Sebelas

45 7 5
                                    

Sayla baru saja akan keluar rumah ketika Dana sampai di halaman rumahnya. Hari ini, dua bulan setelah tahun baru adalah hari wisuda keduanya. Dana membawa mobil, bersama dengan keluarganya. Sayla dan ayah ibunya diajak berangkat bersama oleh Dana.

"Ternyata lo bisa dandan lebih cantik juga!" ejek Dana yang disambut cubitan di lengannya.

"Gue tuh bisa dandan cantik tauk! Sayang aja kalo tiap hari mau dandan. Make up gue mahal cuuy!" Sayla tertawa. Hari ini ia mengenakan kebaya berwarna salem dengan riasan yang sedikit mencolok namun tetap natural di wajahnya. Rambutnya juga ia sanggul karena ibunya memaksa.

"Ya udah yuk, berangkat. Keburu macet nih!" Dana segera mencium tangan kedua orang tua Sayla. "Mari, Om, Tante. Papa sama Mama saya di mobil."

Keduanya mengangguk dan segera membuntuti Dana. Setelah semua siap, Dana menjalankan mobilnya. Ia menyupir sendiri mobilnya karena memang ia tidak mau merepotkan siapapun terlebih Papanya yang sudah menyupir sejak subuh tadi dari rumah.

Sayla yang duduk di sebelah Dana beberapa kali menoleh ke belakang. Ayah dan Ibunya adalah orang yang mudah akrab. Dengan cepat mereka mengobrol banyak hal bersama Papa dan Mama Dana. Bahkan gurauan mereka sudah sampai pada tahap ingin menjodohkan Sayla dan Dana. Dana hanya tertawa menyambutnya sementara Sayla tersenyum kecut. Kebaikan Dana selama ini saja sudah begitu membuatnya merasa bersalah, apalagi jika sampai dijodohkan. Bisa-bisa ia membuat Dana makan ati setiap harinya.

Sesampainya di gedung yang telah ditentukan, Dana dan Sayla masuk terlebih dahulu. Sementara orang tua mereka menunggu gerbang utama dibuka khusus untuk orang tua para wisudawan dan wisudawati.

Sejenak, Sayla melupakan Alreza. Di hari bahagianya ini, ia benar-benar ingin merasakan kebahagiaan. Ia ingin mengakhiri masa-masa beratnya selama kuliah. Tiba-tiba Dana menggamit lengannya.

"Hari ini, lo harus bahagia. Sebagai seorang yang berhasil selesai dari masa-masa sulit!"

***

Selesai prosesi wisuda, Sayla dan Dana keluar bersamaan dengan peserta yang lain. Mereka sudah resmi mendapat gelar sarjana. Banyak ucapan, doa dan juga kado dari teman-teman terdekat.

"Waaahh, selamat yaaa Sayla sayangkuuuu! Akhirnya wisuda juga setelah penantian panjaaaaang!" Laras memeluk Sayla dengan heboh disusul Nana. Mereka bertiga berpelukan bahagia.

"Nih buat elo!" Nana mengalungkan selempang sarjana desainnya sendiri pada Sayla. "Cakep juga lo pake ini."

Sayla tertawa kemudian memutar tubuh bak model. "Makasih cinta-cintakuuuu. Yang sabar banget nampung omelanku, marahku, nangisku. Pokoknya sayang kalian!" sekali lagi Sayla memeluk keduanya.

"Eh, lo mau netep di kontrakan apa mau pulang kampung nih?" pertanyaan yang sedari kemarin ditahan Nana akhirnya diucapkan oleh Laras.

"Gue mau menetap di sini untuk beberapa tahun. Gue udah bilang kok sama Ayah Ibu dan mereka ngebolehin. Katanya biar nggak tengkar mulu sama adek gue!" Sayla tertawa. "Kenapa? Lo mau cari homemate baru?"

Laras dan Nana meringis. "Niatnya sih gitu kalo elo mau pindah. Kan biar ringan diongkos coy!"

Sayla berdecak dan berkacak pinggang. "Gue nggak mau pindah kemana-mana kok elo berani-beraninya ya mau gantiin posisi gue? Udah nggak sayang gue lo?"

Kemudian ketiganya tertawa dan kembali berpelukan. Tetapi adegan peluk-pelukan itu diinterupsi oleh suara dehaman. Sayla menoleh. Ternyata Iky sudah ada di sebelahnya. Memahami situasi, Laras dan Nana melipir dan berpura-pura sibuk membereskan kado yang Sayla dapat.

"Selamat ya, officially sarjana pendidikan! Udah resmi jadi bu guru nih!" Iky tertawa kemudian menyerahkan boneka beruang dengan ukuran lumayan besar dan buket bunga mawar yang cukup besar. Tak mau melewatkan momen, Laras dan Nana memotretnya diam-diam di gawai Sayla yang sedari tadi dititipkan pada Nana. Nana yang menggunakan kamera dari instastory sekalian mengunggahnya tanpa judul apapun. Keduanya bermain mata sebagai kode.

"Eh, makasih! Ini pada gede-gede banget sih? Susah nih bawanya." Seru Sayla seraya berusaha menggamit boneka beruang itu.

Iky tertawa. "Kan sekalian gue kasih yang gede, biar bisa lo peluk di rumah gitu!"

Keduanya tertawa. Iky mengajak Sayla berswafoto beberapa kali. Kemudian mereka berbincang sejenak.

"Ya udah, gue cabut dulu ya. Gantian sama yang lain." Iky menyalami Sayla dan teman-temannya kemudian pergi.

Tiba-tiba Sayla melihat beberapa anak yang salah satunya ia kenali. Ivana!

"Ivana!" teriaknya melihat Ivana dan tiga cowok di sebelahnya kebingungan. Sontak Ivana melambai ketika mendengarkan teriakan Sayla. Keempat sekawan ini menghampiri Sayla dan Dana.

"Pak Dana! Bu Sayla! Selamat ya atas wisudanya." Mereka bergantian menyalami Sayla.

"Ya ampun Ivana. Kamu selalu dateng loh! Di sidangku dateng, sekarang aku wisuda dateng. Kamu baik banget sih! Dikasih tau siapa?" tanya Sayla seraya memeluk Ivana.

Ivana nyengir. "Dikasih tau Pak Dana, Bu. Kemarin Pak Dana ngasih tau kalau hari ini nggak bisa diganggu sama tugas-tugasnya soalnya mau wisuda katanya."

Sayla menatap tajam ke arah Dana, sedangkan yang ditatap malah tertawa. "Nggak apa-apa kali, Sa. Biar rame wisuda lo!"

Sayla ganti menatap tiga anak laki-laki di depannya. "Kalian temennya.... Alreza, kan?"

Bayu, Galang dan Wawan sontak mengangguk. "Maaf, Bu. Alreza nggak dateng. Tapi dia bawain ini buat ibu katanya." Wawan menyerahkan buket bunga matahari. Bunga kesukaan Sayla. Tiba-tiba mata Sayla berkaca-kaca. Ia sudah menahan diri sejauh ini, ternyata Alreza pun sama.

Ivana, Bayu, Galang dan Wawan memerhatikan ekspresi Sayla ketika menerima buket itu. Ada perasaan campur aduk di hati mereka ketika melihat tatapan sendu Sayla. Mereka sangat ingin menyatukan keduanya, tetapi tidak bisa. Sekeras apapun mereka mencoba, tetap saja akan gagal jika dua manusia itu sendiri tidak mau berusaha.

Sayla menutup mata kemudian memaksakan diri untuk tersenyum. "Sampaikan ke Alreza terima kasih dan salam rindu saya, ya!"

Ivana menandai suara Sayla yang sedikit bergetar dengan mata berkaca-kaca. Ivana tidak kuasa dan akhirnya memeluk Sayla. "Bu Sayla harus kuat. Tungguin Alreza ya, Bu. Dia juga lagi berjuang kok. Tapi dengan caranya sendiri." Bisik Ivana yang membuat Sayla tak kuasa menahan tangis.

***

-Rasa yang Tepat-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang