Sayla sedang mengecat kukunya saat Dana tiba-tiba datang ke kontrakannya.
"Nih!" Dana meletakkan sebungkus makan siang merangkap sarapan untuk Sayla.
Sayla tersenyum. "Makasih!" kemudian kembali mengecat kukunya.
"Lo ngapain sih?" tanya Dana penasaran karena sedari dia datang, Sayla tak acuh padanya.
"Lagi pake kutek. Lo mau juga?"
Dana meringis. "Boleh deh!"
Setelah menyelesaikan sepuluh jarinya dan mengerikan beberapa saat, Sayla mengoleskan kutek ke jari Dana.
"Lucu juga warnanya. Ijo pasir gitu."
"Mau semua?" tanya Sayla datar.
Dana segera menarik tangannya. "Lo kira gue mau mangkal?!"
Sayla tertawa terbahak.
"Elo kapan mau ujian skripsi?" Dana mengubah topik pembicaraan secara tiba-tiba.
Hening beberapa saat. "Ntar kalo dah waktunya, Dan!"
"Sa, udah setahun semenjak kita magang. Elo mau sampai kapan kayak gini terus? Gue udah selesai ujian dua bulan yang lalu dan gue milih nggak ambil wisuda periode ini biar barengan sama elo. Eh, elonya malah kayak gini. Kenapa sih, Sa?"
Sayla bungkam. Pandangannya menerawang jauh. Peristiwa setahun yang lalu masih sulit enyah dari pikirannya hingga ia tidak bisa fokus menyelesaikan tugas akhirnya. Sayla tidak pernah ingin berada di keadaan seperti ini. Tetapi hatinya sudah layu yang berimbas pada semangatnya yang juga ikut layu.
"Atau gue aja yang ngerjain skripsi lo?" seru Dana membuat Sayla menoleh padanya.
"Apaan sih lo? Gue itu bukannya nggak bisa ngerjain. Tapi nggak mood ngerjain!"
"Ya udah, biar gue bantuin kerja ya."
Sayla menatap Dana dalam. "Dan?"
"Hmm?"
"Elo kenapa sampai segitunya sih bantuin gue? Padahal dari dulu gue nyusahin lo mulu kerjaannya. Tapi tetep aja, lo baik terus ke gue."
"Karena gue care sama elo. Elo orang yang selalu mau dengerin cerita garing gue dengan semangat. Gue merasa menemukan tempat ternyaman buat menumpahkan segala perasaan gue. Jadi, sebagai imbal baliknya gue mau bantuin lo. Gue mau selalu ada buat lo, Sa. Gue nggak bisa dan nggak akan mau ninggalin lo saat lo lagi terpuruk gini."
Tanpa terasa, air mata Sayla menetes. Belum pernah ada orang yang sepengertian ini padanya selain Rara dan Laras tentunya.
"Eh, jangan nangis, Sa. Gue nggak bermaksud bikin lo sedih." Dana mengelus kedua lengan Sayla.
"Thanks, Dan. Elo bener-bener sohib terbaik gue." Seru Sayla dengan sedikit terbata.
"Udah, jangan nangis lagi. Besok lo harus ke perpustakaan. Kita selesaiin skripsi lo dan wisuda bareng!"
***
Sayla sedang serius membaca buku ketika Dana kembali ke hadapannya.
"Nyari apa sih lo? Kok muter-muter terus dari tadi?" tanya Sayla melihat Dana yang kembali tanpa membawa buku apapun.
"Itu, buku tentang karya arsitektur gitu. Udah lama sih bukunya. Gue waktu nyekripsi di sini 2 bulan lalu ketemu, eh sekarang gue cari udah nggak ada." Dana mengeluh.
Sayla tertawa tanpa suara. "Ya elo lagian, lihat buku kayak gitu nggak langsung diambil. Sekarang ya udah dipinjem orang lain lah!"
Dana hanya nyengir. "Lo udah ketemu referensinya?"
Sayla mengacungkan buku yang sedang khusyuk ia baca kemudian mengetikkan sesuatu di laptopnya. Sayla terlihat sangat fokus sampai tidak menyadari jika Dana terus memperhatikannya.
"Serius banget, Sa?" celetuk Dana akhirnya.
Sayla menoleh. "Lah, bukannya elo yang bilang gue harus cepet nyelesaiin ini ya? Kok sekarang elo malah nanyain pas gue serius ngerjain?"
Dana tersenyum. "Ya tapi yang santai dong. Muka lo kalo lagi serius gitu jelek tau!"
"Lo mending keluar deh kalo cuma mau ngeledek doang!" Sayla mendengus sedangkan Dana hanya tertawa. Akhirnya Dana memilih untuk memainkan game di gawainya. Setidaknya, ia tidak akan mengganggu konsentrasi Sayla sampai ia selesai hari ini.
***
mohon maaf karena update cuma sedikit. Otak masih bumpet hehe. Koreksi juga yaa kalau kalian menemukan typo.
thankiss :*
KAMU SEDANG MEMBACA
-Rasa yang Tepat-
Teen FictionLanjutan "WAKTU YANG SALAH" Sayla sudah selesai magang. Kisahnya yang singkat pun harus ikut usai. Namun, ternyata setelah segala kerumitan yang terjadi, masih banyak lagi hal rumit yang menghampirinya. Alreza sedang menata banyak hal: nilai-nilai y...