Trigger Warning : Blood, violence, harsh words
Langkah pelan mengarahkannya ke pada seekor kucing tak berhenti mengeong-ngeong di sisi gang sana hanya sebuah tatapan polos dari hewan malang itu mampu membuat hati kecilnya tergerak untuk membantu, ketika mendekat ternyata kucing itu berlari ketakutan. Seketika mengingatkan pada kucing di rumah orang tuanya, mereka selalu berlarian saat didekati.
Nachandra menggelengkan kepala pelan dan mulai menebak-nebak apa yang membuat mereka begitu takut pada manusia? Masih sekedar menduga, mungkin saja seseorang pernah menyakitinya menciptakan trauma, tapi sejujurnya ia sungguhan hanya menduga-duga saja.
Mengelus punggung si kucing dengan sentuhan lembut, memperhatikan luka-luka di sekitar sana, seluas senyum manis bagai matahari bersinar di pagi hari ini.
"Laper ya?" Monolongnya. "Gue juga," tawanya hambar yang dibalas ngeongan keras, si kucing mendekat perlahan mengendus-endus membuat hati laki-laki itu ikut teriris.
"Apa gua beliin makanan kucing aja kali ya? Nggak tega ah gue." Dia beranjak berdiri lalu berjalan santai menyusuri gang berhati-hati, karena rupanya ia tak begitu mengenal seluk-beluk jalan di sini berbekal feeling semoga tak tersesat.
Matanya menatap ke sekitar melebarkan pandangannya jeli dan tepat di depan sana akhirnya terdapat sebuah warung kecil, rupanya penjaganya adalah seorang nenek-nenek langsung menyapa ramah."Mo beli apa, Nak?" Nachandra tersentak pelan, lalu meraih tangan rapuhnya berniat menciumnya.
Lagi-lagi dirinya dibuat tak tega hati oleh pemandangan tatapan rapuh mahkluk Tuhan. Wanita itu tersenyum tulus tanpa cela, dia lantas teringat pada mediang neneknya yang sedang ia rindukan akhir-akhir ini.
"Hmm ada makanan kucing nggak, Nek?"
"Owalah nggak ada. Mau makan aja? Kamu keliatannya lapar." Benar saja, dari tadi perut Nachandra cerewet keroncongan sebab tak sempat diisi apapun sebelum berangkat ke sekolah.
Hari ini Nachandra terpaksa pergi ke sekolah jalan kaki sendiri, mana bisa terus mengandalkan Om Farhan beliau semakin sibuk berkerja akhir-akhir ini dia bahkan sempat pulang juga belum punya waktu untuk merayakan ulang tahunnya. Naraya? Syukurnya gadis itu di jemput oleh teman sekelasnya.
"Nggak usah, Nek, ngerepotin hehe."
"Lohh enggak repot kok! Masuk masuk!"
"Ah, nggak usah, Nek, Nachandra juga hampir telat ke sekolah," jelasnya, tak berbohong. " Saya beli rotinya aja, ya?" katanya setelah mengambil sebuah roti yang terpajang sambil tersenyum sopan. Sang kekeh terkekeh kagum ia tak pernah melihat sosok seorang anak laki-laki bergerak-gerik sepolos ini.
Walaupun anak itu seolah selalu menolak kontak mata saking gugupnya kemudian tangannya memberikan selembar kertas merah ke tangannya, lantas wanita itu terkejut tak bisa berkata-kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Sun Goes Down [𝘤𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]
Roman pour AdolescentsSejalan, tak searah. Nachandra Renjana dan Naraya Hysteria adalah dua remaja yang terbelenggu dalam trauma masa lalu. Tentang kehilangan orang-orang terdekat, kekerasan sejak dini, pemulihan diri dari masalah kesehatan mental, sisi kejam dunia pada...