***
Hampir 4 hari berlalu dan tinggal tersisa 2 hari lagi sebelum masuk weekend, dan Jimin masih belum mendapatkan sapaan dari Minjeong sama sekali. Sebenarnya bisa saja dirinya yang menyapa lebih dulu, tapi Jimin terlalu banyak gengsi.
Tapi sekarang, itu semua akan Jimin singkirkan lebih dulu, sapaan dan penjelasan Minjeong lebih penting dari itu semua. Jadi tanpa pikir panjang Jimin melangkahkan kakinya menuju kelas 11-3, kelasnya Minjeong, padahal tahu sekarang kelas sedang berlangsung.
"Minjeong mana?"
Tangannya bersedekap begitu berada di depan pintu kelas 11-3, tidak peduli sekalipun ada guru yang sedang mengajar, Jimin sudah lebih dulu tidak sabar dan tidak bisa menunggu hingga waktu istirahat.
"Yu Jimin, ini masih jam pelajaran saya, tolong yang sopan"
Jimin menaikkan salah satu alisnya, "Gue cuma pinjem sebentar doang, nggak akan ngebuat anaknya bodoh seketika, dia bahkan udah lebih pinter dari satu sekolah ini" Serunya sembari mengingat jika Minjeong sebenarnya bisa lulus lebih cepat karena kepintaran gadis itu.
Baru saja guru itu ingin membalas perkataannya, yang dicari sudah terlebih dahulu melerai dan berbicara entah apa pada guru itu yang kemudian melangkah keluar.
"Ada apa Kak Jimin mencari saya?"
Ia tidak segera menjawab namun tangannya membuat gestur untuk tetap mengikutinya, ya tidak mungkin juga dia bertanya disini sedangkan satu kelas menatapnya dengan penuh penasaran.
Sejujurnya walaupun Jimin terlihat biasa saja saat ini namun jantungnya berkata lain dan justru berdegup sangat kencang, bahkan tanpa sadar tangan Jimin juga berkeringat.
"Kak Jimin?"
Dan tanpa sadar mereka sudah berada di rooftop.
"Kak Jimin kenapa cari saya?"
Jimin mendengus, "Jadi nggak boleh?"
"Bukan begitu, tapi sekarang kan masih pelajaran Bahasa di kelas 12-3"
"Gue perhatiin lo tuh tau aja ya tiap kegiatan gue, jangan-jangan..." Jimin menggantungkan kalimatnya sambil menatap dalam Minjeong yang sedikit gelagapan sebelum akhirnya kembali terlihat tenang.
"Saya tahu dari Kak Giselle"
Ah, benar juga, ia baru ingat jika saat itu gadis di depannya ini juga tahu dari Giselle. Jimin mendengus sebal, "Emang sahabat asu" Gumamnya.
"Jadi... Kak Jimin, kenapa cari saya?"
"Ah itu, lo kemana akhir-akhir ini? Gue ada buat salah kah? Kayaknya lo ngehindar mulu dari gue"
Pertanyaan beruntun darinya hampir membuat Minjeong tersedak, tangannya dengan sigap langsung menepuk-nepuk punggung Minjeong, "Duh gue nggak bawa minum, ke kantin dulu gapapa nih?"
"Jangan" Spontan Minjeong, "Maksud saya, nggak apa-apa, saya udah nggak apa-apa kok Kak Jimin"
Jimin menghela nafas lega sebelum akhirnya kembali menatap gadis itu, tangannya penuh keringat, ia sungguh tidak sabar, "Jadi?"
"Saya mau jawab tapi karena Kak Jimin cari saya saat di jam pelajaran yang dimana seharusnya tidak boleh jadi Kak Jimin harus nurutin satu permintaan saya"
"Maksud lo nggak gratis gitu?"
Minjeong tersenyum simpul, "Iya, Kak Jimin bisa bilang kayak gitu juga"
"Anjirlah, ya udah kalau gitu mending nggak usah"
Ia buru-buru bangkit dan hendak pergi, namun lagi-lagi menatap Minjeong yang masih tersenyum walaupun tidak begitu terlihat. Gadis ini benar-benar. Tapi jika dia pergi begitu saja, dia tidak akan mendapatkan jawabannya namun jika dia menerima permintaan gadis itu, kira-kira apa permintaannya?
"Jadi, Kak Jimin?"
"Fine, gue turutin permintaan lo, inget loh satu doang"
Minjeong tertawa lebar menatap wajah suramnya dan ia baru pertama kali melihat Minjeong tertawa sebesar itu, betenya karena permintaan gadis itu seolah hilang begitu saja, kalau begini jika Minjeong meminta banyak permintaan juga pasti akan dikabulkan karena Jimin tahu, jika dirinya sudah mulai menyukai anak baru itu.
"Iya kak, saya janji hanya satu"
"Yaudah kalo gitu cepet jawab"
"Kak Jimin tidak ada buat salah sama sekali, akhir-akhir ini saya memang harus menemani adik saya yang baru kembali dan berjanji untuk menemaninya selama 7 hari sebelum pacarnya kembali masuk sekolah"
Adik? Pacar kembali? Matanya membulat menatap Minjeong yang tersenyum simpul, "Jangan bilang adek lo itu si kapten basket?"
Minjeong mengangguk, "Saya kira Kak Jimin sudah tahu, Shiho memang lagi menunggu Kak Junkyu masuk sekolah lagi makanya harus saya yang menemani"
"Junkyu? Kelas 12-3?" Kemudian diangguki lagi oleh Minjeong.
"Apalagi si Mashiho itu dulu pernah viral karena pacaran sama si Jun– hmpt"
"Pacaran? Oh si Mashiho itu. Lu pasti kenal dah Min, si Jun– argh Aeri Uchinaga, lu ada masalah apa sih sama gue?"
Jadi ini semua kelakuan Giselle yang menyembunyikan status si anak basket itu, awas saja jika mereka bertemu nanti, padahal jelas-jelas Jimin bisa tahu dari lama jika Giselle tidak menahan Yeji untuk memberi tahunya. Tapi disisi lain, ia lega karena hubungan mereka hanyalah sebatas saudara.
"Dia itu adek tiri yang lo bilang itu ya?"
Minjeong kembali mengangguk, "Iya benar, meskipun kami hanya berbeda 2 bulan saja"
Entah mengapa rasanya lega begitu mengetahui alasannya, Jimin kemudian kembali menengadah dan tidak lagi fokus menatap netra coklat Minjeong.
"Soal permintaan, lo mau apa?"
"Besok..." Minjeong kembali menggantungkan ucapannya, "Sehabis pulang sekolah, mau jalan sama saya?"
"Lo ngajakin gue ngedate?" Jimin kemudian mengerjap, sadar akan sesuatu, "Eh maksud gue..."
Minjeong tertawa, "Sebenarnya hanya jalan biasa dengan motor saya, tapi kalau Kak Jimin berfikir seperti itu, ya tidak masalah"
Malu. Malu. Malu. Demi apapun Jimin ingin segera menghilang dari bumi, bisa-bisanya dia mengatakan hal seperti itu, "Diem ah, gue malu ini"
"Iya Kak Jimin, saya diam sekarang"
Setelah berdiam cukup lama dan yakin jika wajahnya sudah tidak lagi memerah barulah Jimin memberanikan diri menatap lamat wajah Minjeong, "Karena gue bakal ngabulin permintaan lo, maka lo juga harus ngabulin permintaan gue"
"Selama saya bisa, pasti saya akan kabulkan"
"Jangan ngomong baku lagi sama gue, bisa?" Anggukan Minjeong membuat Jimin tersenyum puas dan tanpa sadar menepuk pelan kepala gadis itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Forever [Yj.Km]
FanfictionWinter dan Karina adalah sahabat kecil, namun mereka hanya mengenal sebagai Winter dan Karina bukan dengan nama asli mereka. 2 tahun kemudian, Winter pergi dari hidup Karina tanpa penjelasan apapun, tanpa kata, tanpa pamit, dan dunia Karina seakan r...