Brain Notes - [17]

753 136 4
                                    

-📓-

"Silakan diminum, Tante," ucap Windy setelah menyelesaikan ritual bersih-bersihnya. Cewek itu duduk di sofa tepat di depan Tante Lisa dan Gathan.

"Maaf, Tante, kalo Windy lama mandinya."

Tante Lisa menyesap tehnya dan meletakkan cangkir di tangannya kembali ke meja. "Gak lama kok, iya kan Than?"

Gathan yang tidak bisa membohongi wajah bosannya tersenyum tipis. "Iya."

Windy tersenyum tak enak. Ia hanya bisa menyuguhkan teh dan kue bolu di atas meja. Bibi belum memasak, karena memang itu permintaan Windy setiap hari. Windy hanya tinggal berdua dengan Bibi, jadi seringnya Windy membeli makanan di luar untuk dirinya dan Bibi.

"Dari tadi Tante cuma lihat ART kamu aja yang berkeliaran. Papa kamu pasti lagi kerja, tapi kalo Mama kamu?"

Windy menatap Mama dari orang yang ia sukai itu lamat. Windy tahu jika pertanyaan ini akan keluar. Jadi, Windy tentu sudah menyiapkan jawaban.

"Maaf, Tante ... seharusnya Windy udah bilang ini sejak awal. Sejak kecil Windy hanya hidup berdua dengan Mama, Windy gak punya Papa."

Windy tersenyum tipis lalu melanjutkan kalimatnya. "Mama Windy adalah orang yang paling Windy sayangi sedunia. Meskipun cuma hidup sama Mama, Windy sama sekali gak merasa kekurangan kasih sayang. Mama ngasih semua yang Mama punya sama Windy. Mama berjuang ngebesarin Windy. Kita sama-sama bahagia bareng, Tapi ..."

Lisa meremas tangannya di atas pangkuannya. Sementara Gathan hanya bisa bungkam ikut mendengarkan penuturan Windy.

"Tapi, semua kebahagiaan itu berubah. W-waktu itu ketika Windy masih kelas enam, Mama buru-buru pulang karena Windy lulus dengan nilai tertinggi di sekolah. Mama pengen ngasih kejutan ke Windy dengan nyiapin pesta di rumah."

"Siang itu, Windy masuk ke rumah dengan perasaan bahagia, apalagi pas lihat rumah udah banyak balon-balon sama banyak makanan. Di dalam rumah sudah ada temen Mama sama anaknya, Bi Darmi, Pak Tanto. Semua ada kecuali Mama. Mama ternyata masih harus nyelesaiin pekerjaan di kantor."

"Kita semua nunggu Mama Windy pulang, hingga---"

Setitik air mata akhirnya jatuh di pipi Windy. Cewek itu menunduk dalam. Lisa segera bangkit dan beralih duduk di samping Windy, lalu mengusap pundak mungil itu.

Windy menarik napasnya untuk melanjutkan. "Hingga, kita semua nunggu satu jam, tapi Mama gak pulang ... justru mendadak ada telepon yang bilang kalau Mama Windy kecelakaan."

Lisa mengerjap.

"Untungnya kecelakaan Mama gak bikin Windy kehilangan Mama. Tapi ... akibat kecelakaan itu, Mama jadi lumpuh. Mama sulit nerima kenyataan itu, apalagi saat Mama tahu kalau Mama diberhentikan dari pekerjaannya ..."

"Mama jadi depresi, dan ..."

Lisa mengusap punggung gadis remaja itu. "Udah ... udah gak usah diterusin ..."

Windy menggeleng. "Mama akhirnya harus mengalami gangguan jiwa. Mama sekarang ada di rumah sakit jiwa, Tan ..."

Isakan Windy kembali terdengar. Lisa jadi merasa bersalah. Hanya karena perkataan gadis di tribun beberapa waktu lalu, membuat ia melakukan ini. Ia pura-pura tidak tahu semuanya dan memilih mengulik sendiri pada Windy, dan tak sadar juga telah membuka luka gadis itu.

"Jadi, Tante ... maafin Windy, maaf karena Windy bukan berasal dari keluarga terpandang."

Lisa terhenyak. Wanita itu menatap Windy penuh tanya. "Apa mungkin ..."

Brain NotesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang