Hari ini hari wisuda Alreza dan kawan-kawannya. Setelah melewati fase-fase ujian yang bikin pusing dan juga bimbel yang membosankan, akhirnya hari ini mereka resmi lulus dan meninggalkan masa-masa SMK.
Alreza sedang memakai jas almamater sekolahnya. Ia segera menyisir rambutnya dengan rapi. Aldian yang sedari tadi memperhatikan adiknya tersenyum.
“Akhirnya, lulus juga!” ujar Aldian seraya melenggang masuk ke kamar Alreza dan duduk di kursi belajarnya.
Alreza tersenyum. “Iya, Bang. Gue berhasil nepati janji ke elo untuk lulus SMK! Nggak sampai dikeluarin nih gue. Keren kan?!”
“Iya tapi gue pusing sering dipanggil ke sekolah gara-gara lo berulah! Habis ini, lo harus mulai tanggung jawab sama hidup lo sendiri. Gue udah nggak mau ikut campur deh!”
Alreza tergelak kemudian mendekati kakaknya. “Udah, Kak. Kemarin itu bener-bener terakhir kok. Habis ini gue akan belajar buat lebih bersikap dewasa. Kan gue mau kuliah!”
“Serius kan lo mau kuliah? Awas lo kalo nggak niat!”
“Niat kok! Tapi gue ambil yang tiga tahun doang. Nggak apa kan?”
Aldian tersenyum dan menepuk pundak Alreza. “Elo udah mau lanjut kuliah aja gue udah seneng banget! Apapun pilihan lo, pasti Abang dukung.” Aldian memeluknya singkat. “Ya udah yuk berangkat, nanti telat lagi.”
***
Ivana berjalan dengan kesulitan menghampiri Alreza. Kain jarik yang dikenakannya membuat pergerakan Ivana terbatas.
“Udah pakai kebaya biar anggun, lo malah kayak preman gitu sih, Na!” omel Alreza saat Ivana sudah berada di depannya.
“Gue nggak suka pake ginian. Susah tau gue jalannya. Harus pelan-pelan. Kelamaan!” Ivana mengomel balik.
Alreza menggandeng Ivana. “Gue gandeng deh, biar elo nggak ngomel mulu!”
Keduanya berjalan bersisihan. Ivana masih saja usil, ia menarik dasi Alreza yang sudah terpasang rapi. Alreza hanya bersungut-sungut seraya merapikan kembali dasinya. Teman-temannya yang lain juga sudah datang. Alreza menyalami beberapa temannya, berfoto bersama sembari bersenda gurau.
Prosesi wisuda di SMK Kebangsaan berjalan khidmat. Selesai acara, masing-masing kelas berfoto bersama untuk dijadikan kenang-kenangan. Alreza dan rekan-rekannya tidak lupa untuk berfoto bersama beberapa guru. Terutama guru-guru yang sering berurusan dengan mereka.
“Kenakalan kalian, biarlah tertinggal di sini bersama kami. Di dunia selanjutnya, kehidupan kalian harus lebih bergelora ya!” ucap Pak Gunadi sembari memeluk mereka satu persatu. Mendengar ucapan guru BK yang paling sering mereka buat naik darah itu ada rasa haru yang merambat ke dalam hati mereka. Sebebal apapun mereka, mereka tetap memiliki rasa hormat kepada bapak ibu guru.
Setelah acara foto bersama, masing-masing menikmati hidangan yang telah disajikan. Alreza agak menjauh dari kerumunan. Ia memandangi layar ponselnya yang memantulkan foto Sayla yang ia ambil secara diam-diam ketika keduanya bertemu di taman kota. Alreza berharap, hari ini ia bisa melihat Sayla hadir di wisudanya. Tetapi, ia ingat ketika ia sendiri malah tidak datang ke wisuda Sayla dan membiarkan teman-temannya yang menemui Sayla.
“Kalau kangen tuh bilang. Jangan cuma ngeliatin fotonya doang!” seruan di sebelah Alreza membuatnya menoleh.
Dana tersenyum kemudian mengajak Alreza duduk di bangku terdekat.
“Jujur aja, masih ada rasa kan sama Sayla?” tanya Dana santai sembari menenggak minumannya.
Alreza menerawang jauh. Semua kenangan ketika ia bersama dengan Sayla terputar kembali. Bagaimana keduanya bertemu, berkenalan hingga perasaan itu muncul. Semua masih tersimpan rapi di dalam memorinya.
Alreza menghela napas panjang sebelum akhirnya menjawab, “Sudah setahun lebih, tapi rasa itu masih sama kayak baru pertama kali ketemu. Bahagia, nyaman juga sayang. Tapi, apa iya Bu Sayla masih mau nungguin saya?”
“Kalau kamu menyadari Sayla nggak pernah posting foto bareng cowok, kamu sudah tau sendiri jawabannya,” Dana tersenyum misterius. “Udah ah, saya nggak mau ngasih klu terlalu banyak. Nikmati rasa penasaranmu!”
Dana segera bangkit kemudian meninggalkan Alreza yang masih duduk termangu. Alreza tahu, ia sangat tahu jawabannya. Maka tanpa ba-bi-bu ia segera meninggalkan tempat wisuda tanpa memedulikan beberapa mata yang menatapnya aneh. Ia harus mengejar jawaban itu sekarang.
***
Dana tersenyum melihat kepergian Alreza. Namanya juga masih puber. Pasti ada gengsinya, plin-plan juga, batinnya.
“Pak Dana ngapain senyum-senyum sendiri?” Ivana menatap Dana curiga.
Dana malah nyengir lebar. “Kelakuan temenmu, tuh! Kalau sayang kehalang gengsi ya keburu diambil orang!”
Ivana mengikuti arah pandang Dana. Samar-samar ia melihat bayangan Alreza yang berlari keluar ruang wisuda. Ia ikut tersenyum. Ia tahu betul bagaimana perasaan Alreza selama ini. Maka, jika sekarang Alreza memilih untuk menurunkan egonya demi orang yang dicintainya, tentu Ivana akan sangat bahagia.
“Nanti malem kamu ada acara nggak?” pertanyaan Dana menggantikan senyum Ivana menjadi wajah penuh tanya.
“Kayaknya sih enggak,” Ivana memberi jeda. “Emangnya kenapa, Pak?”
“Jalan yuk!”***
Selamat membaca pembaca setiakuuu ❤️
Jangan lupa vote juga yaa
Terima kasih karena selalu mau menanti Alreza dan Sayla 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
-Rasa yang Tepat-
Fiksi RemajaLanjutan "WAKTU YANG SALAH" Sayla sudah selesai magang. Kisahnya yang singkat pun harus ikut usai. Namun, ternyata setelah segala kerumitan yang terjadi, masih banyak lagi hal rumit yang menghampirinya. Alreza sedang menata banyak hal: nilai-nilai y...