-📓-
Awalnya, Windy pikir rumah sakit yang akan ditempati mama seperti rumah sakit pada umumnya, di mana orang-orang akan dikurung pada tempat yang mirip penjara lalu dicekokki dengan bermacam-macam obat setiap hari. Namun, semua praduganya dipatahkan dalam sekejap. Rumah sakit jiwa Senja Abadi tampak berbeda.
Rumah sakit itu tidak memiliki lorong-lorong panjang yang selama ini ada di pikiran Windy. Senja Abadi berdiri sudah hampir dua puluh tahun, jadi Windy tak begitu terkejut saat melihat design-design yang terlihat unik sekaligus memancarkan kesan kejawen itu.
Saat pertama masuk, Windy langsung disuguhkan sebuah taman luas dengan gazebo yang ada di sisi kanan dan kiri. Di tengahnya terdapat kolam berbentuk lingkaran dengan air mancur dua tingkat.
Bagian lobi tampak seperti ruang tamu biasa dengan perlatan ruang tamu umumnya seperti meja, sofa, lemari pajang dan guci-guci antik. Hanya yang membedakannya adalah di bagian sisi kanan tetap terdapat meja resepsionis panjang sebagai tempat registrasi dan administrasi.
Jika seperti ini, para pasien tidak akan merasa seperti seseorang yang sakit, mereka akan merasa seperti sedang berlibur dan menginap di sebuah hotel tradisional.
Windy mengikuti langkah Tante Mira. Sementara mama di kursi roda yang didorong Bi Darmi tampak tenang.
Setelah melakukan segala tetek bengek untuk pendaftaran, mereka bertiga segera di sambut Bu Sukma, Ketua Rumah Sakit Jiwa Senja Abadi. Di awal pertemuan, wanita paruh baya itu terlihat sangat ramah dan sopan. Beliau mengantarkan mereka ke kamar yang akan ditempati mama.
"Bu Dewina akan tidur di sini," ucap Bu Sukma saat masuk ke kamar dengan ukuran sedang itu. Windy tak berkedip saat melihat perlengkapan yang ada di dalam sana. Semua barang-barang yang ada di kamar tidak begitu banyak, namun ditata dengan amat rapi. Satu hal yang membuat Windy tertegun. Barang di dalam kamar itu tidak ada yang terbuat dari kayu, besi, atau bahan keras lainnya. Di dalam terdapat satu springbed yang terlihat empuk. Meja, kursi, dan lemari pakaian terbuat dari gabus yang dimodifikasi dengan apik.
Sungguh, jika begini keadaannya Windy yakin jika mama akan aman tinggal di sini.
"Mama ... mulai saat ini, mama tidur dan tinggal di sini ya?" ucap Windy begitu Bu Sukma meninggalkan kamar.
Dewina hanya duduk di kursi roda dalam diam. Mata wanita itu menatap buku coretan kesuakannya di pangkuan.
Windy mendesah, ia tahu mama mendengar ucapannya. "Mama marah sama Windy?"
Lagi, lagi, mama tidak merespon ucapan itu. Windy mendongak lalu menatap Tante Mira dan Bi Darmi.
Hingga sebuah tangan menggenggam erat lengan Windy membuat pandangan cewek itu segera beralih.
"Maafin mama, Win ..."
Windy melepaskan tangan mama dari lengannya lalu menggenggam tangan itu erat.
"Kenapa Mama yang minta maaf?"
Wanita itu menatap Windy dengan mata berkaca. "Mama udah bikin Windy susah, maafin mama ..."
Windy menggigit bibirnya. Tolong kali ini jangan membuatnya menangis di depan mama.
"Tapi mama udah gak bakal nyusahin Windy kok, mama udah di sini ..." ucap mama lagi bersamaan dengan setitik air yang melewati pipi tirusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brain Notes
Teen FictionWindy berhasil keluar dari jurang kemiskinan setelah menjadi tentor di sebuah lembaga bimbingan belajar misterius bernama Brain Notes. Hingga suatu hari, cowok yang selalu memenuhi hati Windy sejak pertama ia masuk menjadi siswa SMA Samapta, tiba-ti...