DUA BELAS

144 40 6
                                    

Aku mengurung diri di kamar.

Berulang kali ibu mengetuk pintuku, namun aku tak menggubris nya. Aku kesal, aku juga marah. Marah sekali dengan Sunghoon yang mengatai ku seperti itu. Iya! Aku bukan bocah, tapi aku bisa menentukan pilihan ku sendiri.

Wajar saja aku tidak bisa memilih kedua orangtua sebab sejak kecil di di besarkan di panti, ibu yang memberiku banyak kasih sayang. Dia yang memperhatikan aku hingga aku tumbuh dan sekolah dengan baik. Namun orangtua ku? Apa mereka seperti ibu? Kurasa tidak. Mereka adalah pekerja kantoran yang akan selalu sibuk dengan pekerjaannya.

Jujur saja aku juga kesal dengan diriku sendiri, kenapa masih tak bisa mengingat tentang masa laluku. Berulang kali aku memukuli kepala ku namun hasilnya nihil, aku juga berusaha keras untuk mengingat nya sampai-sampai aku meraskan sakit yang luar biasa.

Kepalaku pusing bukan main.

“Argh!“ aku meremas kepalaku kuat-kuat.

Sedikit demi sedikit ingatan di masa lalu terbuka.

“Kamu itu, cengeng banget. Harusnya kayak Ara, gak usah banyak nangis!“

-

“Udah makan aja, gak usah pilih-pilih.“

“Tapi aku alergi sama seafood, nanti bisa gatel-gatel.“

“Ara aja gak alergi, udah jangan belagu!“

-

“Kamu sama petir saja nangis! Lihat Ara, dia masih bisa tidur pules gak kayak kamu!“

-

Jangan bilang apa-apa sama papa Mama kalo mba sering marahin dan mukulin Ari! Nanti mba kurung di kamar mandi.“

-

“Mba Ara demam, tolong bantuin.“

“Kamu gak lihat? Di luar hujan, beli obatnya nunggu hujan reda aja, atau kalo kamu mau kamu bisa pergi sana.“

-

“Ara kamu kenapa pecahin gelasnya ha?! Mba kan jadi harus beresin!“

“Sini, kamu harus di hukum.“ plak! Plak! Plak!

Aku mengerang kesakitan ketika semua ingatan itu muncul. Sangat menyakitkan dan menyeramkan.

“ARGH!—“ bruk! Ku dengar pintu di dobrak.

Jean?!“ itu ibu dan Sunghoon. Ibu bergegas memelukku erat.

“Kenapa sayang?“

“Ibu, hiks  ...“ aku menangis sesenggukan di sana. “Aku inget, semuanyaa... Kepalaku aku sekarang sakit banget  ...“ keluhku sembari meremas kepalaku.

“Iya sayang  ... Jangan di paksain lagi, kamu nyakitin diri kamu setiap hari kalo kayak gini caranya.“ ibu kembali memelukku erat, dia ikut menangis sembari menenangkanku yang sangat syok.







🔸🔸🔸







“Gue minta maaf  ...“ aku mengembuskan napas kasar saat mendengar permintaan maaf Sunghoon.

"Pulang.“

“Gue terlalu kasar sama lo, gue gak tau—“

“Pulang gue bilang!“ aku naik pitam.

“Jean, kalo lo ngerasa belom baik mending kita ke rumah sakit.“ aku menggeleng cepat, ini sudah biasa aku alami. Aku hanya perlu minum obat supaya kondisiku lebih membaik.

“Gue mau istirahat, jadi gue minta lo pulang.“ Sunghoon mengangguk lesu.

“Maaf sekali lagi  ...  Gua pulang.“ chup! Aku terkejut ketika dia mengecup dahiku dan melenggang pergi.

“Sunghoon?“ dia membalikkan tubuhnya.

“Lo bresengek!“ dia terkekeh kemudian segera mematikan lampu kamarku dan menutup pintu kamar.

“JEAN!“ aku tersentak ketika Sunghoon kembali masuk ke kamarku seperti orang kesetanan. Dia kemudian menyalakan lampu kamarku lagi.

Aku kembali bangun, menatapnya kebingungan.

“Jangan salahin gue.“ aku mengerutkan dahi.

“Kenapa?“

“Kalo gue jatuh cinta sama lo, lo gak boleh jatuh cinta sama cowok lain. Soalnya kalo lo pacaran sama cowok lain, anak cakrawala bakal turun tangan.“ dia kemudian pergi sekaligus mematikan lampu kamarku.

“Dasar sinting!“








🔸🔸🔸



Woi Sunghoon Lo suka sama orang maksa bener sih elah, kalo Jean gak mau, Sabi lah sama gue🙃

Btw si Sunghoon mulai bucin haha

Jangan lupa vote dan komennya pren!

Never Ending ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang