Brain Notes - [19]

747 136 4
                                    

-📓-

Keadaan ini sama sekali tidak asing. Kejadian ini mengingatkan Windy pada masa-masa kelamnya saat di SMP dulu. Windy benci karena ia harus mengalami perundungan lagi.

Bau amis segera menusuk-nusuk hidung Windy begitu ketiga cewek itu melemparinya dengan puluhan telur. Mereka tak berhenti sampai di situ, belum puas, mereka melemparkan tepung ke tubuh Windy membuat Windy yang terikat di kursi seketika bersin-bersin.

Ketiga cewek itu terbahak bersama. Menikmati permainan mereka.

"Ini semua buat nyicil kejutan ultah lo! Kapan ultah lo? Masih lama atau udah lewat?"

Suara tawa lagi.

Windy mengibaskan kepalanya ke kanan dan kiri berharap tepung-tepung itu sedikit menyingkir dari wajahnya. Cewek itu menatap tajam ketiga cewek di depannya. Jika dulu Windy akan menangis saat ada orang yang menginjaknya, kali ini Windy tidak akan selemah itu. Ia sudah melewati segala kesakitan sejak kecil, masalah seperti ini hanya sebagian dari ujung kukunya.

"Wah, kayaknya dia belum kapok, Al."

Alika tersenyum miring. "It's okay, hari ini cukup sampai di sini. Setidaknya kita bisa bersenang-senang. Kalo dia berani deket-deket sama Gading lagi, baru kita kasih pelajaran lagi."

Cewek dengan rambut sebahu itu, mengeluarkan ponselnya dan memotret Windy yang penampilannya begitu mengenaskan.

"Harus kita apakan foto ini, guys?"

Dua antek-anteknya segera menghambur untuk melihat hasil jepretan itu. Keduanya lantas terbahak keras.

"Pajang aja depan pintu kamar, Al ... mayan buat ngusir setan biar gak masuk kamar lo."

Alika terkekeh. "Ide yang bagus."

Cewek itu meregangkan kedua tangannya. "Duh, kayaknya gue capek. Pulang yuk ... biarin dia di sini sampai malam."

Windy memberontak saat ketiga cewek itu meninggalkannya di gedung bekas ruko ini. Windy menggeram, ia harus melepaskan diri.

Dengan sekuat tenaga, Windy membuat kursi yang ia duduki mundur beberapa kali. Ketika kursinya sudah berada dekat jendela, cewek itu menggesekan tali ditangannya ke kaca jendela yang pecah.

"Arghhh ..."

Windy meringis saat pergelangan tangannya tergores. Meski begitu, cewek itu tetap berusaha menggesekkan tali itu.

Sekitar lima menit, tali yang mengikat tangannya terlepas. Windy menatap ngeri darah yang menetes di pergelangan tangannya. Tak menungu waktu lama, Windy segera melepaskan ikatan di kedua kakinya.

Pandangan Windy menyapu sekitar, lalu pandangannya jatuh pada tasnya yang terkapar tak jauh dari tempatnya. Windy segera mengambil tas itu dan mengeluarkan ponselnya. Bahunya seketika merosot saat melihat rating Brain Notesnya turun. Pasti clientnya marah, karena Windy tidak datang.

Fokus Windy teralihkan saat ponselnya berdering. Cewek itu tertegun, ada banyak panggilan tak terjawab dari Gading. Windy mengusap wajahnya kasar lalu menarik napasnya dalam sebelum mengangkat panggilan itu.

"Hallo, Ding?"

"Win? Lo gakpapa?"

Brain NotesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang