Dari sekian banyak pengunjung yang mampir atau sekadar berlalu-lalang melewatinya hampir semua orang membawa gandengan entah itu anak-anak mereka atau pun pasangan mereka. Sampai dirinya tak menyadari cairan bening mulai menyuramkan pandangan.
Satu hal paling menyita perhatian begitu dalam sehingga membuat sudut bibirnya tertarik miris adalah seorang pria paruh baya bajunya sedikit lusuh compang-camping yang tengah menggandeng dua anak laki-laki dan perempuan. Lalu di sebelahnya tampak seorang wanita menyunggingkan senyuman menawan pada dunia.
Sekeluarga mampu menebarkan kebahagiaan sekaligus menggali goresan duka lama secara tidak langsung. Ekor matanya tak berhenti memandang para mahkluk paling bahagia ciptaan Tuhan ini, sebuah gambaran keluarga dambaan banyak orang.
Bukannya sempurna, namun kelihatan sangat harmonis.
Naraya memeluk tubuhnya sendiri mulai membayangkan bagaimana kah kehidupannya di masa mendatang nanti, jujur saja ia takut menghadapi masa depan belum siap untuk dipatahkan dari ekspektasi tingginya sendiri.
Sebab sejak semuanya tidak pernah berjalan sesuai keinginan. Naraya memilih untuk menyimpan semuanya dan mengubur dalam-dalam segala rencana hidup, cita-cita, keinginan yang terpendam.
Hampir kalut dalam raga tak bernyawa terlena menikmati sakit tak seberapa ketimbang rindu tak ada ujung nyatanya. Tepukan di bahu menarik masuk jiwanya kembali sehingga kepalanya menoleh ke belakang langsung berhadapan dengan seorang gadis cantik sedang tersenyum menatap anggun.
Sepertinya dia penggemar warna biru terlihat dari bagaimana dirinya mengenakan pakaian berwarna biru lebih dari sekali.
Rambut panjang indahnya tergerai bebas lurus sepinggang maka sesaat gadis di depannya terpaku dibuat terkagum-kagum namun juga mendadak seperti dihempaskan jatuh lagi dari langit ke tujuh teringat sesuatu.
"Naraya kan?" Gadis cantik ini menunduk makin mengeratkan pelukan diri tampak kedinginan mengenakan pakaian lumayan terbuka di bagian dada.
"Iya, gue Naraya." Permukaan tangan hangatnya bersentuhan sekilas dengan kulit dingin Naraya.
"Ke dalem yuk! Nggak kedinginan emang di sini?"
Naraya menggeleng lemah berakhir sekedar membalas senyuman Callista. Dia cukup ramah sebenarnya sedikit tak menyangka ternyata doi memiliki hati yang lembut, rasanya tak aneh lagi mengapa Marnia menjodohkannya dengan Nachandra.
"Enggak usah," jawabnya singkat. Callista menghela napas begitu tawarannya ditolak. Menyentuh bahunya sekali kemudian berlalu pergi ikut serta bergabung bersama mereka-menjadi pusat perhatiannya sejak tadi.
"Naraya itu anak problematika di sekolahnya, tau kalian? Nilainya selalu anjlok, dan parahnya lagi perempuan itu sering buat onar, lumayan sering dipanggil BK juga kan?"Sayangnya pada anak membuat wanita ini harus mengeluarkan kata-kata tak mengenakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Sun Goes Down [𝘤𝘰𝘮𝘱𝘭𝘦𝘵𝘦𝘥]
Teen FictionSejalan, tak searah. Nachandra Renjana dan Naraya Hysteria adalah dua remaja yang terbelenggu dalam trauma masa lalu. Tentang kehilangan orang-orang terdekat, kekerasan sejak dini, pemulihan diri dari masalah kesehatan mental, sisi kejam dunia pada...