Di belantaranya rumput,
kucoba intip satu tunas
yang memberanikan diri,
di atas tanah, berdiri.Ia berlindung dari panas siang
di bawah payung ibunya yang
cokelat-berlubang, menua.Ia menatap hampa dari balik
punggung kakaknya yang
gagah menantang jalan.
"Jangan sekali-kali kau
usik adikku, wahai debu".Ia masih terlalu kecil
untuk menatap langit
yang kadang bekerja
sesuka musimnya.Dan ia masih terlalu mungil
untuk melawan jalan yang berdebu.
Tempat tangan-tangan usil
memetik sunyi.Kebumen, 17 Desember 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta Berpuisi
Puisi"Sekitarmu adalah puisi tanpa kertas. Maka, jadikanlah hatimu buku catatan tak berhalaman, dan akalmu pena yang tak pernah kehabisan akan tinta. Hingga setiap puisi yang dirangkai semesta, mampu terbaca oleh mata fana manusia". Seseorang yang tengah...