Sepuluh

43 8 4
                                    

Alreza menggeliat ketika keluar dari laboratorium komputer. Hari ini diadakan simulasi Ujian Nasional karena sudah awal tahun ajaran baru. Semester ini akan banyak sekali ujian, try out, dan juga simulasi sebelum nanti akhir bulan Maret Ujian Nasional dilaksanakan.

"Eh monyet, lu kenapa tadi dikode-kode kagak mau ngasih jawaban?" Bayu menjitak kepala Alreza.

"Diih, apaan sih lo? Lagian simulasi doang, berapapun nilainya kan nggak masalah kata Pak Rendra. Nggak usah dibikin ribet!" Alreza balik menjitak Bayu.

Wawan dan Galang yang berada di laboratorium komputer berbeda segera menghampiri Alreza dan Bayu. Mereka berempat segera menuju kantin.

"Eh, tau anak baru itu nggak?" Wawan menunjuk cewek yang duduk sendirian di kantin. Sepertinya ia menunggu temannya.

Alreza menoleh. Kemudian mengangguk, "Kenapa?"

"Lo nggak berniat deketin dia gitu?" pertanyaan Wawan membuat Alreza tersedak bakso pedasnya. Matanya berair dan hidungnya memerah. Ia segera menyambar jus jeruk di sebelahnya dan meminumnya hingga tandas.

"Lo kalo mau bunuh orang kira-kira dong! Gue lagi makan bakso sepedes ini juga!" omelnya. Wawan, Bayu dan Galang tertawa terbahak membuat beberapa anak yang lewat di dekat meja mereka menoleh heran.

"Hahaha... Sorry sorry! Yah, habisnya kalo nggak ditanya gitu lo nggak bakalan ngerti. Lo kan manusia nggak peka!"

Alreza memicing. "Kata siapa?"

"Karena kalo lo peka, nggak mungkin Bu Sayla lo sia-siain gitu aja." Ganti Bayu yang menjawab.

Alreza diam semakin dongkol. Ketiga temannya hanya tertawa.

"Jadi gimana? Lo nggak pengen gitu deketin dia?"

"Nggak!"

"Widih! Jawaban kilat amat! Nggak pengen mikir-mikir dulu lo?" Wawan masih berusaha menggoyahkan jawaban Alreza.

"Gue bilang enggak, ya enggak!" jawab Alreza malas kemudian meninggalkan ketiganya.

"Lu kenapa maksa banget si Alreza buat deketin tuh cewek sih? Lo tau kan, hatinya dia masih buat Bu Sayla?" ganti Galang yang bertanya-tanya.

Wawan menghela napas sejenak. "Gue tau, Lang. Tau banget malah. Tapi apa lo mau liat Alreza hidupnya gitu terus? Dikit-dikit ngelamun, dikit-dikit diem. Terus nggak pernah mau deket sama cewek semenjak Bu Sayla pergi. Bisa diitung jari cewek yang deket sama dia. Bahkan, kontak di WhatsAppnya nggak ada yang cewek kecuali Ivana."

"Lah, kontaknya Bu Sayla?"

Wawan menggeleng. "Kayaknya udah diblokir. Dia kayak nggak mau berhubungan sama hal apapun tentang Bu Sayla, padahal hatinya tuh masih mau."

"Terus kenapa elo nyuruh Alreza deketin tuh cewek?" tanya Bayu.

"Soalnya, pas nggak sengaja gue lewat di depan kelas dia, dia sama temen-temennya lagi ngobrol gitu kan. Dia tuh kayak tertarik sama Alreza. Cuma Alreza aja yang cuek dan nggak peka. Jadi dia kayak memutuskan buat jadi pengagum rahasia gitu."

"So sweet!" Bayu dan Galang tergelak.

"Tapi tetep, Wan. Kita nggak bisa maksain Alreza supaya suka sama si anak baru itu. Dia kayaknya juga lagi fokus buat ujian dan lulus. Dia nggak bakalan tertarik sama hal-hal begituan!" Galang menambahkan.

Mereka mengenal betul seperti apa Alreza. Sekali Alreza bilang tidak, ia tidak pernah bisa dipaksa. Keputusan itu akan berubah ketika Alreza sendiri yang menginginkan, bukan karena paksaan.

***

Alreza masuk ke perpustakaan. Ia segera mencari tempat sepi di pojokan perpustakaan. Tak lupa ia mengambil buku-buku tebal untuk menyembunyikan dirinya. Ditata sedemikian rupa buku-buku itu di sampingnya. Ketika hendak tidur tiba-tiba kursi di sebelahnya berdecit pelan membuatnya membatalkan keinginan untuk tidur. Siapa sih gangguin orang mau tidur aja!

"Hai!" sapa cewek itu pelan seraya tersenyum tipis pada Alreza. Alreza yang hendak tidur mengernyitkan keningnya. Alreza seperti barusan melihatnya.

"Ngapain lo di sini?" tanya Alreza jutek.

Cewek di sebelahnya hanya tersenyum simpul. "Mau nutupin kamu biar kamu bisa tidur nyenyak." Ia mengulurkan tangannya. "Kenalin, namaku Gadis. Murid baru di kelas XI keperawatan 5."

Alreza mengernyit lagi. "Siapa yang tanya nama lo? Gue kan cuma nanyain ngapain elo di sini? Nggak usah sok akrab dan gue nggak mau kenalan sama elo!"

Karena mood-nya yang berantakan, akhirnya Alreza bangkit dan pergi meninggalkan Gadis sendirian. Ia benar-benar tidak ingin dekat dengan siapapun sekarang ini. Ia sedang mengejar sesuatu. Mengejar pembuktian untuk Sayla dengan caranya sendiri.

Gadis masih termangu di kursinya. Penolakan Alreza benar-benar tidak bisa dianggap remeh. Jelas sekali raut tidak suka di wajah Alreza padanya. Padahal Gadis sudah berharap bisa mengenal Alreza. Tidak perlu menjadi yang spesial, setidaknya bisa dekat. Tetapi sepertinya keinginan itu harus dipatahkan oleh realita bahwa Alreza adalah cowok yang susah didekati dan digapai hatinya.

"Gue bakalan sabar nungguin elo! Gue yakin suatu saat lo bakalan bertekuk lutut di depan gue!" desisnya pelan dan ikut beranjak dari perpustakaan.

***

Ternyata aksi Gadis tidak selesai sampai di perpustakaan saja. Hari-hari berikutnya ia sering sekali membuntuti Alreza kemanapun Alreza pergi. Waktunya tidak lama lagi sebelum Alreza lulus, jadi harus ia manfaatkan sebaik mungkin.

Alreza yang awalnya mengacuhkan, lama-lama risih juga dibuntuti seperti itu. Ia merasa seperti tawanan yang kemana-mana harus selalu didampingi. Hingga akhirnya ketika hendak pulang sekolah dan Gadis masih membuntutinya, Alreza menunggunya di motor.

"Lo tuh ngapain sih ngikutin gue terus? Lo kalo kegilaan sama gue jangan kayak gitu deh! Gue risih tau!" seru Alreza dengan nada suaranya yang terus naik.

Gadis hanya mengulum mulut dan memutar bola matanya. Ia kaget juga dibentak Alreza sedemikian keras hingga beberapa orang menatapnya aneh.

"Sekali lagi lo ngikutin gue, gue pastiin besoknya lo bakalan pindah dari sini!" ancam Alreza kemudian men-starter motornya. Ia segera pergi meninggalkan parkiran sekolahnya dan meninggalkan Gadis sendirian.

Bayu, Wawan dan Galang yang sedari tadi menatap dari kejauhan akhirnya mendekat.

"Bukannyamau sok ngebelain sih. Cuma kalau mau deketin Alreza tuh nggak usah pakepaksaan. Cukup elo bersikap biasa aja ke dia. Kalo emang takdirnya elo sama diadeket, bakalan deket kok tanpa dipaksain." Bayu tersenyum setelah memberikanwejangan kemudian berlalu.

***

-Rasa yang Tepat-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang