Brain Notes - [21]

803 147 6
                                    

-📓-

"Bis enam untuk kelas sebelas ipa satu dan ipa dua, bis tujuh untuk kelas sebelas ipa tiga dan ipa empat, bis delapan untuk kelas sebelas ipa lima dan ips satu ..."

Boby berdecih menatap Pak Sutris yang membacakan pengumunan di depan sana. Cowok itu mengibaskan tangannya karena panas mulai menyengat di jam setengah dua belas ini. Bagaimana tidak? Seluruh siswa sedang berkumpul di lapangan hanya untuk mendengar pengumuman itu.

"Males banget satu bis sama sebelas ipa tiga, anaknya pada gak asik."

Candra menepuk bahu Boby. "Turut prihatin. Mending gue deh sama anak sebelas ips satu."

Gading hanya berdiri menatap tak minat guru BK di depan sana. Dari semua orang yang di sini, dia lah yang paling menderita dengan aturan pembagian bus ini. Monika, Levin, dan Hanum ada di kelas sebelas ipa tiga. Bagus, sangat-sangat membuat hati Gading tersentuh.

"Abis ini gue mau bilang sama Pak Gandi kalo gue pengen pindah ke bis delapan," ucap Gading membuat Boby tersenyum cerah.

"Ajak gue juga dong, Ding!"

Gading menatap Boby sekilas. "Gampang."

Kris dan Candra terkekeh.

"Mantep, kita jadi satu bis nih," sahut Candra ikut senang.

Gading akhirnya menemukan pelatihnya. Cowok itu segera melangkah membelah kerumunan. "Kalian tunggu di sini."

Ketiga cowok remaja itu mengangguk.

"Pak tunggu!" teriak Gading begitu sampai di depan pelatihnya.

Pak Gandi segera menghentikan langkahnya. "Eh, Ding. Ada apa?"

"Pak, saya pengen pindah ke bus delapan, bisa?"

Pria paruh baya itu mengernyit. "Bentar-bentar, saya coba bicarakan dulu pada Bu Ratna. Beliau yang koordinir bagian absen bis."

Gading mengangguk. Cowok itu masih berdiri di tempatnya saat Pak Gandi menghampiri Bu Ratna yang tak jauh dari sana.

Selang satu menit, Pak Gandi menghampiri Gading.

"Maaf, Ding, tapi bis delapan kursinya penuh semua," ucap Pak Gandi.

Gading mendesah.

"Tapi, kalo kamu mau pindah, ada dua anak dari kelas sebelas ipa dua yang gak bisa ikut, jadi kursi kosongnya ada di bis enam, gimana?"

"Gakpapa, Pak!" serbu Boby yang muncul di belakang Gading.

Gading melirik kesal ke arah sahabatnya itu.

"Mending di sana deh, Ding ... daripada bis tujuh tar lo diganggu Hanum," bisik Boby.

Gading tampak berpikir. Benar apa yang dikatakan Boby. Tetap berada di bis tiga bukan pilihan yang tepat.

"Baik, Pak. Saya sama temen saya ini yang mau pindah bis."

Boby menjentikkan tangannya. Sepertinya perjalanannya menuju Lajala yang membutuhkan waktu tujuh jam itu akan terasa menyenangkan.

📓

Anak-anak kelas sebelas ipa satu dan dua segera berebutan masuk ke bis enam. Sementara tubuh Windy yang kecil harus rela tertarik kebelakang. Windy pun memilih mundur lalu berdiri bersama Fani yang sedari tadi menunggu tak jauh dari pintu. Cewek itu memang menunggu sepi karena tidak ingin penampilannya rusak akibat berdesakkan.

Brain NotesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang