SEBELAS

152 39 1
                                    

“Sorry Sung, dia maksa pengen kesini. Katanya takut lo mati.“ Itu memang benar, aku memaksa Heesung untuk mengantar ku ke tempat tongkrongan anak cakrawala.

Lima belas menit sebelum pulang Sunghoon mengirimiku pesan kalau dia tak akan bisa kembali ke sekolah karena urusannya belum selesai.

“Gapapa, gue tau dia kangen sama gue. Biar nanti gue yang anter, makasih bro.“ Heesung kemudian pergi membantu teman-temannya lainnya untuk merapikan markas cakrawala. Jujur saja tempat ini jadi sangat kacau dan kotor, mungkin akibat serangan dari Jake dan teman-temannya.

“Di luar aja, di sini banyak asap rokok. Temen-temen gue itu gak bisa lepas dari rokok, meskipun lagi beres-beres.“ jelas Sunghoon, dia kemudian menarik tangan ku dan membawaku keluar.

“Segitu takutnya gue mati?“ dia menatapku lekat.

“Iya lah! Nanti kalo lo mati gue suruh jadi saksi lagi, gak mau ya gue berurusan sama pengadilan.“ tekanku yang mengoreksi, jujur saja aku tak mau membuat Sunghoon kepedean.

“Lo mau ikut gue?“ aku mengerutkan dahi.

“Kemana?“

“Orangtuanya Ara mau ketemu lo, katanya mereka mau mastiin kalo lo anak mereka yang hilang 12 tahun silam.“ aku tertegun, sebenarnya rada takut. Bagaimana kalau benar aku anak mereka? Jujur saja aku sekarang tidak peduli dengan asal-usul keluarga kandungku, sebab aku sudah nyaman tinggal di panti. Aku sudah menggangap Ibu Nova adalah ibu kandung ku sendiri begitupun anak panti lainnya yang ku anggap saudara.

“Tapi gue udah gak peduli sama asal-usul orangtua gue, gue udah nyaman jadi yatim piatu dan tinggal di panti.“ imbuh ku dan itu membuat Sunghoon terdiam.

“Oke, gapapa. Tapi paling enggak coba lo temuin mereka dulu, ya? Please?“ Sunghoon memohon padaku. Namun aku masih berpikir, sebenarnya aku tidak terlalu mengingat apapun tentang masa kecilku, semuanya hilang akibat kepalaku yang menghantam batu saat tergelincir di jalan.

Yang aku ingat, hanya sebagian ingatan kecil seperti aku yang sering di pukuli dan aku adalah gadis kecil yang cengeng.

“Gak akan lama?“

“Iya janji, gak akan lama.“







🔸🔸🔸


Sunghoon mengajakku ke sebuah rumah minimaliz yang bertingkat.

Katanya itu adalah rumah Ara dan sepertinya Ara ini berasal dari keluarga yang kaya.

“Halo tante, sesuai janji aku. Aku bawa Jean kesini.“ Sunghoon menyapa wanita tiga puluh tahunan yang tampak anggun dengan dress cokelat susu.

“Ayo masuk.“ kami berdua lekas masuk. Perempuan ini menggiring kami ke ruang tengah.

Aku melihat ada beberapa pakaian bayi, album foto dan boneka kelinci di atas meja.

“Ari!“ aku terkejut ketika seorang pria yang perawakan tiga puluh tahunan itu memelukku erat, dia tampak senang sekali melihatku namun tidak denganku. Jujur saja aku tidak merasakan apapun.

“Maaf om, nama saya Jean.“ mendadak pelukan kami terlepas.

“Ari, kamu inget sama Mama Nak? Ini mama kamu sayang ... Mama yang lahirin kamu  ...“ kali ini wanita itu yang memelukku, dia menangis di pundak ku. Jujur aku bingung apa yang dia tangisi.

Aneh saja, kenapa meraka begitu cepat berspekulasi jika aku ini anaknya yang hilang? Bagaimana jika mereka salah duga? Bukankah itu hanya menyakiti perasaan keduanya?

Never Ending ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang