Sejalan, tak searah.
Nachandra Renjana dan Naraya Hysteria adalah dua remaja yang terbelenggu dalam trauma masa lalu. Tentang kehilangan orang-orang terdekat, kekerasan sejak dini, pemulihan diri dari masalah kesehatan mental, sisi kejam dunia pada...
Warning 🔞 : a lil bit mature here bagian terakhir. Bagi yang masih adik adik atau ngerasa sensitif sama hal begini bisa skip kok hehe ✌🏻☺
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Menolak direnggut maut memaksakan kelopak matanya terbuka berat rasanya, kedua tangan meremat sprei membantu dirinya terbangun dari tidur nyenyak alih-alih mati. Badannya refleks terduduk langsung memandang pelan ke sekeliling ruangan semua terasa remuk redam dalam beberapa sekon mendatang.
Di dalam ruangan dominan berbau obat-obatan serta bernuansa serba putih. Sudah jelas rumah sakit. Sekarang rasa sakit seolah menjalar kembali ke seluruh tubuhnya selagi ia mengumpulkan kesadaran penuh anak itu menyentuh perutnya meringis pelan menikmati aroma pendinginan ruangan menyambut penciuman.
Beralih menatap ke kedua telapak tangan yang terdapat banyak luka lecet, kepalanya masih pusing, rupanya ada sebuah luka yang cukup parah di jidat membiru dan beberapa area seperti pipinya lalu tulang-tulang dua kakinya terasa sangat ngilu.
Masih sibuk memperhatikan setiap goresan luka bagaikan mahakarya mesti diabadikan sambil mengingat kembali bayang-bayangan menyeluruh kejadian sebenarnya tak ingin ia ingat lagi, entah mau itu dari bayangan masa lalu atau masa kini.
Nachandra mulai mengacak rambutnya berusaha memudarkan ingatan-ingatan kelam.
"Sudah bangun?" Ekor matanya melirik sosok di ambang pintu
"Ehh, iya, Nek. Udah." Tetap memaksakan untuk tersenyum meskipun sulit.
Wah, rupanya nenek ini yang menjadi malaikat penyelamatnya-si penjaga warung tadi-dia menarik sebuah kursi merebahkan diri guna mengamati anak remaja ini lebih teliti kemudian beliau meringis melihat bekas luka di wajah tampannya.
"Kan Nenek sudah bilang, kamu itu ya harus lebih berhati-hati kalau lewat sana, banyak anak sekolahan berkumpul membentuk kelompok. Kadang nenek liat mereka suka berkelahi begitu ada saja teman mereka kelahi." Nachandra terkekeh mendengar intonasi bicaranya sebab terlalu khawatir.
"Makasi ya, Nek. Makasi banyak." Ia menyunggingkan seulas senyum tipis sebagai ucapan terima kasih.
"Hehehe sama-sama. Kamu udah nggak papa?"
Ditanya begitu Nachandra mencoba meregangkan tubuhnya merasakan ada yang berbunyi ngilu di sekujur tubuh terasa nyata kembali. Ia memejamkan mata beberapa saat lalu menyentuh jidatnya memastikan. Tentu saja masih sakit.
"Yang penting ndak papa, alhamdulillah syukur ya, berdo'a banyak-banyak sama Allah." Kepalanya tertunduk ragu ketika surai lembutnya diusap oleh sang nenek dirinya menghela napas mengais oksigen lebih banyak.
"Iya, Nek."
"Saya harus ke sekolah dulu, Nek." Nachandra memaksakan badannya bergerak langsung didorong pelan oleh si nenek, kemudian menggeleng keras pertanda tidak mengizinkan.
"Heh, ehh! keadaanmu masih begini loh," heboh khawatir.
"Gapapa, Nek. Nachandra masih bisa jalan kok," katanya mencoba menyakinkan. Akhirnya hanya anggukan kecil sebagai jawaban.