-📓-
"Cepetan lo yang ngetuk pintunya."
Fani menggigit bibirnya, menatap Wulan bimbang. "K-kok gue?"
Wulan mendesah. "Kan gara-gara ucapan lo di stadion seminggu lalu Windy jadi marah sama kita."
Fani mengerucutkan bibir kesal. "Gue kan cuma ngomong fakta."
"Kita udah berdebat masalah ini dari dua hari lalu setelah Mamanya Windy meninggal. Ingat Fan, Windy itu temen kita, dia bahkan rela bantuin kita selama ini, apa ini cara kita bales semua yang udah Windy lakuin?"
"Sekarang gue tanya, lo ngejauhin Windy memang karena dari hati lo atau cuma takut gak ditemenin sama anak-anak lain?" lanjut Wulan.
Fani mengerucutkan bibirnya.
"Gue bingung."
Wulan memijit pelipisnya. Mereka sudah berada tepat di depan pintu rumah Windy. Namun, Fani masih saja ragu.
"Gini deh, saat denger Windy jadian sama Gading, perasaan lo gimana?"
Fani terhenyak. "Kenapa lo nanya git--"
"Udah jawab aja," serobot Wulan.
"Jujur gue ikut seneng."
"Terus pas tahu Mamanya Windy meninggal. Perasaan lo?"
Fani mengerjap. Cewek itu menatap Wulan sendu. "G-gue sedih banget, gak tahu kenapa pengen nangis juga waktu itu."
"Nah, perasaan yang lo rasakan itulah yang dimiliki sesama sahabat. Waktu sahabat lo seneng lo ikutan seneng, waktu sahabat lo menderita lo juga ikut menderita."
"Jadi artinya?" tanya Fani menaikkan sebelah alisnya.
"Ck!" Wulan mendesah. "Artinya lo udah nganggep Windy sahabat lo!"
"A-apa?"
Wulan menarik napasnya dalam. Cewek itu memilih mengetuk pintu di depannya. Membuat Fani membelalak kaget.
"Wul---"
"Apa?"
"Tunggu, gue belum siap?"
Wulan menghentikan ketukan tangannya. "Apa sih yang bikin---"
Clek.
Kedua cewek itu menoleh kaget. Mereka segera menegakkan tubuhnya begitu pintu itu terbuka. Namun, bahu mereka segera turun saat melihat cewek asing berdiri di balik pintu.
"Nyari siapa, ya?"
"Windy ..." sahut Wulan cepat.
Cewek yang muncul di balik pintu itu segera tersenyum. "Temennya Windy?"
Keduanya mengangguk kaku.
"Oh, masuk-masuk, biar gue panggilin Windy."
Setelah cewek berambut pendek itu melenggang pergi, Fani dan Wulan memutuskan untuk segera duduk di sofa.
"Cewek tadi mirip elo---"
KAMU SEDANG MEMBACA
Brain Notes
Teen FictionWindy berhasil keluar dari jurang kemiskinan setelah menjadi tentor di sebuah lembaga bimbingan belajar misterius bernama Brain Notes. Hingga suatu hari, cowok yang selalu memenuhi hati Windy sejak pertama ia masuk menjadi siswa SMA Samapta, tiba-ti...