-📓-
Windy meraba dada polos Gading. Debaran jantung cowok itu terasa sampai telapak tangannya. Windy bingung, debaran itu berarti apa untuk saat ini? Apakah karena suhu tubuh Gading yang masih tinggi atau karena bibirnya dan bibir Gading yang masih menempel satu sama lain.
Hanya menempel, tidak lebih.
Windy segera sadar. Cewek itu mendorong dada itu menjauh membuat bibirnya dan Gading berjarak. Mata mereka terbuka perlahan.
Gading menatap Windy dalam membuat pipi Windy memerah seperti tomat.
"Gue udah dapet vitamin, abis ini gue bakal kuat lagi," sahut Gading sambil tersenyum lebar.
Mendengar itu Windy tidak bisa menyembunyikan salah tingkahnya. Apapun itu, Gading memang tidak pernah bisa hilang dari dalam hati Windy, sekeras apapun ia mendorongnya keluar.
"Win, bantuin gue buat pakek jersey lagi."
Windy yang menunduk malu kembali mendongak. Matanya menatap jersey yang tersampir di pundak Gading.
"Tinggal sepuluh menit lagi."
Windy mengangguk. Cewek itu segera menuntun Gading untuk duduk. Dengan cepat Windy memakaikan jersey yang masih bersih itu pada Gading.
Gading meringis pelan saat berusaha memasukkan lengan kirinya.
Selang semenit, Gading dan Windy melangkah keluar. Di luar Lisa tersenyum penuh arti memandang keduanya.
"Jadi, ceritanya udah balikan nih?"
Windy menunduk malu, sementara Gading terkekeh. "Ceritanya entar aja ya, Ma? Gading balik dulu ke lapangan."
Cowok itu memilih berlari menuju lapangan diikuti oleh asisten pelatih.
Sementara Lisa dan Windy melangkah berlawanan arah untuk kembali ke tribun.
"Maaf, Tante ... Windy gak bisa nyegah Gading buat gak ngelanjutin pertandingan lagi," ucap Windy di tengah perjalanan mereka.
"Gakpapa, Gading udah bertekad kan? Apapun yang terjadi pada Gading, dia pasti udah memperkirakan konsekuensinya."
Windy mengusap bekas air matanya. Cewek itu mengangguk. Benar, sekarang tugas Windy adalah berdoa, supaya Gading bisa melewati sisa pertandingan ini dengan lancar.
📓
Selama Gading masih belum kembali ke lapangan, sepuluh pemain Samapta bahu membahu menjaga daerah belakang saat Pancasila terus-terusan menggempur gawang mereka.
Saat ini waktu pertandingan sudah berjalan 87 menit ditambah dengan waktu tambahan 5 menit. Sementara skor masih bertahan dua sama.
Mendadak riuh sorakan penonton membuat seluruh pemain di lapangan menoleh ke sisi lapangan. Gading malangkah tertatih ke tengah lapangan untuk bisa melanjutkan kembali pertandingan.
Kris dan pemain Samapta lain menghela lega.
Gading tersenyum bangga pada teman-temannya yang berhasil mengatasi serangan Pancasila selama ia tidak ada.
Wasit segera membunyikan peluit dan pertandingan segera berlanjut.
Selama delapan menit tersisa, Gading akan mengerahkan segala kemampuannya. Saat ini bola sudah berada di kaki cowok itu. Gading mengintai seluruh pemain lawan. Cowok itu segera waspada saat melihat Faris melangkah ke arahnya untuk merebut bola.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brain Notes
Teen FictionWindy berhasil keluar dari jurang kemiskinan setelah menjadi tentor di sebuah lembaga bimbingan belajar misterius bernama Brain Notes. Hingga suatu hari, cowok yang selalu memenuhi hati Windy sejak pertama ia masuk menjadi siswa SMA Samapta, tiba-ti...