12. Jimin dan rasa malu

1.1K 181 6
                                    



***


Bagi Jimin ketika berpikir tidak akan ada hari tanpa dihukum, maka itu benar adanya. Lagi-lagi, Jimin dihukum karena ketiduran di kelas, penyebabnya jelas karena kedua orang tuanya kembali bertengkar. Jimin tidak tahu apa permasalahan antara keduanya dan dia juga tidak ingin mengetahuinya, tapi setidaknya jangan di hadapannya, jangan ketika dia diharuskan untuk bersikap baik-baik saja keesokan harinya.

Mata Jimin sedikit sembab hari ini karena menangis semalam, untung saja ketiga sahabatnya tidak menyadari itu atau mungkin hanya Giselle yang sedikit curiga.

Ia tidak sadar kemana dirinya melangkah dan baru sadar ketika melihat pintu besar dengan ruangan yang kosong di dalamnya, perpustakaan, ruangan paling jarang ditempati oleh orang-orang. Kebanyakan dari murid mereka lebih suka membaca e-book yang disediakan oleh sekolah dibanding ke perpustakaan itu sendiri.

Baru saja dirinya ingin berbalik pergi, siluet seseorang yang dikenalnya akhir-akhir ini, Minjeong. Jimin menghela nafas panjang sebelum akhirnya masuk ke dalam perpustakaan dan mendudukan dirinya di depan gadis itu.

"Loh Kak Jimin? Bukannya sekarang masih pelajaran?"

"Gue disuruh keluar duluan sama gurunya"

Minjeong mengangguk-angguk lagi kemudian kembali fokus pada origami di tangannya, mengabaikan dirinya yang sedikit kesal dengan gadis itu.

"Lo nggak penasaran kenapa gue keluar duluan gitu?" Ketus Jimin.

"Karena Kak Jimin dihukum habis tidur di kelas?"

Mata Jimin membelalak, "ANJIR KOK LO BISA TAU SIH?!"

Minjeong tersenyum simpul sebelum akhirnya kembali fokus pada origaminya, "Soalnya aku tau apapun tentang Kak Jimin"

Wajah Jimin memanas, dia tahu seberapa merahnya kedua pipinya karena bisa terlihat dari kaca yang tepat berada di depannya. Little Jimin didn't know kalau sebenarnya Minjeong melihat dirinya dihukum di kelas sebelum akhirnya pergi ke perpustakaan.

"Lo sendiri juga dihukum gitu?"

Minjeong menggeleng, "Aku lagi jam kosong, Kak Jimin"

Matanya kini memperhatikan gerakan tangan Minjeong yang sedang membuat origami dan Jimin sepertinya tahu bentuk yang sedang dibuat gadis itu, "Bunga tulip..." Dengan warna merah sebagai bunganya.

Ekspresi, wajah, gerakan tangan, semuanya mengingatkan Jimin akan Winter. Winter yang dulu mengajarkannya membuat origami dan bunga tulip pertama yang ia berikan pada Winternya.

"Iya? Tadi Kak Jimin ngomong apa, aku nggak denger"

"Itu bunga tulip kan?"

"Ah ini..." Minjeong kemudian mengangkat origami itu, "Iya bener, Kak Jimin mau buat juga? Aku masih punya banyak origami kok"

"Boleh sini"

Tangannya mengambil dengan cepat warna putih karena memang hanya itu origami yang terdekat darinya, sebelum akhirnya dihentikan oleh Minjeong.

Jimin menyipitkan matanya, "Kenapa lagi?"

"Jangan warna putih Kak... apa aja asal jangan warna itu" Cicit Minjeong di akhir.

Ia sangat ingin marah tapi melihat raut wajah Minjeong yang tiba-tiba berubah membuat akhirnya kembali mengatupkan bibirnya dan mengangguk, "Kenapa?"

Minjeong tersenyum simpul lagi, "Karena ini bunga tulip, Kak Jimin. Setiap bunganya punya arti yang berbeda. Merah itu punya arti sebuah cinta yang mendalam, kuning itu untuk persahabatan, dan kalau putih untuk... orang meninggal"

Mata Jimin mengerjap dengan cepat. Senyumannya, suaranya, perkataannya, bahkan kalimatnya, sangat mirip dengan Winternya.

"Kenapa di taro di sana?"

"Karena Kak Karin yang kasih,"

"Juga... karena ini bunga tulip"

Alisnya menyatu, dia tahu, Jimin paham maksud dari perkataan saat itu. Bunga tulip yang diberikan nya pada Winter saat itu berwarna merah yang berarti sebuah cinta yang mendalam dan Winter tahu itu, karena itu bunganya disimpan ke dalam kotak akrilik.

Penyesalan terbarunya saat ini adalah tidak mengetahui maksud dari Winter saat itu dan mengapa dirinya baru mengetahui setelah bertahun-tahun berlalu.

"Kak Rina ada kegiatan habis ini nggak?"

Jantungnya berdegup dengan kencang, nama yang dipanggil Minjeong sangat tidak asing baginya, "Minjeong?"

"Iya Kak Jimin?"

Mata Jimin menyipit, dia mendengar dengan jelas yang Minjeong hampir ucapkan tadi, Karina, nama masa kecilnya bersama Winter, "Lo manggil gue apa tadi?"

"Kalian?"

Jimin menggeleng dengan cepat, "Bukan tadi... gue dengernya beda" Lirihnya.

"Tadi aku tanya, kalian ada kegiatan nggak habis ini? Maksudku Kak Jimin dan teman-teman, ada janji nggak habis pulang sekolah?"

Matanya menelisik raut wajah Minjeong yang bingung. Jimin yakin dirinya tidak salah dengar, nama yang hanya diketahui oleh Winter seorang dan kini Minjeong juga memanggilnya... atau memang hanya halusinasinya?

"Beneran bukan yang lain?"

"Bukan Kak" Geleng Minjeong, "Kak Jimin mungkin lagi kecapekan ya? Matanya juga kayaknya sedikit sembab karena kurang tidur semalam"

Jimin kemudian menarik nafas, sepertinya memang seperti itu, tidak mungkin juga Minjeong bisa mengetahui nama itu, "Kayaknya gitu..."

"Jadi gimana Kak Jimin?"

"Eh? Kayaknya gue kaga ada janjian sama mereka deh, kenapa?"

"Jalan sama aku habis ini mau?"


***


Jimin tidak berhenti tersenyum malam ini, tangannya masih memeluk erat pinggang Minjeong yang sedang membawa motor.

Jalan-jalan keduanya dengan Minjeong tidak seburuk itu, bahkan lebih baik dari dirinya yang sudah bertahun-tahun tinggal disini. Minjeong mengajaknya pergi ke street food sebelum akhirnya menikmati musisi jalanan. Mungkin terlihat biasa tapi Jimin tidak tahu jika rasanya seluar biasa itu terlebih bersama Minjeong.

Mata Jimin menelisik ke sekitar, "Kayaknya ini bukan jalan ke rumah gue?"

"Iya memang bukan"

"Kita mau kemana lagi emangnya?"

Minjeong menggeleng, "Nggak kemana-mana, aku anterin Kak Jimin ke rumah Kak Giselle aja ya?"

"Lah kenapa emangnya?"

Minjeong tidak menjawab tapi motornya berhenti tiba-tiba, ah sebenarnya bukan tiba-tiba tapi memang mereka sudah sampai di tempat tujuan.

"Aku lupa arah rumah Kak Jimin hehe" Tawa Minjeong di akhir.

Jimin menghela nafasnya, sedikit kesal, "Kalau gitu harusnya lo nanya dong ke gue, males banget gue harus ke rumah si Giselle" Keluhnya di akhir.

"Kalau gitu mau nginep di rumahku?"

"H-hah? Kaga lah ngapain?" Gagapnya, "Udah bener gue nginep di rumah si Giselle dah" Kakinya dengan cepat melangkah lalu sebelum masuk kedalam pekarangan rumah Giselle, badannya kembali berbalik, "Sampai ketemu besok lagi"

Minjeong tertawa di ujung, "Besok libur Kak Jimin, tapi kalau Kak Jimin memang mau ketemu aku ya boleh"

Kalau udah salting emang bener jadi bego lo, Min.

Wajahnya memerah dan dengan spontan dirinya menutupi wajahnya lalu dengan segera berbalik meninggalkan Minjeong dan tawanya. Untung saja besok benar-benar hari libur, jika tidak, dia sudah tidak tahu lagi bagaimana bersembunyi dari Minjeong.


***

Forever [Yj.Km]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang