Sepertinya hari seperti ini harus dirayakan.
Pasalnya, tadi malam tiba-tiba Om Farhan mengizinkan Nachandra untuk membawa motor ke sekolah sejenis kendaraan beroda dua, dan katanya mulai sekarang anak itu boleh bergaul sebebasnya asal tetap menjaga kesehatan dengan makan teratur tepat waktu.
Bukannya ia memiliki penyakit yang serius. Hanya saja amanah dari orang tua sang anak akan selalu Farhan ingat juga karena bocah laki-laki tengil ini adalah titipan, dititipkan kembali singgah di tempat masa kecilnya bersama kenangan yang masih tertinggal.
Daripada harus menjemputnya setiap hari sepulang berkerja ia lebih memilih melepaskan anak itu sesekali menikmati masa remajanya.
Seperti dugaannya, pagi-pagi sekali dia sudah berpakaian rapih. Sementara dilihatnya Naraya sedang melahap sarapannya secepat kilat demi menjanggal perut. Farhan terlalu banyak melihat berubah dari sosok kecil Naraya versi dewasa.
"Mau berangkat sekolah?" tanya Nachandra pada Naraya yang hendak menaruh piring ke tumpukan cucian kotor.
Sudah lama sekali Farhan tidak melihat pemandangan interaksi keduanya di hadapannya ini, seketika bibirnya tersenyum hangat.
"Iya, jangan halangin gue," balasnya seadanya.
"Berangkat bareng sama gue aja." Farhan kaget menganga bak seorang ibu-ibu menyebar informasi terakurat tengah menguping pembicaraan tetangga sebelah.
Tak biasanya Nachandra akan mengajak orang lain berangkat sekolah bersama dengannya, wajar saja karena dia sudah memiliki kekasih, yaitu Yura.
"Sorry, gue lebih milih naik angkot." Nachandra memiringkan kepala mengeringai kecut agaknya usahanya percuma.
"Emang nggak panas?"
"Emang naik motor nggak panas?"
"Enggak kok, cuma minus kena debu doang." Naraya melemparkan tatapan tajam padanya, lalu pergi berlalu begitu saja.
Dia menghela napas lalu beralih tersenyum ke arah Farhan yang tengah menaik-turunkan alisnya terkesan mengejek dan itu sangat amat menjengkelkan.
"Jemput Yura gih! Sok sok an Naraya, jiakhh!"
"Maksud?" ketusnya sewot.
"Ya maksud Om lebih baik kamu sama Yura, kalian kan udah deket banget keyakinannya kalian juga sama. Lagian Naraya itu anaknya bandel. Bukan gimana gimana ya ... Om rasa kamu nggak bisa naklukin dia." Alis Chandra terangkat berusaha mencerna maksud ucapan Farhan.
"Kenapa jadi bahas agama anjir?! Ya emang beda, nggak akan pernah sama juga. Lagian Chandra cuma niat temenan Om, nggak lebih." Dia berucap santai memggiring opini demi mengalihkan topik.
Farhan mengangguk-angguk terlihat sewot baru kali ini ia melihat anak didiknya ini berbicara seperti orang dewasa. Tapi kalau dipikir-pikir Chandra memang sudah tumbuh besar, hanya dirinya yang tidak menyadari hal itu.
"Nachandra baik-baik ya? Udah kelas 12 loh. Jangan buat masalah." Farhan mengelus-elus tangan hingga pucuk kepala Chandra. Melihatnya tumbuh besar begini adalah sesuatu yang mengharukan sekaligus membanggakan baginya.
"Makasih Om. Chandra pergi dulu. Assalamu'alaikum."
Lahir memeluk agamanya sendiri dan kini hidup di lingkungan yang berbeda. Meskipun begitu didikan Farhan tidak pernah gagal, Nachandra berhasil beradaptasi dengan lingkungan barunya walaupun islam bukan keyakinannya, ia selalu mengikuti apa yang biasa Farhan ajarkan.
Nachandra itu memang anak yang penurut.
•
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Sun Goes Down [𝘤𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]
Roman pour AdolescentsSejalan, tak searah. Nachandra Renjana dan Naraya Hysteria adalah dua remaja yang terbelenggu dalam trauma masa lalu. Tentang kehilangan orang-orang terdekat, kekerasan sejak dini, pemulihan diri dari masalah kesehatan mental, sisi kejam dunia pada...