Bab 40

1.1K 140 13
                                    

Heather mengekori Snape ke ruangannya setelah makan siang dan mengikuti pesta Natal di aula besar bersama guru-guru dan anak-anak asrama lain yang tinggal di Hogwarts.

"Jadi apa yang mau kau bicarakan denganku, Miss Alley?" tanya pria itu setelah duduk di kursinya, di balik meja kayu hitam yang terdapat tumpukan buku di atasnya.

Heather memberikan sebuah kotak hijau denga pita keperakan seukuran telapak tangan yang sejak tadi ia bawa-bawa saat makan siang. "Selamat Natal, ayah," katanya sambil menyengir.

Snape mengambil kotak itu dan segera membukanya. Wajah datarnya masih ia pertahankan. Sebuah sapu tangan putih tulang dengan sulaman namanya, Severus Snape, berwarna kuning terlipat rapih di sana. Di sebelahnya terdapat bungkusan-bungkusan kecil teh dan bunga-bunga kering.

"Apa Anda menyukainya?"

"Tidak."

Heather terpaku selama beberapa detik, kemudian mengangguk-angguk sambil tersenyum. "Kalau begitu, sampai nanti, ayah. Selamat Natal." Heather langsung keluar ruangan itu dan berjalan cepat menuju asramanya masih sambil tersenyum, karena 'tidak'-nya Snape dengan wajah datar dan mata melembut berarti 'iya'.

Anak-anak lain kembali ke sekolah tak lama setelah Tahun Baru. Asrama Slytherin menjadi penuh dan bising lagi. Heather langsung memeluk Draco begitu melihat lelaki itu memasuki ruang rekreasi Slytherin.

"Aku tidak dipeluk?" protes Theo yang muncul dibelakangnya.

"Sepenting apa kau sampai Heather harus memelukmu?" kata Daphne yang datang bersama Astoria di rangkulannya.

Sekolah mulai lagi keesokan harinya. Yang paling tidak diinginkan anak-anak adalah melewatkan dua jam di udara terbuka pada pagi Januari yang dingin. Tetapi Hagrid telah menyediakan api unggun penuh salamander untuk membuat mereka senang, dan mereka melewatkan dua jam pelajaran yang sangat menyenangkan dengan mengumpulkan kayu dan dedaunan kering untuk menjaga agar api tetap berkobar, sementara kadal-kadal pecinta api itu berlarian naik-turun batang kayu yang membara bernyala-nyala. Pelajaran Ramalan pertama dalam semester baru ini tak seasyik pelajaran Hagrid. Profesor Trelawney sekarang mengajar mereka rajah tangan dan tanpa basa-basi dia memberitahu Harry bahwa Harry memiliki garis hidup terpendek yang pernah dilihatnya. Sementara Heather yang punya banyak garis putus-putus di telapak tangannya, bahkan tiga garis utamanya tidak tersambung satu sama lain, dibaca Profesor Trelawney dengan sangat saksama dan menghabiskan lima menit sendiri. Selanjutnya wanita itu berkata bahwa Heather akan selalu punya pilihan hidup atau mati di setiap kejadian penting, seakan dia punya sembilan nyawa kucing.

Heather sudah melakukan kunjungan ke kantor Profesor Dumbledore enam kali dan membahas hal-hal riskan yang belum sempat ditanyakannya sejak tahun lalu.

"Saya melihat pedang platina dengan emas dan cahaya biru saat berada di Kamar Rahasia waktu itu tiba-tiba muncul di tangan saya," kata Heather sambil memperhatikan Dumbledore yang mondar-mandir di tengah ruang kerjanya.

Lelaki itu kemudian menarik kursi dan duduk tepat di depan gadis itu.

"Kau tahu bahwa tongkat milik Harry dan musuhnya itu bersaudara?" Heather mengangguk pelan dengan wajah yang masih bingung.

"Hampir sama kasusnya dengan itu. Pedang yang kau lihat waktu itu adalah pedang Jiwa, Hati, dan Pikiran. Pedang itu adalah kembarannya pedang Godric Gryffindor yang digunakan Harry untuk membunuh Basilisk. Namun berbeda dengan kembarannya, pedang yang kau lihat itu tidak bisa digunakan untuk membunuh. Dia digunakan untuk membela dan menyelamatkan dan hanya akan muncul jika seseorang benar-benar berjiwa, berhati, dan berpikiran murni. Serta yang bertekad dan berani mengambil risiko, bahkan mungkin rela kehilangan nyawanya untuk menyelamatkan suatu hal yang benar dan akan menghilang setelahnya."

Born To Be Ready (Reader X Harry Potter Cast)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang