Author pov.
Lima hari telah berlalu, namun hubungan Winter dengan Giselle tidak menunjukkan adanya perkembangan, atau bisa dibilang tidak kunjung membaik. Selama lima hari ini Winter sudah berusaha untuk membicarakan masalah mereka, namun Giselle selalu berusaha untuk menghindarinya. Dan karena itu Winter sadar, dirinya yang bodoh itu kembali menyakiti hati orang yang telah tulus menyayanginya.Jika boleh jujur, semua yang dikatakan oleh Giselle waktu itu memang sepenuhnya benar. Winter pun tidak menyangkal dan menyadari perbedaan sikapnya itu. Perbedaan sikap di saat dulu dirinya masih bersama Karina, dan sekarang saat bersama Giselle, gadis yang berstatus sebagai kekasihnya.
Sungguh,
Winter tidak ada niat sedikitpun untuk memainkan perasaan Giselle. Awalnya, Winter benar-benar dibuat nyaman oleh perhatian-perhatian kecil yang Giselle berikan, dan dari situ Winter berpikir mungkin memang Giselle lah orang yang Tuhan kirimkan untuk menggantikan posisi Karina di hatinya. Namun entah bagaimana, seiring berjalannya waktu, bayang-bayang Karina dengan kurang ajarnya kembali ke otak Winter.*ting
Lift yang sedang Winter naiki akhirnya menyelesaikan tugasnya untuk mengantar Winter ke lantai sepuluh, lantai di mana ruangan appa Giselle selaku pemilik agency yang menaunginya itu berada.
Saat pintu lift itu terbuka, seorang gadis cantik yang tidak lain adalah Giselle, sedang berdiri seperti menunggu giliran untuk masuk ke lift itu.
Giselle yang selama beberapa hari ini memang selalu berusaha untuk menghindari kekasihnya itu tentu saja segera mengurungkan niatnya untuk masuk ke lift dan memilih pergi ke mana pun kakinya melangkah. Tentunya Winter yang melihat itu langsung mengejar sang kekasih.
"Gi."
"Gigi."
"Giselle!"
Langkah kaki Giselle terpaksa harus terhenti karena Winter menahan pergelangan tangannya.
"Apa sih ?" Dengan nada ketus dan raut muka yang kurang enak untuk dilihat, Giselle bertanya sambil berusaha melepaskan tangan Winter dari pergelangan tangannya.
"Please, we need to fix this, kita ga bisa terus-terusan kayak gini, jangan menghindar terus. Aku minta maaf kalau udah bikin kamu sakit hati."
Sebuah helaan nafas berat berhasil lolos dari mulut Giselle setelah dirinya mendengar permintaan maaf dari orang yang masih berstatus sebagai kekasihnya itu.
"Jadi kamu sadar kalau perbuatan kamu selama ini tuh nyakitin aku ? Terus kenapa diulang terus, Win ?"
Pada kalimat terakhirnya itu, nada suara Giselle terdengar sangat lirih, seperti ada hal menyakitkan yang membuat tenggorokkannya tercekat. Bahkan mata indah sahabat Karina itu mulai berkaca-kaca. Dan tidak bisa dipungkiri, melihat sisi lemah kekasihnya itu membuat dada Winter terasa sesak dan hatinya sangat teramat nyeri.
Winter bingung, jika dirinya tidak memiliki perasaan sayang terhadap Giselle, pasti hatinya tidak akan terasa sesakit itu.
"Kamu tau ga ? Sebenernya aku berharap kamu bakal bilang 'can we fix this ? I can't lose you' bukan malah 'we need to fix this'. Kayaknya emang bener deh, ga ada yang bisa aku harapin dari kamu. Bahkan buat berharap kamu bales perasaan aku aja kayaknya mustahil banget."
"Gi.."
"Kalau emang ada yang belum tuntas dari masa lalu kamu, ada baiknya kamu selesaiin dulu, Win. Jangan berani-beraninya kamu pindah ke rumah baru di saat kamu belum bisa ngerelain barang-barang yang masih tertinggal di rumah lama.
Kita udahan aja ya Win ? Aku ga bisa maksain hubungan sama seseorang yang hatinya bukan buat aku.
Makasih satu setengah tahunnya Win, walaupun cuma aku yang sayang, tapi makasih karena dari kamu aku belajar apa itu mencintai dengan tulus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Everything has Changed
FanfictionHampir, Semuanya hampir terjadi, sebelum takdir merubah segalanya. Warning! GxG!