Sudah seharian Alreza berada di sebuah kafe dan berkutat di depan layar laptopnya. Sejak semalam ia sudah bertekad untuk menyelesaikan tugas individunya dengan cara mencicil satu per satu sebelum pekan UAS datang.
Alreza sudah meneguk kopi ketiga ketika seseorang tiba-tiba saja duduk di depannya. Fokus Alreza yang tadinya terpusat ke layar laptop beralih ke seorang perempuan yang tersenyum padanya.
"Ngapain lo?" tanyanya sewot.
Perempuan yang ditanya tersenyum. "Tadi habis dari toko bunga di sebelah, terus mampir ke sini. Semua tempat duduk udah penuh dan aku liat kakak lagi duduk sendirian jadinya aku duduk di sini. Boleh kan?"
Mendengar penjelasan Gadis, Alreza melemparkan pandangan ke sekeliling. Saking fokusnya ia mengerjakan tugas, sampai tidak terasa bahwa kafe ini sangat ramai. Padahal tadi ia datang ketika hanya ada dua orang pengunjung. Ia melirik jam tangan di pergelangan tangannya. Sudah pukul lima sore.
"Lo boleh duduk di sini, asalkan lo nggak berisik. Bisa?"
Gadis mengangguk seraya tersenyum lega. Ia segera menyesap capuccino frappe yang ada di depannya. Alreza segera melanjutkan pekerjaannya. Buku yang ada di pangkuannya kembali menyedot perhatiannya. Ia baca dan pahami kemudian mendapatkan ide untuk tambahan makalahnya.
Gadis hanya diam sembari sesekali memandangi Alreza yang sedang serius. Sangat serius malah. Keningnya yang seringkali terlipat hingga matanya yang memicing saat membaca buku membuat Gadis menahan tawa. Alreza terlihat begitu menggemaskan di matanya. Ia benar-benar beruntung hari ini melihat Alreza duduk sendirian di sudut kafe saat seluruh kursi sudah penuh dan Gadis hendak keluar. Mungkin memang takdirnya hari ini bertemu dengan orang yang diam-diam dia rindukan.
Gadis segera mengeluarkan headset dan mendengarkan podcast. Langit yang mulai menghitam membuat suasana sedikit sendu. Gadis menatap jalanan yang mulai padat hingga macet. Wajah-wajah lelah mereka yang baru pulang bekerja nampak semakin keruh ketika harus mengantre di jalanan.
Tiba-tiba headset Gadis terlepas satu hingga membuatnya menoleh. Ternyata Alreza menariknya hingga terlepas.
"Lo nggak laper?" tanya Alreza samar karena satu telinga Gadis masih tersumpal. Ia segera melepas headsetnya dan menatap Alreza penuh tanda tanya meminta agar pertanyaannya diulangi.
"Lo nggak laper dari tadi cuma minum doang?" Alreza mengulangi pertanyaannya.
Gadis meringis. "Lumayan, Kak. Tapi nggak apa deh, nanti makan di rumah aja,"
Alreza berdiri dan hendak beranjak ketika Gadis menarik jaketnya.
"Kakak mau kemana?"
"Mau pesen makan lah! Katanya lo laper. Gue juga laper dari tadi pagi belum makan!" kemudian segera berlalu.
Gadis masih melongo di tempatnya sembari mengikuti gerakan Alreza dengan pandangan matanya. Ia kira, Alreza akan terus mendiamkannya sampai kesibukannya selesai.
"Ternyata bisa ngomong juga!" gumamnya pelan.
***
Alreza baru tiba di rumahnya pukul sepuluh malam setelah mengantarkan Gadis pulang. Gadis? Ia benar-benar tidak menyangka perempuan itu tiba-tiba menghampirinya di kafe tadi. Alreza bukanlah orang yang kesulitan berinteraksi bahkan bisa disebut ia sangat mudah dalam berinteraksi dengan orang yang baru ditemuinya. Tetapi, Alreza memang sedang tidak ingin berinteraksi dengan orang baru sehingga ia hanya bicara seadanya tadi dengan Gadis. Seperti menanyakan bagaimana sekolahnya, apa kesibukannya. Setelahnya keduanya kembali terdiam.
"Baru pulang, Rez?" tanya Aldian yang ternyata belum tidur.
Alreza meletakkan tasnya di samping Aldian dan duduk selonjor di lantai sembari meregangkan tubuhnya. "Habis nyicil tugas individu. Dari 11 matkul, Cuma 2 yang nggak ngasih tugas individu. Gilaaak! Hampir mau lepas mataku mantengin laptop seharian!" keluh Alreza.
Aldian tergelak. "Ngerasain kan beratnya kuliah? Makanya jangan sampai main-main soalnya rugi banget kalau sampai kamu nggak niat."
"Iya ini kan udah niat, Bang! Cuma ribetnya aja yang bikin capek."
"Ya udah, buruan mandi terus istirahat gih! Besok Sabtu pake istirahat dulu jangan diforsir!" Aldian memberi peringatan.
Alreza hanya mengangguk kemudian segera masuk ke kamar mandi. Setelah mandi ia membuka ponselnya sembari rebahan. Ada notifikasi pesan masuk.
Udah sampai rumah, kak?
Dari Gadis. Alreza hanya mengangkat alis kemudian menuliskan tiga huruf.
Udh
Ia segera membuka instagram. Ada instastory baru dari Sayla yang segera dibukanya. Nampak foto Sayla sedang tertawa di tengah lapangan basket. Ia terlihat sangat bahagia. Tiba-tiba senyum di bibir Alreza muncul.
"Bu Sayla bahagia terus ya. Sampai nanti saya datang lagi ke Anda buat ngasih kebahagiaan!" gumamnya dengan senyum semakin melebar.
***
Sabtu pagi Alreza memilih jogging. Selain karena sedari Subuh ia sudah terjaga, badannya juga semakin pegal jika terus diistirahatkan. Akhirnya ia memilih untuk pergi ke taman kota dan jogging di sana. Hari ini taman kota sedikit sepi. Mungkin lebih banyak yang memanfaatkan akhir pekan untuk rebahan saja di rumah.
"Zaa!" sebuah panggilan yang langsung membuat langkah kaki Alreza terhenti. Hanya ada satu orang yang memanggilnya seperti itu: Sayla.
"HUAHAHAHA!!" suara tawa Ivana membahana saat Alreza menoleh dengan wajah terkejut dan harap-harap cemas.
Merasa dipermainkan, Alreza mendekati Ivana dan menjitaknya. "Dasar kunyuk!"
"Ngarep banget yang manggil tadi Bu Sayla yaa?" Ivana menaik-turunkan alisnya seraya tersenyum jahil.
"Sok tau!" Alreza segera berlari meninggalkan Ivana. Ivana tergelak dan menyusul Alreza.
"Udahlah, udah keliatan kali dari muka lo! Pengin banget ketemu sama Bu Sayla kan, kan, kan?"
Alreza mendelik membuat Ivana semakin terbahak. Menggoda Alreza adalah suatu kebahagiaan tersendiri baginya.
Alreza memperlambat langkahnya kemudian duduk di bangku taman seraya menenggak minumannya. Setelah menyeka keringat ia menatap Ivana tajam.
"Lu tuh kenapa sih selalu bisa nebak semuanya? Sebel gue sama lo!"
Ivana cekikikan. "Nggak percuma kita temenan 3 tahun, Rez! Perasaan lo tuh dah kebaca banget di muka lo tuh. Kayak ada tulisan 'sedang merindukan Bu Sayla', sumpah!"
Alreza mendelik sementara Ivana masih tergelak di depannya. Ivana meredakan tawanya saat melihat Alreza masih menatapnya tajam.
"Dih! Nggak bisa diajak becanda lu!" Ivana menjulurkan lidah kemudian berlari-lari kecil. Tak urung Alreza mengikuti langkahnya untuk melanjutkan joggingnya yang sempat terhenti.
"Lo sedari kapan di sini? Kok tiba-tiba main muncul aja di belakang gue?"
Ivana menoleh sebentar seraya melanjutkan larinya. "Baru aja nyampek sih. Terus gue liat lo. Lari, tapi pikirannya kemana-mana. Ya udah gue samperin. Sempet gue panggilin nggak noleh. Giliran pake nama panggilan kesayangan Bu Sayla aja, langsung noleh! Dasar badak!"
Alreza tersenyum miring. Padahal ia fokus berlari tadi dan memikirkan Sayla, sedikit.
"Habis jogging cari sarapan yuk!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
-Rasa yang Tepat-
Teen FictionLanjutan "WAKTU YANG SALAH" Sayla sudah selesai magang. Kisahnya yang singkat pun harus ikut usai. Namun, ternyata setelah segala kerumitan yang terjadi, masih banyak lagi hal rumit yang menghampirinya. Alreza sedang menata banyak hal: nilai-nilai y...