Jenova kembali membawa Eric untuk mengantarkannya pulang. Tapi kali ini, ia membopongnya di punggung.
“Belok kanan?”
Eric menggeleng. “Lurus.”
Jenova meneruskan langkahnya, untuk beberapa saat sampai kembali menemukan pertigaan gang. “Ke mana?”
“Tu!” Eric menunjuk pada satu rumah besar yang berada di bagian ujung gang.
“Ohh, udah deket banget ternyata.”
“Hu'um!” Eric mengangguk semangat lalu menyenderkan kepalanya di ceruk leher Jenova.
Ketika sampai di depan pagar, Eric menatap lama ke jendela terang di rumahnya dari celah yang ada. “Ayah bangun,” gumamnya.
Jenova menoleh. “Terus gimana?”
“Gue takut, Jen.” Eric mengeratkan tautan kedua tangannya untuk mengalungi leher Jenova.
“Aku, Ric. Jangan gue.”
“Hish, gue aja.”
“Padahal gak cocok.”
Jenova memperbaiki posisi Eric di punggungnya. “Maaf, tanganku agak pegel.”
“Gue yang harusnya minta maaf. Nyusahin banget.”
“Gak kok, aku seneng aja kalau gendong atau bopong kamu gini.”
“Eh ya, kenapa kamu takut?”
“Ayah gak tahu ini, jarang di rumah.”
“Resiko ini mah, terus gimana?”
“Pura–pura. Lu diem aja, oke?”
Jenova menghela napas tipis. “Iya. Sekarang aku panggil?”
Eric menggeleng. Ia segera melepaskan tautan tangannya, menyisakan satu tangan untuk lanjut mengalung. “Ada bel.” Tangannya yang lain memencet satu bel yang ternyata ada di bagian atas dinding pembatas pagar.
“Ahahaha, gak keliatan.”
Bel berbunyi. Tidak lama, dari celah pagar terlihat jika pintu rumah terbuka dan seseorang berlari dari sana.
Sosok itu membuka gerbang dengan napas menderu kasar. “Eric!”
Eric yang ada di punggung Jenova hanya terkekeh seakan tidak menyadari kesalahannya pagi ini. “Maaf ....”
Ayah dari Eric segera mendekat. Eric pun langsung merentangkan tangan. Sosok paling tua di sana cepat–cepat menyambut, mengangkatnya dari punggung Jenova. “Jangan buat Ayah khawatir.”
Eric memeluk Ayahnya. “Untuk kali ini, maaf lagi Ayah!”
Keduanya sibuk bersua. Terlebih Eric yang baru kali ini di depan mata Jenova dengan terang–terangan bermanja ria.
Jenova menunduk sedari tadi. Karena jujur saja, ia paling iri dengan banyak orang masalah ayah dan kasih sayang. Walau, Junawan sering mengatakan jika ia adalah ayah pengganti dan Jenova boleh melakukan hal yang sewajarnya seorang anak lakukan.
Tapi tetap, rasanya pasti beda 'kan?
“Ayah, jangan cium! Ada teman Eric.”
“Eh iya, Ayah khawatir banget sampai gak sadar kamu digendong tadinya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Aska: Bertaut Jiwa
أدب المراهقينKisahku; Kisah kita. Aku yang berupaya lewat para selaksa untuk kembali menjadi kita. Sebuah satu kesatuan yang menolak kembali adanya perpisahan. ••• "Aska ... kalau nanti aku gak bisa pegang tangan kamu lagi, gimana?" "Berh...
