Dua Puluh Enam : Tidak Selamat Part II

16 3 0
                                    

"Weh, rombongan Sydney otw kesini. Michelle masih di kosan," kata Dirga. "Baguslah, mereka terpisah. Kalau mereka jadi satu, hancurlah kita!" seru Hao. "Dir, Dir, anak buah Sydney lumayan banyak. Tadi gue sama Kevin 8 lawan 2. Kalian siap-siap," suara Jundit terdengar dari walkie talkie Dirga lagi. "Nah loh, gimana nih?" tanya Abin, "Tim Distraction lawannya 8. Belum lagi yang dari kosan." "Hyung, kita muterin ini lingkaran tengah lapangan, kita jaga-jaga aja," saran Zean. Yang lain pun setuju, lalu mereka mengelilingi lingkaran di tengah lapangan. "Bin, ikut gue ke lantai atas, ke tempat penonton," ajak Hao. "Kemana?" tanya Abin, "Siapin drone. Mereka gak mungkin nyari sampe atas kan?"

Abin hanya menggelengkan kepala dan mengikuti Hao ke atas. Hanya tersisa Yoyon, Dirga, Kwanie, Vernon, Zean. "Ahahahahaha, liat deh. Sampe nungguin kita disini, di tengah lapangan. Dasar orang-orang bodoh," kata Sydney yang datang bersama anak-anak buahnya. Jumlahnya hampir setara dengan jumlah penghuni kosan. "Heh, nenek sihir. Mending lu taruh itu senjata, terus udah. Kelar kan masalah kita?" kata Zean. "Heh, bocah ingusan. Gausah banyak tingkah deh lo! Masih sekolah aja berani bawa senapan, cih," cibir Sydney.

"Kurangajar nih nenek sihir. Ayo serang!!" seru Zean lalu maju bersama anak-anak kosan yang lain. Hao dan Abin di atas, bersembunyi, melihat dari drone anak-anak kosan sedang menangani anak-anak buah Sydney. Kemudian dengan cepat pergi ke depan stadion melihat Remo datang membantu Jundit, Kevin, Michael, dan Galang. Dalam sekejap, mereka berhasil mengalahkan anak-anak buah Sydney.

DOR!

Michael terjatuh, tak sadarkan diri, berlumuran darah. Semuanya terkejut, terutama Remo. Tim Distraction gugur satu. Kevin menoleh dan melihat ada yang masih sadar, sambil memegang pistol. Dia hendak menembakkan ke arah Jundit, tapi Kevin mendorong Jundit sehingga berhasil meleset. Hao meluncurkan jarum suntik bius ke leher si preman melalui drone nya, dan dia akhirnya tidak sadar, menjatuhkan pistolnya. "Wih, gilak Hao. Sejak kapan lu pinter gini?" bisik Abin yang melihat kejadian itu di layar ponsel Hao yang mengontrol drone. "Ada lah, gue belajar dari Jundit hyung. Kan dia wisudanya cum laude," jawab Hao dengan senyuman tipis, "Ayo, sekarang ke depan, ketemu Remo hyung."

💎💎💎

Hao dan Abin turun, lalu keluar dari lapangan. Remo menangis tersedu-sedu, tidak menyangka sudah tiga orang telah gugur dalam perjuangan. "Hyung," panggil Hao. "Hao... Hanan hyung, Jeje hyung, sama Michael udah gaada... Makanya Remo merasa terpukul," jelas Jundit, "Jujur nih ya, keknya ini tuh strategi mereka biar bisa menang dalam perang." "Kita nyerah aja, hyung! Tapi abis itu langsung serang balik dari belakang," saran Hao.

"Remo hyung, serahin aja beberapa tender-tender yang Michelle kalah sama perusahaannya hyung. Nanti biar mereka pikir kita emang dah nyerah," kata Jundit. "Iya juga ya. Yaudah, gue serahin beberapa tender ke dia, tapi yang bukan big project, tapi penghasilannya lumayan," akhirnya Remo membuat kesimpulan. Semuanya yang bersamanya ternganga tidak percaya, "Hah?! Apa gak rugi, hyung?!" "Nggak, tenang aja. Mending peringkat perusahaan turun daripada kekeuh di peringkat atas tapi banyak masalah. Semua big project, terutama kerjasama, kolaborasi dengan perusahaan lain, itu yang tanggung jawab bukan perusahaan gue." Remo menjawab dengan sangat enteng, seperti tanpa ada beban melepas tender-tender yang sedang dia kerjakan. "Yaudah nunggu apa lagi? Ayo kedalam!" ajak Abin, dan mereka masuk kedalam lapangan, lalu menembakkan pistolnya ke arah pohon terdekat.

"OY, BISA BERHENTI SEBENTAR GAK SI?!" Teriak Jundit, "KALO KALIAN GAMAU BERHENTI, GUA SUNAT KALIAN SATU-SATU PAKE GUNTING RUMPUT KARATAN!!" Semua anak buah Sydney merinding mendengar teriakan Jundit yang mulai keluar sifat psycho nya. "Mau apa lo? Udah puas ceraiin istri lo?" tanya Sydney.

"Panggilin Michelle kesini, gua gamau banyak urusan dikomplek sini. Takut dimarahin warga," sahut Remo. Sydney dengan cepat memanggil Michelle untuk ke lapangan, dan tidak lama kemudian Michelle datang dengan make-up berantakan, rambut acak-acakan. Hatinya masih sangat terpukul karena perilaku suaminya, "Mau apa?" "Saya suruh teman kerjasama kamu ini untuk memanggilmu itu sebagai tanda saya mengalah, saya akan memberikan sebagian besar tender-tender saya dengan perusahaan lain, happy now?" Remo menawarkannya kepada Michelle. Michelle terbelalak, tidak percaya bahwa Remo akan dengan mudah memberikan apa yang dia inginkan selama ini.

"Jangan bohong kamu, Remo," kata Michelle.

"Ngapain saya bohong? Bohong itu dosa, itu yang dikatakan almarhum Jeje," jawab Remo dengan pasti. Michelle mulai ragu, tapi dia mengambil tawaran Remo itu lalu berkata, "Okay, aku ambil tawaranmu. Dan untuk mas Jundit, tolong berilah aku kesempatan." "Aku akan beri kamu kesempatan, tapi di rumah sakit jiwa," jawab Jundit dengan tegas lalu kembali ke kosan.

Kosan Jubel [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang