22. Apa Kabar?

96 39 16
                                    

Sebuah kendaraan motor melaju cepat membelah jalan pemiliknya mulai tak memedulikan gunjingan orang-orang yang berteriak kesal pada dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah kendaraan motor melaju cepat membelah jalan pemiliknya mulai tak memedulikan gunjingan orang-orang yang berteriak kesal pada dirinya. Yang dipikirkan sekarang hanyalah gadisnya, keselamatan Naraya perlu dinomor satukan saat ini.

Persetan dengan keselamatannya sendiri. Seesampainya di tempat tujuan laki-laki itu langsung mendapatkan tatapan tak enak dari orang rumah, pasalnya Haidan sama sekali tak mengetuk pintu dulu sebelum masuk. 

Anak itu memang terkenal akan keberandalannya sampai ke kuping Tiara sebab Yura yang sering menceritakannya, selain sering menceritakan Nachandra gadis itu juga sering menceritakan kehidupan teman-temannya di sekolah.

Dan entah bagaimana gadis itu pun mengetahui latarbelakang keluarga Haidan, padahal hal itu kini menjadi rahasia umum perbincangan para anak perempuan di sekolah. Ternyata beberapa di antara mengetahuinya, tetapi sengaja berpura-pura seperti tak tau apa-apa.

Haidan hanya melirik sekilas pada Tiara dan anak-anaknya, lalu mendecih pelan tak terdengar dan kemudian melangkah menuju kamar Naraya dengan sedikit tergesa-gesa. Tetap tegar, dan bersabar walaupun perlakuan yang didapatkannya tak sesuai ekspetasi. 

Melihat tubuh Naraya meringkuk di atas ranjang dengan selimut tebal menyelimuti badan mungilnya, membuat si lekaki meringis pelan tiba-tiba merasa kesal, marah pada mereka yang tak bertanggungjawab.

Tak ingin menganggu, anak itu. Memilih terduduk di sisi ranjang milik Naraya mengelus-elus surai hitamnya lembut, sesekali menampilkan tersenyum tulus walau kaku. 

"Ck, ngapain lo di situ?!" Naraya mendecak marah tak ingin kekasihnya itu melihat kelemahannya.

"Nungguin lo, Nay." Kepala Haidan tertunduk merasa bersalah. Walapun dirinya tak melakukan kesalahan apapun.

"Lo udah makan? Lo harus makan," ujarnya namun tak juga mendapat balasan. Ketika si gadis punya masalah memang selalu saja begini. Dia akan lebih sering menutup diri memendam masalahnya sendiri.

"Ra, lihat gua." Haidan menyentuh pipi dingin Naraya langsung ditepis. 

"Gue nggak mau lo sakit." Perkataan Haidan tadi sama sekali tak menggerakkan hati Naraya. Sejujurnya dia muak dengan dunia, muak dengan diri sendiri yang terlalu munafik menerima diri.

Apa yang harus gue banggakan dari diri gue ini? 

"Fine, kalo gitu yang gue butuhin cuma sendiri, Dan. Please ngertiin gue, gak semuanya harus gue lakuin, jujur aja gue capek hidup tanpa tujuan," finalnya sembarangan, mata gadis itu kembali mengeluarkan cairan bening menyisakan rasa kecewa dalam hati.

Kekcewa, pada diri sendiri. 

Gimana mau bahagia? 

"Lo cuma harus makan, Naraya." Haidan menggenggam kedua tangan lembut Naraya menguatkannya. "Cerita ke gue tentang masalah lo, selagi itu bisa mengurangi beban."

When The Sun Goes Down [𝘤𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang