Alreza menghela napas melihat chat dari Ivana yang berisi foto-foto mereka bersama Sayla dan juga foto Sayla seorang diri yang memeluk buket pemberiannya dengan mata berkaca-kaca dan sepertinya, Sayla habis menangis!
"Tahan. Tahan. Bentar lagi!" gumam Alreza pada dirinya sendiri.
Ia sebenarnya sudah berniat ikut ke wisuda Sayla. Meskipun tidak menghampirinya, Alreza akan melihatnya dari jauh. Ia tidak lega jika hanya melihat fotonya seperti ini. Akan tetapi, ia ketakutan sendiri. Ia takut jika pertahanannya runtuh dan malah berlari menghampiri Sayla. Untuk saat ini, menjaga jarak dengan Sayla adalah pilihan yang tepat. Ia harus membuktikan terlebih dahulu pada Sayla bahwa ia bisa menjadi seseorang yang dibanggakan dan tidak lagi seperti anak kecil.
Alreza kemudian membuka akun Instagramnya. Ia melihat instastory Sayla ada di paling awal. Dengan segera ia membukanya.
Instastory pertama, fotonya bersama Dana. Yang kedua, fotonya dengan kedua orang tuanya. Yang ketiga, fotonya sendirian sambil melempar topi toganya. Dan yang keempat, fotonya sedang memeluk boneka beruang cukup besar dan tersenyum pada seseorang.
"Shit!" Alreza langsung mematikan ponselnya. Entah mengapa, ia tidak rela melihat Sayla memberikan senyumannya pada orang lain selain dirinya.
Alreza keluar dari kamarnya dan menyalakan rokok. Ketika pikirannya kacau seperti ini, ia senang sekali merokok. Menurutnya, rokok mampu meredam emosinya meskipun hanya sedikit. Ia benar-benar kesal sendiri melihat Sayla dibuat tersenyum oleh orang lain.
"Harusnya gue yang bikin Sayla senyum, bukan orang lain!" gumamnya dengan gigi bergemeletuk. Ia benar-benar tidak bisa tenang. Ia menyedot rokoknya dengan sangat dalam dan menghembuskannya cepat.
"Gue harus ketemu Sayla!"
***
Ivana, Galang, Bayu dan Wawan agak sedikit gerogi ketika diajak makan bersama dengan Dana dan Sayla. Mungkin mereka memang akrab, tapi untuk makan bersama mereka merasa diistimewakan.
"Ayok, kalian pesen apa?" tanya Dana seraya menyodorkan daftar menu.
"Nggak usah sungkan. Harus makan yang banyak pokoknya ya!" Sayla menyahut.
Keempat bocah itu meringis. Jiwa kelaparan mereka meronta, apalagi untuk anak SMK yang paling sering makan di warung kaki lima. Ketika mendapatkan kesempatan untuk makan di restoran tentunya mereka tidak mau menyia-nyiakan hal itu. Akhirnya mereka memesan makanan apapun yang mereka penasaran dengan rasa dan karena tergoda visualnya yang terlihat enak.
"Habis ini mau kemana?" tanya Dana. Kedua orang tuanya sudah diantarkan ke kontrakan, sementara orang tua Sayla langsung pulang karena ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggal.
"Emm, nggak tau. Di kontrakan aja mungkin. Lagian juga mau kemana?"
Galang tertarik menyimak obrolan keduanya. "Kenapa nggak jalan-jalan, Bu? Sekalian buat perayaan kelulusan."
Sayla tersenyum. "Iya juga sih. Tapi selama belum dapet kerjaan, harus penghematan. Nggak boleh sering-sering hedon. Ntar sebelum akhir bulan miskin dong!"
Semua tertawa. "Kenapa Bu Sayla nggak ngajar di sekolah aja? Kita seneng loh diajar sama Bu Sayla." Ganti Ivana berkomentar.
"Pengennya sih. Udah ngajuin surat lamaran juga kok, tapi belum dipanggil. Mungkin belum rejekinya kali."
Dana menoyor lengan Sayla pelan. "Elo masih bisa ngutang ke gue kali. Siapa tau ternyata gue cocok jadi rentenir!"
"Anjir lo!"
"Emm, Pak Dana sama Bu Sayla kenapa nggak jadian aja?" tanya Ivana penasaran. Ia tahu, hati Sayla masih untuk Alreza. Tapi melihat kedekatan mereka yang terlalu manis untuk disebut teman, sepertinya Dana bisa menyembuhkan luka Sayla.
KAMU SEDANG MEMBACA
-Rasa yang Tepat-
Teen FictionLanjutan "WAKTU YANG SALAH" Sayla sudah selesai magang. Kisahnya yang singkat pun harus ikut usai. Namun, ternyata setelah segala kerumitan yang terjadi, masih banyak lagi hal rumit yang menghampirinya. Alreza sedang menata banyak hal: nilai-nilai y...