20. Krisis Pemikiran Bareng Nana

395 56 41
                                    

     Jenova baru menelan gigitan terakhir roti di tangan, ketika dua manik miliknya menangkap sosok yang tidak asing sedang menggulir roda kursi agar mengarah mendekat ke tengah taman.

     “Eric?”

     Ia bangkit saat ingat punya sesuatu yang belum selesai dengan Eric. Ia menatap gazebo dan sekelilingnya. Beberapa menit lalu Zennan meninggalkannya untuk melanjutkan putaran di sekeliling luar taman. Jenova jadi sedikit bingung.

     Tapi bukan Jenova rasanya jika menurut dengan keadaan dan duduk diam. Seperti yang biasanya, Jenova adalah sosok keras kepala dan punya aksi yang tidak tanggung–tanggung.

     Jenova berlari menghampiri Eric lalu berhenti di depannya. Membuat hal yang sama juga dilakukan oleh sosok yang dituju pula.

     “Eric,” panggilnya dengan sorot lumayan serius.

     “Jen?”

     “Ikut aku sebentar, bisa? Kita perlu bicara.”

     Namun Eric justru langsung menunduk. “Maaf, kayaknya gak ada yang perlu—”

     “Perlu!”

     Eric tersentak lalu mendongak. Mata sipit itu kini menatapnya dengan pupil melebar. Penuh harapan. Meski ia sendiri tidak bisa lebih lama menatap ke dalam sana.

     Ia kembali menunduk. Tangannya kembali berusaha menggulir roda. “G-gak ada, permisi ....”

     Jenova berubah menjadi gesit saat ini. Tangannya dengan cepat menahan roda sebelah kanan untuk tidak mundur dan berputar. “Mau ke mana?”

     “Jen, lepasin!”

     Jenova melepas tangannya dari permukaan roda. “Kenapa lu—”

     “Eric!”

     Keduanya menoleh ke arah ke arah barat dengan pandangan berbeda. Eric dengan sorot lega sedangkan Jenova dengan tatapan sebal.

     Juan lagi.

     “Lu— ah kamu, k-kamu kenapa keliling?”

     Juan memulai kembali lakonan seperti sebelumnya saat sadar di sisi kiri depan Eric ada Jenova yang berandang. Tapi ketika menemukan tatapan Eric, ia baru sadar jika ada sesuatu di sana.

     Juan menatap Eric. Berusaha penyampaian tanya perihal apa yang terjadi. Walau akhirnya Eric hanya menggeleng keci, ia cukup paham jawabannya.

     “Maaf ada apa, ya?” tanya Juan pada Jenova.

     Jenova menatap sekilas pada Eric yang menyimpan wajahnya ke sisi kanan seakan sama sekali tidak ingin melihat ataupun menjelaskan sesuatu yang dimaksud.

     “T-tidak ada apa–apa. Kami hanya berpapasan.” Jenova tersenyum getir. Ini seperti bukan Eric yang sama.

     Juan membawa Eric menjauh setelahnya. Jenova juga kembali ke gazebonya. Memilih menanti Zennan yang barang kali tidak lama lagi akan kembali.

     Di posisi menunggu, Jenova memikirkan kemungkinan yang ada tentang perubahan sikap Eric. Terkesan merepotkan tapi Jenova merasa semua itu ada sangkut paut dengan dirinya.

     “Tapi dia gak pernah bilang apa–apa.” Jenova mengucapkan itu berkali–kali dengan sesekalinya mengusak wajah frustrasi.

     “Apa karena kita baru temenan?”

     “Klise.”

     Jenova terjingit dengan tangan sontak mengusak tengkuknya untuk menenangkan bulu–bulu halus yang tegang. “Nana!”

Aska: Bertaut JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang