-📓-
"Jadi kakak mulai main bola dari umur berapa?"
Gading menguap bosan. Cowok itu menopang dagunya malas. "Dari gue masih TK."
Giliran cewek dengan poni rata yang bertanya. "Kak Gading punya tokoh favorit gak di dunia sepak bola? Kalo punya siapa?"
"Tsubasa."
"Kak Gading pertama kali dapet piala di bidang sepak bola sejak kelas berapa?"
"Kelas dua SD."
Dania menatap Ely, karena giliran temannya itu untuk memberi pertanyaan.
"Kak Gading cita-citanya jadi apa?"
Gading menaikan sudut bibirnya. "Menurut lo jadi apa?"
Ely berdehem. "J-jadi pemain bola terkenal?"
"Nah, itu lo tahu. Pertanyaan kalian gak ada yang berbobot apa?"
Dania dan Ely berpandangan.
"A-ada kok, Kak," jawab Ely terbata. Benar kata anak-anak jika Kak Gading memiliki aura intimidasi kuat. Buktinya Dania dan Ely sama-sama merasa canggung berbicara dengan kakak kelasnya itu.
"M-motivasi besar kakak pengen jadi pemain sepak bola terkenal apa?"
Gading terkekeh. "Karena otak gue cetek dan gue cuma jago main bola."
Dania dan Ely serempak tertawa.
"Kalian ngetawain gue?"
Seketika kedua cewek itu bungkam.
"T-tolong jawab yang serius dong, Kak. Wawancara ini bakal masuk biografi majalah sekolah soalnya," ucap Dania takut-takut.
Gading berdehem. "Sorry-sorry ... Btw ini cuma kalian berdua yang wawancara gue?" tanya Gading balik.
"Iya Kak, emang kenapa?"
Gading berdehem. "Gakpapa sih, oh ya Windy dapet tugas apa di jurnalistik?"
"Kak Windy dapet bagian nyusun majalah sama Kak Rian. Iya kan El?"
Ely mengangguk tanda setuju. "Emang ada apa ya Kak? Kak Gading ada perlu sama Kak Windy? Biar aku sama Dania panggilin. Kebetulan Kak Windy masih di ruang jurnalistik sama Kak Rian."
"BERDUA DOANK?"
Dania dan Ely berjengit di tempat. Lantas keduanya serempak mengangguk.
Gading menggaruk dagunya salah tingkah. Tidak seharusnya ia bereaksi seheboh itu. Cowok itu beralih menatap lapangan yang mulai ramai.
"Gue gak ada urusan sama Windy. Tadi sampek mana pertanyaannya? Buruan selesaiin. Gue abis ini ada latihan."
Dania dan Ely kembali melanjutkan sesi pertanyaan mereka. Sementara Gading menatap ruang ekskul jurnalistik yang terlihat sedikit dari lapangan.
📓
Bell pulang sekolah sudah berbunyi dua jam lalu, tapi Windy harus terjebak di ruang jurnalistik bersama Rian. Amanda terpaksa meminta mereka berdua untuk menyelesaikan draf majalah karena lusa hasil akhirnya harus sudah diserahkan kepada Bu Selena. Guru Bahasa Indonesia sekaligus pembina ekskul jurnalistik.
"Gue udah selesai nih Win, lo gimana?" tanya Rian sambil meretangkan tangannya ke udara.
Windy menggoyangkan kepalanya lalu mengangguk. "Gue juga udah," ucap Windy, matanya menatap ke arah jam dinding yang ada di depannya. "Aduh udah jam tiga, gue tadi diajak Fani buat nemenin ngeliat pacarnya latihan bola."
KAMU SEDANG MEMBACA
Brain Notes
Teen FictionWindy berhasil keluar dari jurang kemiskinan setelah menjadi tentor di sebuah lembaga bimbingan belajar misterius bernama Brain Notes. Hingga suatu hari, cowok yang selalu memenuhi hati Windy sejak pertama ia masuk menjadi siswa SMA Samapta, tiba-ti...