya aku kabur dan minta bantuan.

”JEAN!” Aku sontak bangun dari tanah, berusaha untuk lari sebisa mungkin serta mengeluarkan spray cabai dari dalam tas.

Terjadi adegan kejar-kejaran. Vernon tampaknya tak ingin kehilanganku. Vernon tampak menggebu-gebu mengejarku, aku bingung alasannya. Kenapa? Kenapa dia ingin menculik ku? Memang apa yang dia inginkan dariku? Aku cantik? Menurut ku biasa aja. Tubuhku seperti gitar spanyol? Ah rasanya mustahil untukku yang tidak bisa gemuk. Aku pintar dalam segala hal? Tidak juga tuh, aku pintar dalam hal menjahili sunghoon baru benar.

LALU APA YANG DIA INCAR?!

Saat Vernon berhasil menangkapku, dengan cepat aku menyemprotkan spray cabai ke wajahnya lalu lanjut berlari.

Ku lihat, dia tampak kesakitan.

Sembari berlari aku segera mengeluarkan ponsel. Mencoba untuk menghubungi Sunghoon yang barangkali sudah ada di sekolah.

”Halo, Sung?”

Ayang Beb, kok belom sampe sekolah? Emang angkotnya ngetem apa ngapelin cewek? Lama bener”

”Sung, tolongin gue! Vernon mau nyulik gue! Ini sekarang dia lagi ngejar gue!”

APA?! SEKARANG LO DIMANA?!”

”Gue gak tau, gue takut ke tangkep. Badan gue sakit banget, udah capek lari gara-gara lompat dari motor”

Lo tenang, gue bakal nolongin lo. Yang penting sekarang, lo jangan sampe ketangkep——”

”Kya! Lepasin gue sialan! Gue gak mau ikut lo. Lepasin gak!”

Mendengar itu, Sunghoon tambah panik. Yang tadinya sedang makan nasi uduk mendadak tidak napsu dan bergegas menuju parkiran untuk berangkat mencari Jean.

Woi banci! Kalo berani lawan gue! Jangan sama perempuan!”

”Sunghoon ya? Bentar lagi Jake bakal share lock lokasinya. Lo bawa anak Cakrawala gih, takut mampus kalo one by all.”

Tuts ...

Vernon menyimpan ponselku di dalam saku celananya. Tangannya membekap mulutku sedari tadi agar aku tidak bersuara. Dasar pria sialan. Jadi dia antek-antek Jake? Berati teror-teror itu, Vernon yang memberikannya.

”Jadi lo kaki tangannya Jake?”

”Well, dia sepupu gue. Dan dia udah bantu gue banyak, sekarang saatnya gue bales budi atas kebaikan mereka.”

”Dasar setan!”





🔸🔸🔸






Finally, chapter baru rilis juga haha

Ternyata oh ternyata, si Vernon antek-antek si Jake. Pantes aja si Jean suka di teror

Jangan lupa pren, vote dan komennya biar rame kek pasar wkwk

Gaspol

Never Ending ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang