Dua Puluh Lima : Tidak Selamat Part I

17 2 1
                                    

Michelle terpaku dengan berkas yang ada meja tamu itu. Surat gugatan cerai. Tidak mungkin bagi Michelle untuk cerai secepat ini. Isakan demi isakan terus terdengar, tetapi Jundit mengabaikannya. Jundit langsung keluar rumah tanpa pamit, menutup pintu dengan keras. "J-jadi, ini resikonya... Oke, Remo. Kalau itu permainanmu, then let's play," Dibalik kesedihannya, Michelle tersenyum dengan jahatnya. Michelle mengambil berkas gugatan cerainya, merobek-robeknya menjadi berlembar-lembar, lalu membuangnya ke tempat sampah. Kembali teringat sesuatu, Michelle menoleh ke meja tamu lagi dan melihat cincin nikah Jundit tergeletak disana.

Michelle melempar benda berharga itu ke jendela hingga jendela itu pecah. Menghebohkan para anak buah Sydney yang berada di luar. "Chelle, kamu kenapa?!" Sydney masuk penuh kepanikan melihat Michelle menangis di pojokan, makeup berantakan, tak karuan. Michelle tertawa sarkas, tawa yang sama dengan Sydney sebelum masuk rumah sakit jiwa. "Syd, ayo ke kosan Jundit. Kita bunuh mereka," Michelle menarik Sydney keluar dari rumah, bergegas menuju kosannya Jundit. Di lain tempat, Remo dan Jundit sudah sampai ke kosan untuk menyusun rencana. "Remo, Jundit!! Tadi ada yang nembak jendela kosan kita!! Anak-anak udah gue kumpulin di atas, di kamar kosong," kata Jeje, menunjuk ruangan serbaguna mereka. "Loh, bukannya gue suruh kalian ke gudang bawah tangga ya, hyung?" tanya Jundit.

"Iya, tadi Kevin bilang gitu. Tapi lebih aman diatas, daripada dibawah gak dapet oksigen," jawab Jeje. "Je, lo sama Hanan nanti ikut gue ke depan ngadepin Michelle dan anak buahnya. Dit, lo ke atas susun posisi sama Kevin dan yang lain," kata Remo dengan tegas. Jundit mengangguk mengerti lalu naik ke lantai atas. "Jubel, kita sekarang susun posisi buat ngadepin Michelle sama Sydney. Hanan hyung, kebawah ketemu Remo hyung sama Jeje hyung," perintah Jundit ketika memasuki ruangan. "Dit, kita harus buat Sydney sama Michelle itu berpisah. Kita harus bawa mereka ke lapangan bola komplek sini," saran Dirga.

"Yup, itu benar. Makanya kita atur posisi. Michael, Kevin, dan Galang ntar ikut gue-"

"Oke siap-siap buat rasakan cakaran macan gue-" potong Michael.

"Bukan kita yang nyerang mereka. Kita hanya pengalih perhatian, sisanya yang akan menghajar anak buah mereka." jelas Jundit. Yang Jundit maksud adalah Yoyon, Dirga, Abin, Hao, Kwanie, Vernon, dan Zean. Semua orang diruangan terdiam, tidak menyangka Jundit sepintar ini dalam merancang sebuah serangan. "Dan ada satu hal, Michelle itu gampang dibuat bingung. Coba alihkan terus pikiran dia," tambah Jundit. "Itu sih gue juga tau dari jaman masih maba," kata Kevin. Jundit hanya terkekeh lalu mengambil beberapa senjata kepada anak-anak kosan dan keluar kosan melalui halaman belakang, menuju lapangan bola kompleks.

💎💎💎

tok tok tok

Remo membuka pintu dan menemukan Michelle berdiri di depannya, bertolak pinggang. "Sudah kuduga kau kesini," Michelle main nyelonong masuk ke dalam kosan Remo dan menodong senjata ke arah Hanan dan Jeje, "Dan ini? Pengawalmu? Ironis sekali, waktu itu aku di posisi kalian, sekarang aku di posisi Sydney." "Gausah bertele-tele, Michelle. Kamu kesini mau apa?" tanya Hanan dengan nada bicara malas. "Mau menyelesaikan masalahku dengan Remo dan Mas Jundit. Sekarang, aku mau ketemu suamiku dulu. MAS JUNDIT!!!" Teriak Michelle ke seluruh ruangan, "KAMAR SUAMIKU YANG MANA?!"

"Ish, itu di kamar gue," tunjuk Remo ke kamarnya. Michelle masuk kamar Remo dan tidak menemukan Jundit. "Mas Jundit dah pergi dari sini? KENAPA GAK BILANG DARI TADI?!" Michelle menembak ke arah Hanan tapi meleset ke vas bunga di meja dapur. "Hanan, kita pasang badan aja. Yang penting kita membela kebenaran," bisik Jeje lalu mendekati Michelle. "APA KAMU DEKAT-DEKAT?! NEKAT MAU MENGAKHIRI HIDUP?! WOW, WL (Worship Leader) KITA LEBIH MEMILIH MATI DARIPADA HIDUP AHAHAHAHA!!" Michelle tertawa lagi lalu kembali menembak ke arah Jeje tapi kembali meleset ke arah telepon rumah kosan. "Kalian ini kenapa menyebalkan banget sih?! Gregetan aku mau bunuh kalian berdua-"

DOR! DOR!

Hanan dan Jeje tergeletak, berlumuran darah, membuat Remo menoleh terkejut dan melihat siapa yang tega menembak mereka sekaligus. "Ngapain harus gregetan sih, Chelle? Kalo bisa dua-duanya, kenapa gak langsung aja?" ternyata itu adalah Sydney. Remo mencoba membangunkan Hanan dan Jeje tetapi ketika dia memeriksa nadi mereka, mereka sudah tiada. Michelle yang melihat ini tersenyum dan tertawa sendiri seperti orang gila, "AHAHAHAHAHA WOW!! KITA SUDAH BUNUH DUA SEKALIGUS!! Syd, kita cari selebihnya."

Di lain tempat, Jundit dan Kevin main-main alias ngeledekin anak buahnya Michelle dan Sydney di depan. Setelah berkelahi beberapa saat, Jundit dan Kevin berlari ke arah lapangan bola kompleks, disana sudah ada Michael sama Galang, dan anak-anak kosan yang lain. Ketika sampai, Jundit dan Kevin berpencar. Tidak lama kemudian Michael dan Galang muncul dan mengalihkan perhatian untuk tidak menghajar Jundit dan Kevin. Anak-anak yang lain ngumpul di tengah lapangan, menunggu arahan dari Remo dan Jundit. Tiba-tiba, walkie talkie Dirga berbunyi, "Dir, Dir, Sydney otw ke lapangan. Siap-siap."

Kosan Jubel [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang